6

111 22 2
                                    

Tandai typo
____


Pukul tiga dini hari.

Saat ini, Faizan sedang berada di mushola kodim dekat Barak.

Terlihat pemuda itu baru saja selesai sholat tahajud. Pemuda itu menengadahkan tangannya serta wajahnya dengan mata terpejam.

''Ya Allah ... Hamba serahkan seluruh hidup hamba. Siapa pun kelak yang Engkau takdirkan untuk hamba, semoga ia adalah perempuan yang mau menerima segala kekurangan hamba dan mampu melengkapi kekurangan hamba Ya Allah~'' Faizan menelan ludahnya lalu membasahi bibirnya yang terasa kering.

''Hamba percaya dam yakin ya Allah, siapa pun kelak yang Engkau takdirkan untuk hamba adalah yang terbaik untuk hamba. Hamba percaya dan hamba serahkan semuanya padamu Ya Allah. Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina adzabannar ... '' Faizan mengusap wajahnya lalu bangkit dari duduknya, ia sudah hampir dua jam berada di mushola.

Ia melingkarkan tasbih digital di jari telunjuknya lalu berjalan menuju barak seraya berzikir. Faizan sudah terbiasa melakukan hal ini setiap hari.

Faizan menghentikan langkahnya setelah sampai di depan pintu barak, namun pandangannya masih lurus menatap pintu.

''Terimakasih sudah menemani saya solat tahajud.'' ucap Faizan.

''Sami-sami. sampun nate tilaraken solat.'' ucap sosok itu yang menggunakan bahasa jawa krama halus.

(Sama-sama. Jangan pernah tinggalkan solat)

Faizan tidak tahu bentuk sosok itu seperti apa, ia hanya mengetahui suara dari sosok itu yang ia yakini adalah seorang laki-laki lansia mengingat suaranya yang seperti orang tua lanjut usia dengan serak-serak basah.

Hari siang tlah tiba. Hari ini, para anggota TNI sedang berkunjung ke rumah salah satu Jendral yang telah pensiun bernama Abdul yang tak jauh dari kodim, hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk tiba di runah kediaman.

Semua anggota hanya menggunakan kaos biasa tanpa menggunakan pakaian yang mencerminkan seorang abdi negara.

''Udah pada ngumpul?'' tanya Jendral Handri menatap 18 anggota yang akan ikut. Sedangkan anggota lain? Sedang melakukan tugas mereka masing-masing.

''Biar saya saja yang menyetir, Jendral.'' ucap Fano.

''Biar saya saja, Jendral.'' celetuk Faizan. Pemuda itu menggunakan kaos lengan pendek berwarna hitam juga celana panjang kain berwarna coksu.

Jendral Handri menatap keduanya bergantian. Ia memutuskan untuk Faizan yang menyetir truk TNI yang akan menuju ke rumah mantan Jendral mereka.

Walau mereka pertama kalinya akan bertemu, namun mereka sangat antusias untuk berkunjung ke rumah Abdul mengigat banyaknya prestasi yang di raih mantan Jendral itu.

Faizan mengendarai truk itu sesuai dengan arahan Jendral Handri yang berada di sampingnya.

Hingga akhirnya mereka sampai di jalan perumahan yang sangat asri karena di kelilingi pohon buah-buahan begitupun dengan lingkungan nya yang terlihat damai nan sehat.

''Nanti berhenti di depan rumah kayu bercat biru, Zan.'' ucap Handri menunjuk rumah yang tak jauh dari hadapannya.

''Baik, Jendral.'' jawab Faizan lalu menghentikan truk mereka di halaman rumah Abdul.

Kemudian mereka semua turun dari Truk.

''Assamualaikum ... '' salam mereka di depan pintu rumah Abdul.

Tak lama Abdul membuka pintu. ''Waalaikusalam ... Ayo silahkan masuk!'' ucap Abdul mempersilakan mereka semua.

***

Saat ini Ziya dan para sahabatnya sedang berada di parkiran Supermarket setelah membeli snack.

Terlihat keempatnya masing-masing sudah menenteng kantung plastik berisi makanan, entah itu bakso, jus, snack, dan makanan lainnya.

''Ziya!'' panggil seorang pemuda di seberang jalan.

Zuya menatap lurus ke arah seberang jalan lalu melambaikan tangannya ke arah pemuda itu yang bersama dengan dua pemuda lainnya.

Ketiga pemuda itu merupakan teman masa sekolah kejuruan dulu. Pemuda yang menganggilnya bernama Apif dan dua lainnya bernama Jeon dan Kendrik.

Ketiganya memakai seragam polisi berompi hijau.

''Sebentar, mau nyapa temen dulu.'' oamit Ziya menyebrang jalan menghampirinya ketiga pemuda itu.

Sebenernya Wina dan Ola heran pada Ziya yang memiliki banyak sekali teman laki-laki. Dimana pun mereka berada, sering kali laki-laki menyapa gadis itu, dan rata-rata mereka berwajah tampan dan bahkan ada yang sudah mapan.

Wina dan Ola kadang merasa ingin memiliki salah satu teman Ziya. Namun, keduanya terhalang oleh hubungan yang tengah mereka jalin.

Sedangkan Hila? Sama halnya dengan Ziya yang memiliki banyak teman laki-laki. Namun, teman laki-laki Hila rata-rata berjiwa slay walau terlihat ganteng.

Sebenarnya Wina dan Ola heran dengan kedua gadis itu. Bagaimana bisa mereka memiliki banyak teman laki-laki walau trman laki-laki Hila kebanyakan berjiwa lentur bak perempuan walau berfashion lelaki.

Sebelumnya mereka pernah mendengar jika kedua sahabtnya mereka itu seperti preman di sekolah masing-masing dahulunya. Berteman dengan laki-laki di sekolah bagi mereka itu biasa.

Keduanya juga awalnya merasa tidak percaya karena melihat gaya pakaian Hila dan Ziya yang berpakaian tertutup dan sering menggunakan abaya dan hijap menutup dada.

Namun, mereka lupa. Bahwa menilai seseorang tidak hanya dari pakaian saja.

Hila dan Ziya dulu memang memiliki banyak teman laki-laki walau sekarang tidak. Namun, mereka tetap menjaga batasa, keduanya hanya berteman akrab saat di lingkungan sekolah. Sedangkan di luar sekolah, mereka jarang bertemu dengan teman laki-laki mereka. Karena setelah pulang sekolah mereka tidak mendapat izin keluar rumah dari orang tua masing-masing jika tidak ada kepentingan.

''Bang! Wina kirim salam!'' seru Hila saat seorang pemuda melewati mereka.

Spontan saja laki-laki itu menoleh ke arah mereka dan menatap mereka heran sebelum berlalu meninggalkan mereka.

''Hila!'' kesal Wina merasa malu.

Hila dan Ola justru tertawa melihat wajah tertekan Wina.

Tak lama kemudian Ziya kembali. Namun, kini snack yang berada di kantung plastik ia pegang sudah berkurang karena sebelumnya ia sedikit menyedekahkan makanan ringan itu untuk ketiga teman alumninya itu.

Setelah itu keempatnya menaiki kendaraan masing-masing menuju rumah Gina. Sesuai kesepakatan bersama di awal, keempatnya akan karaukean disana.

o0o

Sabda Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang