Terlihat seluruh siswi berdiri berjejeran di koridor sekolah melihat kedatangan seorang laki-laki yang diberi gelar sebagai idola sekolah. Seluruh siswi tersebut berteriak memanggil nama si laki-laki.
"Altian! Lirik gue plis!"
"Ya tuhan mengapa engkau menciptakan bang Altian setampan itu!"
"Altian!"
"Altian jangan lupa balas surat gue ya!"
"Altian, ig gue belum lo follback!"
"Tuhan, jodohkan aku dengan Altian ya Tuhan!" Teriakan barusan terdengar dari seorang gadis yang mengenakan jepit rambut bewarna pink yang berada di barisan paling belakang, ia juga merupakan salah satu siwi yang tergila-gila dengan seorang Altian Zayyan Malik.
Sementara sang pemilik nama berjalan dengan santai, ia sudah biasa mendapatkan seruan seperti saat ini, dan ia pun sangat menikmatinya. Memiliki wajah tampan adalah satu-satunya kelebihan yang ia punya, soal kecerdasan? Jangan ditanya, nilai di raportnya yang paling tinggi adalah 60. Selebihnya ya 10-50. Tapi anehnya, di saat ujian kenaikan kelas ia dengan lancar menjawab semua soal-soal dan bisa mendapatkan nilai yang cukup untuk membuatnya naik kelas. Paling tidak, ia bersyukur dengan keanehan itu.
Altian hidup berdua dengan ayahnya yang bernama, Baskara. Memang mereka bukan dari kalangan atas, tapi pekerjaan ayahnya cukup untuk kehidupan sehari-hari, dan biaya sekolah Altian. Wajahnya sangat mirip dengan ayahnya, hanya berbeda di bagian warna bola mata. Ia bewarna abu-abu gelap, dan ayahnya bewarna coklat madu.
Soal ibu? Altian tidak mengetahui tentang ibunya, sedari kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari sosok ibu. Menurutnya memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya sudah cukup. Ia tidak berani menanyakan tentang ibunya. Pertama kali ia menanyakan ibu saat ia masih TK, terlihat raut wajah ayahnya seperti menahan amarah setelah mendengar pertanyaannya. Ketika itu untuk pertama dan terakhir kalinya ia menanyakan tentang ibunya.
"Altian terima cake gue plis!" Altian dengan senang hati menerima cake tersebut. Lumayan makanan gratis.
"Yogurt buat lo, nyokap gue buka toko yogurt, terima ya!" Lagi-lagi Altian menerima hadiah tersebut, sambil menebar senyum menawannya.
"Thanks!" Koridor yang dari tadi memang sudah berisik semakin berisik setelah Altian mengeluarkan suaranya.
"Suaraaaaa Altian berdamage banget!"
"Ya ampun suaranya!"
Suara bel sekolah perlahan membubarkan barisan para siswi tersebut, mereka memasuki kelas masing-masing, namun masih ada beberapa siswi yang mencuri waktu agar bisa memberikan hadiah untuk Altian.
Sisa satu siswi lagi, seorang gadis yang mengenakan jepit rambut pink, dengan membawa satu paper bag bewarna pink juga ia berjalan mendekati Altian yang sudah kesusahan membawa hadiah-hadiah dari fansnya.
"Tian, ini hadiah dari aku semoga bermanfaat ya buat kamu, oh iya di dalamnya juga ada sepucuk surat, jangan lupa dibaca ya." Ujarnya dengan pipi yang bersemu.
"Oke-oke, makasih udah kasih gue gift. Kalau gitu gue ke kelas dulu, lo juga ke kelas ya." Setelah menerima hadiah dari gadis berjepit rambut pink itu. Altian dengan susah payah berjalan menuju kelasnya, hanya butuh sepuluh langkah lagi agar ia bisa sampai di kelasnya.
Dilara Haniwa. Ia tersenyum karena untuk pertama kalinya ia berbicara dengan Altian, laki-laki yang ia sukai sejak kelas 1 SMA.
"Ngapain kamu senyum-senyum di situ?" Seorang guru dengan rambut di cepol dan kacamata bulat bewarna merah menyalanya menatap Lara dengan tajam.
"Eh ibuk, gak ke kelas buk?" Tanyanya dengan bodoh.
"Harusnya itu pertanyaan saya. Kamu gak ke kelas? Dua belas ipa 3 kan kamu?" Tanyanya sambil memperbaiki kaca matanya yang melorot.
"Oh iya buk, ibuk jam pertama di kelas Lara ya, kalau gitu mari buk." Setelah itu Lara berlari terbirit-birit menuju kelasnya dan meninggalkan Buk Ani, guru fisika sekaligus wali kelasnya.
Buk Ani geleng-geleng kepala melihat perilaku muridnya itu.
"Anak muda zaman sekarang." Ujarnya, lalu ia melangkahkan kakinya menyusul langkah kaki Lara.
***
Jam istirahat membuat kantin penuh. Murid-murid ber antrian memesan makanan yang mereka inginkan. Termasuk Lara, ia terjepit di tengah-tengah orang berbadan gempal, tidak sepadan dengan proporsi tubuhnya yang kecil.
"Aduh tolongin Lara, Lara susah nafas!" Teriaknya, ia berusaha mendorong orang yang berada di depannya saat orang tersebut berjalan mundur karena barisan di depannya juga berjalan mundur.
Sungguh, Lara tersiksa sudahlah terjepit, perut lapar, hidungnya susah nafas, ditambah lagi orang yang di belakangnya memiliki bau badan. Cukup sudah penderitaan Lara.
"Eh!" Sebuah tangan menarik Lara dari penderitaannya, ia menghirup oksigen dengan sebanyak mungkin, rambut lurus sepunggungnya sudah berantakan, letak jepit rambut pink nya sudah tidak di tempat semula.
"Huh, makasih banyak ya." Setelah puas menghirup oksigen ia menoleh ke samping di mana keberadaan orang yang menariknya barusan.
"Sama-sama." Lara tercengang dengan mata yang berbinar melihat orang yang telah membantunya. Ia percaya dengan sebuah kalimat berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
"Tian." Lara gigit-gigit kuku melihat Altian yang tersenyum kepadanya.
"Udah tau badan kecil, ngapain nyempil di bangsa algojo?" Kekeh Altian saat melihat kondisi Lara yang terjepit tadi. Awalnya ia hanya menyaksikan adegan itu sambil tertawa dengan temannya, tapi semakin di lihat, Altian menjadi kasihan, dengan hati baiknya ia membantu Lara keluar dari antrian tersebut.
gruukkkyuk...
Sebelum sempat Lara menjawab, perutnya sudah menjawab terlebih dahulu. Altian semakin tertawa mendengar itu.
"Hehe laper." Lara mengelus perutnya.
"Gabung sama gue aja, semua stand kantin antri banget tuh, gue punya banyak makanan, you know lah." Altian bersiul di akhir kalimatnya.
"Emang boleh? Nanti yang lain marah." Mau menolak tapi ini kesempatan langka.
"Gak akan, ayok!" Altian berjalan menuju meja yang sudah berada temannya. Liam.
Lara mengikuti langkah Altian dengan tersenyum malu-malu, kapan lagi coba di ajak makan bareng olah orang yang ia sukai?
"Lo bebas pilih yang mana." Di atas meja ada lima jenis makanan, ada nasi goreng cabe hijau dengan toping nugget, ada nasi dan omelet, goreng tahu, ada bihun dengan kuah cabe merah yang telah di olah, dan ada cake.
Lara menjadi kebingungan melihat banyaknya makanan. Sementara Liam dengan santainya meminum yogurt yang terletak di atas meja.
"Ini beneran gak papa?" Mendadak Lara menjadi ragu setelah ia tak sengaja mendengar bisik-bisikan yang ada di kantin. Beberapa siswi menghela nafas kecewa saat makanan yang mereka kasih untuk Altian diberikan kepada Lara begitu saja.
"Gak papa, ini semua udah jadi hak gue, kalau lo masih ragu, gue bakal cicip dikit buat ngehargain mereka, tapi lo gak papa makan bekas gue?"
"Hmm kayaknya aku antri aja deh." Lara menggaruk telinganya.
"Gak mau makan bekas gue ya? Ya udah lo makan aja sebelum gue icip, ntar kalau ada yang marah bilang ke gue."
"Eh bukan gitu!" Lara membantah dengan cepat.
"Ya udah iya aku makan, tapi kamu makan juga ya?" Lara dengan ragu menerima tawaran Altian.
"Siap!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not me
Teen FictionPokoknya tentang kehidupan Altian dan Lara deh. Sengaja gak kasih deskripsi karena aku bingung mau kasihnya kayak gimana😭 Sampul by pinterest. Cerita yang aku bikin di waktu luang, murni hasil pemikiran sendiri, seratus persen tidak ada unsur plagi...