-- 7. Kehidupan dan Problematikanya --

20 11 1
                                    

Donny berdiri mematung di dalam pojokan lift yang sedang membawanya ke lantai dua puluh lima, kantor perusahaan Iwan. Sebuah perusahaan jasa konstruksi yang berada di bilangan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Matanya menatap angka penanda yang menunjukan di lantai berapa posisinya saat ini. Ia melirik arloji di tangan kirinya yang menunjukkan pukul sebelas siang.

-Ting-

Ia bergerak kearah pintu yang terbuka ketika sudah berada di lantai dua puluh lima. Ia menoleh kearah tanda panah yang menunjukkan nama perusahaan milik Iwan ketika sudah berada di luar lift lalu berjalan menuju meja resepsionis.

"Siang, mbak." Sapa Donny ketika menjumpai resepsionis berparas cantik di hadapannya.

Gadis itu tersenyum kearah Donny. "Ya, Pak. Ada yang bisa dibantu?"

"Saya mau ketemu Pak Iwan." Jawab Donny.

"Sudah ada janji?" Tanya resepsionis yang tersemat nama Annisa di dadanya.

Donny mengangguk. "Sudah."

"Dengan Bapak siapa?" Tanyanya lagi.

"Saya Donny."

"Oke. Ditunggu ya, Pak." Sahut Annisa ramah. Ia langsung membuka tabs di hadapannya dan mencari nama yang dimaksud. "Baik, Pak Donny. Bapak silahkan duduk dulu, saya konfirmasi dulu dengan Pak Iwan, ya." Annisa mempersilahkan sembari menunjuk kearah sofa.

Donny membalas senyum ramah Annisa. "Oke, mbak Annisa."

Annisa sudah berlalu dari hadapannya ketika Donny menduduki sofa lembut ruang tunggu tersebut. Ia menatap takjub sekeliling ruangan. "Oke juga kantor lo." Pikirnya.

Tak lama kemudian, Annisa keluar dan menghampiri Donny. "Pak, mari ikut saya ke ruangan Pak Iwan." Ajaknya.

Donny tersenyum lalu bangkit dari duduknya serta mengekor di belakang Annisa yang berjalan ke dalam kantor. Ia memindai cepat ruangan kantor yang nampak dipenuhi beberapa orang karyawan yang nampak sibuk dalam cubiclenya masing-masing. Nampak pula beberapa ruang meeting yang dipadati beberapa orang di dalamnya. Ia sekilas dapat melihat dengan jelas tubuh Annisa dari belakang yang memang terlihat semampai dengan balutan blouse terlihat casual namun profesional. "Kerja disini harus cantik? Bisa aja si bangsat." Gumamnya dalam hati.

-Tok- -Tok-

Annisa mengetuk sebuah pintu dengan tulisan Chief Executive Officer yang terpampang dengan jelas. Tepat di depan pintu tersebut, nampak wanita yang tak kalah cantik dengan Annisa sedang menatap layar laptop di hadapannya. Plang nama bertuliskan Secretary tergeletak diatas mejanya.

-Klek-

Annisa membuka pintu setelah terdengar suara Iwan mempersilahkan masuk. "Maaf, Pak. Ini ada Pak Donny."

Donny merangsek masuk setelah dipersilahkan oleh Annisa. "Silahkan, Pak."

"Hello, bro." Sapa Donny kepada Iwan yang sedang duduk di kursi besar membelakangi jendela dengan pemandangan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Di hadapannya sedang duduk dua orang yang nampak seperti karyawannya. Seorang wanita yang ia perkirakan usia tiga puluhan dan seorang pria yang nampak berusia jauh dibawah wanita itu.

"Hai, bro. " Iwan membalas sapa Donny. "Duduk situ dulu, bro. Sebentar ya." Tunjuknya kearah sofa.

Annisa mempersilahkan Donny untuk menuju sofa yang dimaksud Iwan. "Mau minum apa, pak? Kopi atau teh mungkin?" Tawar Annisa kepada Donny.

"Kopi boleh." Jawab Donny.

"Mau Americano, Latte atau mungkin Cappuccino?" Tanyanya lagi.

"Latte boleh, mbak." Kata Donny sembari duduk di sofa.

Jejak BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang