Chapter 3

17.6K 1K 2
                                    

Dengan lembut seolah-olah dia tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya, Calista duduk di kursinya. Dengan keanggunannya dia duduk dan menyisir rambutnya ke belakang telinganya, orang-orang bisa merasakan aura bangsawan di sekelilingnya.

Calista mengeluarkan buku matematika dan membalik halamannya dengan acuh tak acuh.

Bukan berarti dia tidak bisa memahaminya atau melupakannya, malah sebaliknya!

Sebenarnya, Calista adalah seorang jenius dalam matematika. Awalnya, dia tidak tahu fakta ini karena dia selalu membolos atau tidur di setiap jam pelajaran.

Namun, di kehidupan sebelumnya, dia secara tidak terduga menemukan bahwa dia sangat pandai dalam matematika.

"Hei!" Sebuah suara rendah memanggilnya.

"Apa?" tanya Calista.

"Kamu... adalah Calista?" Anak laki-laki itu mengarahkan jarinya ke wajah gadis itu dengan kasar.

" Kasar sekali! Tentu saja, aku Calista, kalau tidak, kenapa aku harus duduk di sini, apa kau buta?" jawab Calista. Untuk menghindari anak laki-laki di depannya, dia berbicara kepadanya dengan kasar.

Anak laki-laki di depannya memiliki fitur wajah yang tegas, mata cokelat seperti buah almond, dan senyum yang menawan.

Biasanya, para gadis akan melakukan apa saja untuk berbicara dengannya, namun, satu-satunya hal yang ada di pikiran Calista saat melihatnya adalah menghindarinya.

Dia tidak ingin berinteraksi dengan anak laki-laki di depannya, karena anak laki-laki ini adalah sumber masalahnya!

Anak laki-laki di depannya adalah anak tunggal keluarga Anggasta, Ryan Anggasta. Seorang pemuda tampan dan playboy yang selalu suka membuat masalah.

Alih-alih membuat Ryan kehilangan minat padanya, dia malah semakin terpesona dengan jawaban apatisnya. Tepat saat Ryan hendak melanjutkan pembicaraan, sebuah suara terdengar dari depan kelas.

"Semuanya! Sekarang waktunya memulai pelajaran!" Seorang laki-laki berusia sekitar 40 tahun masuk ke dalam kelas sambil membawa buku absensi.

Setelah salam pagi, guru mulai memanggil nama-nama siswa dari buku absensinya satu per satu.

Ketika tiba giliran Calista, dia mengangkat tangannya dan berkata dengan jelas, "Aku di sini".

Guru itu mengangguk dan menatap Calista. Tiba-tiba matanya terbelalak karena terkejut, "Calista?" tanyanya dengan ekspresi bingung.

"Disini!" Calista menjawab sekali lagi sambil mengangkat tangan pucatnya lebih tinggi lagi.

Sang guru mengusap matanya tak percaya, "Calista? Kamu... adalah Calista?" tanyanya beberapa kali untuk memastikan bahwa gadis muda cantik di hadapannya bukanlah ilusi.

"Ya? Aku Calista, pak," Calista membenarkan pertanyaannya.

Orang-orang di dalam kelas mulai mengobrol-

"Dia ADALAH Calista!"

"Wah, dia benar-benar cantik?"

"Kukira Calista putus sekolah dan gadis ini adalah murid pindahan!?"

"Wah! Wah, itu tak terduga."

"Berlian asli!"

Gurunya menatapnya dan tanpa sengaja mengucapkan kalimat terkejut, "Calista, jadi ini wajah aslimu?"

Mendengar pertanyaan aneh guru itu, mata Calista mulai berkedut. Ia mengusap dahinya dan mengulangi, "Aiya! Pak ini benar-benar aku, ini benar-benar wajah asliku!" Ia menggelengkan kepala dan mendesah.

Para siswa mulai tertawa saat mendengar percakapan mereka.

Dia Tunanganku! : Aku Kembali ke Masa Lalu dan Memilihmu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang