-- 8. Menjemput Marten --

21 11 0
                                    

Seorang pria terlihat berjalan keluar dari sebuah lembaga pemasyarakatan dengan penuh percaya diri serta perasaan gembira dapat menghirup udara bebas setelah beberapa tahun lamanya menjalani masa tahanan. Walau ia tahu tidak akan ada yang menjemputnya di luar lapas, tapi kebebasan telah mengalahkan perasaan apapun baginya saat itu. Ia memejamkan kedua matanya sambil menikmati suara kendaraan yang berlalu lalang gaduh, yang menurutnya diartikan sebagai ketenangan.

"Maaf, Pak." Sapa seorang pemuda yang berjalan dari arah parkiran mendekatinya.

Ia membuka kedua matanya menatap tajam pria yang mengganggu momen kebebasannya saat itu. Ia mengepalkan tinjunya bersiap untuk menghajarnya.

"Dengan Pak Marten?" Kata pemuda itu.

Mendengar namanya disebut, ia mengendurkan tinjunya. "Iya. Kenapa?"

"Maaf, pak. Saya dari taksi online, diminta jemput Pak Marten." Jawab pemuda itu sembari menunjukkan aplikasi di ponselnya.

"Siapa yang suruh?" Tanya Marten.

Si pemuda melirik ponselnya "Disini namanya sih cuma Gori, Pak."

Marten tersentak. Ia mengernyitkan keningnya. "Siapa?" Ia merebut paksa ponsel pemuda itu untuk melihat nama pemesannya. Gori adalah nama sahabatnya yang sudah meninggal pada saat penyergapan beberapa tahun yang lalu. "Gak ada yang tahu nama Gori selain orang-orang dari masa lalu. Apa gue harus ikut dia? Apa gue harus percaya dia? Apa gue bakalan mati hari ini setelah gue menghirup udara kebebasan?" Pikirannya dihujani berbagai macam pertanyaan. "Lo yakin Gori yang pesen?" Ia memberikan kembali ponsel milik pemuda itu.

"Iya, Pak." Jawabnya gugup setelah ponselnya sempat direbut oleh Marten tadi.

"Dianter kemana?" Tanya Marten lagi.

"Mmm... D-disini sih keterangannya cuma disuruh ke basement klub kaki naga. Aneh sih." Jawabnya ragu.

"Aneh kenapa?" Tanya Marten.

"Bukannya klub itu udah tutup ya?"

Marten mengangguk pelan. "Oke. Lo anter gue kesana sekarang."

"Baik, Pak." Kemudian pemuda itu memutar badannya lalu berjalan menuju kendaraannya yang diparkir tidak jauh dari situ.

Marten mengekor dari belakang. Sejujurnya ia bingung apa yang akan terjadi kemudian. Apakah ia dalam bahaya, atau ada orang yang memang ingin menyelamatkan hidupnya. Namun ia ambil resiko itu semua. Vonis sepuluh tahun penjara namun dapat keluar sebelum waktunya sudah cukup membingungkan baginya. "Persetan nanti gimana. Pasti ada sesuatu." Pikir Marten. Ia mengekor pemuda itu menuju sebuah mobil city car yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia lalu bersiap masuk dari pintu belakang. Menoleh sebentar ke sekeliling, lalu memasukinya dan duduk di sisi kiri bangku belakang.

Mobil itu berlalu dari tempat itu dan memasuki jalan utama.

Pemuda itu mengemudikan kendaraannya sembari sesekali menoleh kearah ponsel yang tergantung di dekat dashboard mobilnya sekedar melihat peta lokasi ataupun membalas pesan di aplikasi taksi online miliknya.

Marten mencoba memindai pemuda itu dengan cepat. Masa lalunya sebagai seorang 'Anjing Penjaga' seorang mafia terkenal dan kaya raya melatih instingnya untuk melakukan hal tersebut kepada siapapun yang ia jumpai. Meminimalisir bahaya.

"Udah lama jadi driver taksi online, mas?" Tanya Marten memecah keheningan. Ia menyelidikinya.

"Lumayan lama. Sekarang udah hampir empat tahunan." Jawabnya sopan.

"Biasanya dapat berapa per hari, mas?"

"Wah gak tentu sekarang sih, pak. Kadang cuma dapat tiga ratus ribu kadang bisa sampai satu juta, itu pun kalau kerja dari subuh sampai tengah malam."

Jejak BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang