Keesokan harinya Bagas datang ke tempat sesuai alamat yang ada di kartu nama pria tua kemarin. Sesampainya disana ia disambut oleh pria botak berkacamata yang menuntunnya ke sebuah ruangan. Ternyata pria tua tersebut sudah menunggunya di dalam. "hei bocah, datang juga kau rupanya." ujar pria tua itu. "aku bukan bocah, dasar pak tua." jawab Bagas marah. "Mari kita lihat seberapa hebat dirimu, ku dengar kau cukup terkenal disini." jawab pria tua. Pria botak tiba-tiba melepas bajunya. "kalahkan dia kalau kau bisa." ujar pria tua. "Duakkk." tanpa basa-basi Bagas melakukan tendangan andalannya namun berhasil ditangkis oleh pria botak itu. "hei kid, that's good. But not good enough." ujar pria botak, kemudian membanting Bagas jatuh ke lantai. Bagas langsung terkapar tak sadarkan diri. "he's got potention boss." ujar pria botak. "I know he is." jawab pria tua. Begitu sadar Bagas terbaring di sofa, "kau sudah sadar bocah?" "ehhh, apa aku pingsan." jawab Bagas sambil mengerang kesakitan. "Kau memiliki potensi bocah, apa kau menyukai tantangan?" ujar pria tua. "apa maksudmu?" jawab Bagas. "Salah satu agen kami ada yang membelot ke pihak musuh yang merupakan bos bandar narkoba se Asia Tenggara. Jadi kami buuuh penggantinya untuk menyusup menjadi salah satu drive pengantar narkoba agar bisa mengetahui markas mereka. Apa kau tidak takut mati?" jawab pria tua." pertanyaan macam apa itu? Siapa di dunia ini yang tidak takut mati?" jawab Bagas."Lihat Joe, kau orang pertama yang membuatnya di perban seperti itu." ujar pria tua. Bagas menoleh ke arah pria botak "jadi si botak ini namanya Joe. Apa karena tendangan tadi." ucap Bagas dalam hati. "Dengan kedisiplinan, kerja keras, dan konsistensi kau bisa meraih segalalanya bocah. Kau memiliki kemampuan untuk itu." ujar pria tua. Bagas menjawab "Jadi kapan kita mulai?"......
KAMU SEDANG MEMBACA
A Man Who Can Feel The Fate
Novela JuvenilIni adalah sebuah perjalanan hidup seorang pria yang sedang berproses dalam membentuk dirinya