-- Prolog --

47 20 0
                                    

Sesosok pria termenung cukup lama dalam sebuah sedan sport tepat di depan rumah mewah yang terlihat beberapa orang lalu-lalang ke dalam rumah tersebut. Terlihat keraguan terpancar dari raut wajah sosok tersebut.

"Ayo lah, dek. Lo aja yang masuk." Sahut Roy. "Tunggu apa lagi?" Tanyanya geram.

"Takut aku, ko." Sahut Chen.

"Takut apa sih? Ada gue, kan? Siapa yang berani sama lo?" Sahut Roy lagi.

"Iya, tapi aku..."

"Ah over-thinking lo, dek." Sergah Roy. "Robby pun ikut lo. Kami jaga lo. Apa lagi yang lo takutin?" Sahutnya lagi.

"Kau ajalah, ko." Mohon Chen.

"Ya gak mungkin lah!" Pekik Roy. "Kan udah jelas gue punya masalah sama mereka. Gue kan udah bikin Iwan mati. Mungkin mereka akan lebih bersahabat kalau lo yang muncul." Tambahnya.

"Tapi kita kan udah minta maaf ke Donny dan neneknya Iwan." Jawab Chen.

"Iya. Tapi kalo gue yang muncul khawatirnya kebencian gue sama mereka keliatan jelas banget." Ujar Roy.

"Mereka udah bikin papa dideportasi ke Cina. Bahkan mungkin dihukum mati disana." Tambahnya.

"Kenapa sih koko masih belain papa?" Tanya Chen.

"Gue tau papa udah jahat sama lo..." Roy menghentikan ucapannya sejenak. "tapi dia begitu supaya lo kuat kayak koko, de." Ujar Roy sembari memandangi beberapa mobil yang masuk ke halaman rumah Donny.

"Hey, udahlah aku yang masuk. Ribet harus nunggu kalian debat." Potong Robby. "Lagian tuh kalian liat, kenal gak itu siapa?" Kata Robby sembari melihat kearah tamu wanita yang terlihat keluar dari mobil dengan seorang laki-laki sebaya usianya.

"Sophia?" Tanya Roy.

"Bukan perempuannya. Kau liat siapa yang jalan sama dia." Tegas Robby.

"I-itu.." Roy memicingkan matanya untuk dapat melihat lebih tegas. "I-Iwan?"
Robby tersenyum sembari mengangguk perlahan.

"Jadi Iwan gak ma—"

-Tok- -Tok-

Mereka dikejutkan dengan ketukan di kaca mobilnya oleh seorang yang mengenakan seragam petugas keamanan. Dengan cepat Roy menurunkan kaca mobilnya.

"A-ada apa, Pak?" Tanya Roy.

Ketika kaca mobil terbuka, mata petugas kemanan itu terlihat memindai cepat kearah bangku penumpang depan dan belakang yang kosong kecuali Roy yang berada di bangku pengemudi. "Dilarang parkir disini, mas. Kecuali tamu." Ucap petugas keamanan itu. "Mas nya tamu kah?" Tanya petugas itu lagi.

"I-iya. Sebentar ya, Pak. Saya lagi telepon temen dulu." Jawab Roy.

"Oh gitu." Kata petugas itu sembari mengangguk. "Maaf, nama mas siapa kalau boleh tau?"

"Eh, Roy. Nama saya Roy."

Pria itu mengecek daftar tamu yang dibawanya dan mengecek nama 'Roy'. "Oh, oke mas. Sebaiknya silahkan parkir di dalam aja. Atau mau dititip ke kami juga gak apa-apa." Kata petugas itu setelah menemukan nama Roy dalam daftar tamu.

"Oh, oke. Nanti saya turun. Lima menit lagi ya, Pak." Kata Roy sembari tersenyum ke petugas itu.

"Baik, Pak." Petugas itu menjauh setelah Roy menutup kaca mobilnya lalu memberikan tanda ke rekannya yang berada di pintu masuk.

"Bangsat!!! Selama ini kita ditipu." Umpat Roy. "Biar gue yang masuk ke dalam dan matiin Iwan buat yang kedua kalinya." Tambahnya.

"Tahan!" Sergah Robby. Ia berfikir sejenak. "Aku punya rencana."

"Apa?" Tanya Roy penasaran.

Robby menyunggingkan senyuman. "Sebuah rencana besar. Serahin semua sama aku. Kalian akan menyukainya." Ia mengatur spion tengah untuk bercermin lalu merapikan rambutnya dan bersiap keluar dari mobil. "Kali ini, aku yang atur strategi. Kalian, ikut perintahku."

Tak beberapa lama kemudian, pria itu keluar dari mobil sedan sport miliknya. Memakai jas yang diambil dari
dalam mobil lalu merapikannya. Kemudian dengan langkah percaya diri ia berjalan menuju petugas kemanan tadi lalu menyerahkan kunci mobil miliknya sembari tersenyum.

"Silahkan, Mas Roy." Kata petugas itu sembari mempersilahkan tamunya masuk.

Kalian akan kuhabisi. Keluargaku hancur karena kalian. Kali ini pasti berhasil. Pikirnya sembari melenggang dengan percaya diri.


Jejak BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang