-- 9. Perut Lapar Bisa Mengubah Orang --

8 6 0
                                    

Sungguh jauh dari apa yang dipikirkan oleh Marten. Kata 'Makan' yang tadi dilontarkan oleh Roy seharusnya menjadi sebuah aktivitas sederhana dalam siklus hidup manusia. Rupanya akan menjadi mengerikan jika kata itu dilontarkan oleh Roy.

Saat ini Marten duduk di sebuah meja makan bersama Roy yang sedang menikmati santap malamnya. Di hadapan Marten sudah tersaji potongan daging steak yang baru dipanggang dengan saus Mushroom di sampingnya. Hidangan tersebut terlihat normal, sesuai dengan permintaannya beberapa saat lalu yang kemudian disajikan oleh seorang pelayan. Namun apa yang sedang disaksikannya saat ini membuat selera makannya mendadak hilang. Ia melihat tayangan CCTV di layar monitor di hadapannya yang memperlihatkan dua orang pria sedang berada dalam satu ruangan dengan kondisi babak belur.

"Mmm... B-bos?" Tanya Marten tergagap.

Roy menengadahkan kepalanya menatap Marten sembari mengunyah potongan daging.

"M-mereka siapa?" Tunjuk Marten kearah monitor.

Roy melihat monitor yang ditunjuk Marten. "Oh..." Ia melap bibirnya dengan tissue. "Mereka karyawan Iwan. Yang gemuk itu namanya Arul, yang agak tinggi Hari." Sahutnya sambil meminum wine setelah menelan potongan daging dalam mulutnya.

"Salah apa mereka?" Tanya Marten.

Roy melihat steak di hadapan Marten yang belum disentuhnya. "Lo gak jadi makan? Katanya laper?"

"..." Marten terdiam.

"Makan lah! Di penjara gak pernah makan enak kan lo?" Roy kembali memotong daging steak lalu memasukan ke dalam mulutnya.

Marten mulai mengambil alat makannya lalu memotong perlahan daging steak di hadapannya. "Mereka salah apa, bos?" Ulang Marten.

"Mereka saksi kunci." Jawab Roy sambil mengunyah makanan.

"Saksi kunci apa?" Tanya Marten sambil memasukan potongan daging yang sudah diiris ke dalam mulutnya.

Roy menoleh kearah Marten. Ia terdiam sejenak sebelum berbicara sembari mengunyah makanan. "Gue yang suruh mereka buat bikin fraud di projectnya Iwan."

Marten tampak lahap menguyah steak yang memang selezat penampilannya. Entah sudah berapa lama ia tidak makan seenak itu. "Berhasil, bos?" Tanya Marten lagi.

Roy menggeleng "No. Iwan nutupin kerugiannya."

"Terus, sampai kapan mereka ditahan?" Tanya Marten.

Roy mengangkat bahunya "Beberapa hari... bulan... tahun..." Ia memasukan kembali potongan daging ke mulutnya "atau gak akan pernah..."

"GILA!" Marten membatin. "No. Kau gak cuma mewarisi sifat Bapakmu. Kau lebih gila." Pikir Marten sembari tetap menatap steak di hadapannya dan berusaha tidak mengubah raut wajahnya sedikit pun.

"..."

"Eh iya, hari ini lo akan lihat gimana manusia, yang katanya spesies paling cerdas, berubah jadi makhluk primitif yang selalu bersaing dan berkelahi supaya perut mereka kenyang." Kata Roy sembari menyelesaikan suapan terakhirnya.

"Maksud bos gimana?"

Roy tersenyum kearah Marten sembari menyesap wine.

"Oh tidak! Senyuman gila itu lagi." Pikir Marten.

Roy membunyikan lonceng di depannya. Persis seperti lonceng yang ada di setiap meja resepsionis hotel.

Tak lama kemudian seorang pelayan pria membuka pintu dan berjalan mendekati Roy lalu berdiri persis di sebelahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jejak BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang