5.

24 6 0
                                    

"Hani!" Altian menyelonong memasuki kelas menghampiri Lara.

"Tian?" Lara tersenyum, rasanya sudah lama sekali mereka tidak bertegur sapa.

"Lo ngapain di sini? Sekolah udah sepi." Altian menaikkan sebelah alisnya menatap Lara. Posisi Dante masih di dekat pintu, ia mengepalkan tangannya saat rencana yang telah ia susun gagal gara-gara murid laki-laki tersebut.

"Oh ini, aku lagi bantuin pak Dante bersihin kelas untuk anak eskul melukis, ini bentar lagi selesai kok." Lara memperlihatkan sapu yang ia pegang pertanda ia benar-benar sedang membersihkan kelas.

"Kalau gitu gue bantu biar cepat selesai, habis itu kita pulang." Altian mengambil sapu yang sempat di letakkan Dante sebelum ia memulai aksinya.

"Habis ini kayaknya aku belum pulang, ngumpul dulu sama anak osis di ruangan." Lara menyahuti Altian sambil melanjutkan kegiatan menyapunya.

"Lah? Tadi gue liat ruangan osis udah dikunci."

"Iya kah?" Lara menghentikan kegiatannya, lalu ia membuka handphone-nya, barang kali ada informasi dari teman-temannya. Kebetulan handphonenya ia silent.

Ternyata memang ada pesan grup osis untuk Lara, mereka menyuruh Lara untuk langsung pulang setelah dari gudang, persiapan pensi dilanjutkan besok saja.

"Ternyata iya." Gumamnya.

"Nah nanti kita pulang bareng."

"Ehm, kalau gitu kalian lanjut bersihkan, saya pergi dulu karena ada urusan." Tanpa menunggu jawaban dari muridnya, Dante keluar dari kelas begitu saja. Untuk apa lagi ia di sana, rencananya untuk yang kesekian kali gagal.

Melihat kepergian Dante, Altian melangkah mendekati Lara yang lanjut dengan kegiatannya. Ia membisikan sebuah kalimat.

"Hani, hati-hati sama pak Dante."

Lara yang mendengar bisikan tersebut tentu menjadi meremang, ia merasakan geli oleh hembusan nafas Altian pada telinganya. Lepas dari itu, ia merasa kebingungan.

"Emangnya kenapa dengan Pak Dan-" Altian segera membekap mulut Lara. Takutnya, di luar sana masih ada orang yang bisa saja mendengar percakapan mereka.

"Minta nomor WhatsApp lo, nanti gue jelasin di sana." Bisiknya sekali lagi, sekalian modus ehem.

Lara membekap mulutnya sendiri, seorang Altian meminta nomor WhatsApp nya? Di luar sana murid-murid perempuanlah yang meminta WhatsApp Altian, dan pemuda tersebut tidak pernah memberikan, katanya kalau untuk nomor WhatsApp itu privasi, tapi kalau Instagram boleh-boleh saja.

"Ini beneran kamu mau WhatsApp aku?" Tanya Lara masih tidak percaya. Altian mengangguk yakin.

Melihat itu Lara segera memberi nomor WhatsApp-nya, kesempatan tidak ada untuk dua kali pikirnya. Setelah mereka saling save, lara menyapu kelas sembari tersenyum-senyum sendiri. Altian yang melihat itu geleng-geleng kepala. Lucu.

15 menit kemudian, kegiatan bersih-bersih sudah selesai. Mereka meninggalkan ruangan, hari sudah mulai gelap, sekolah juga sudah sepi. Hanya ada mereka berdua di sekolah.

Mungkin...

Langkah kaki mereka berhenti di depan ruangan Pak Dante. Di sekolah ini, bukan kepala sekolah saja yang memiliki ruangan khusus, tapi pak Dante juga. Pak Dante adalah cucu dari pemimpin sekolah mereka.

"Eh itu kenapa?" Lara bertanya dengan khawatir, karena mereka mendengar suara seorang perempuan yang sedang merintih kesakitan. Sementara Altian yang paham dengan situasi, segera menarik tangan Lara untuk segera meninggalkan sekolah.

"Si brengsek itu, bisa-bisanya ngelakuin di sekolah." Gumam Altian yang samar-samar masih di dengar oleh Lara.

"Ngelakuin apa? Trus cewek tadi kenapa gak kita bantu dulu?" Lara menyeimbangi langkah kaki Altian yang terus menariknya dengan kepalanya dipenuhi pertanyaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang