Babak 1

22 2 0
                                    

Kapan terakhir kali tempat ini terasa seperti rumah? 

Asrama Putra yang terletak tidak jauh dari jalan samping sebuah Universitas kenamaan di Ibu Kota, mendadak menjadi perbincangan hangat di kalangan mahasiswa dan warga di lingkungannya. Beberapa waktu lalu, telah ditemukan jasad salah satu penghuni yang diidentifikasikan sebagai mahasiswa tingkat tiga. Ia tewas karena overdosis obat tidur, dari keterangan teman-temannya, mendiang tidak pernah mengeluhkan masalah apa pun.

Tidak ada yang tahu alasan pasti apa yang sampai membuat ia nekat mengakhiri hidupnya. Kasus ini ditutup sebagai peristiwa bunuh diri.

***

"Gua mau pindah kamar!"

"Belum bisa, Baim!"

Baim masih berusaha membujuk Hizam sebagai ketua asrama agar meloloskan permohonannya untuk pindah.

"Gimana kalau hantunya pindah ke kamar gua!" rengeknya menjadi-jadi, "Syid, gua pindah ke kamar lu ya?" pintanya pada Arsyid yang hanya diam menyimak hebohnya Baim yang sangat ingin pindah kamar.

"Gak ada tempat lagi, kamar gua penuh." balas Arsyid seadanya. Baim kembali beralih pada ketua asrama, tapi Sang Ketua sepertinya sudah sangat lelah untuk terus menanggapinya.

"Entar … "  Hizam menghela napas panjang, "Kalau Malik dah balik, lu gabung aja dah di kamar dia, kan bentar lagi dia selesai tuh kuliahnya, nah lu minta aja kamarnya."

"Kalau dia gak mau gimana?" tanya Baim tidak yakin.

"Ya udah! Elu tidur di lobi aja!" jawab Hizam keras, "Gua capek, mending kalian masuk kamar sekarang. Hantu-hantu, generasi Z masih aja percaya ama hantu …" meskipun berkata demikian, Hizam meneguk ludahnya tidak enak.

Akibat kematian mahasiswa itu, desas desus mengenai rumor yang tak benar menyebar kemana-mana. Bukan wujud hantu yang sesungguhnya mengganggu mereka, tapi rumor menyeramkanlah yang menjadi momok penyebab ketakutan beberapa penghuni asrama.

Bahkan belum seminggu, sekitar sepuluh mahasiswa memutuskan keluar dari asrama dan mencari kost yang sekiranya bersahabat dengan kantong mereka.

"Di lorong gua, sisa kamar gua doang yang berpenghuni," curhat Baim pada Arsyid yang asyik dengan dunianya sendiri, "Syid, gua pindah ke kamar lu ya … ." katanya memelas.

Arsyid menatapnya lurus-lurus, membuat Baim bergidik disusul lampu di ruangan seketika padam. Mereka berdua langsung histeris, di tengah-tengah teriakan mereka Arsyid berkata.

"Gua milih nongkrong di sini karena gua juga takut di kamar gua, Baiiim!!" Arsyid mencengkram hoodie Baim erat, lampu kembali menyala dan Jems muncul sambil terbahak-bahak.

"Sumpah lu gak asyik, Bang!" Baim hampir memaki ke arah Jems yang masih lengkap dengan almamaternya.

"Kalian kenapa masih di sini?" tanya Jems setengah tertawa, "Takut balik ke kamar? Halaaah cemen!"

"Iya iya Tuan Pemberani gak usah sombong ya Anda!" Arsyid membalasnya.

"Eh eh, kalian tahu tidak … katanya …" Baim dan Arsyid sudah memasang tampang penasaran, "Gak jadi deh." sambung Jems tiba-tiba, mereka berdua menatapnya jengkel.

"Nanti kalau gua cerita, kalian jadi makin parno."

"Ya udah kalau gitu gak usah bikin orang penasaran di awal kampret." cerca Arsyid.

"Minta digebukin emang!" Baim menambahkan.

"Oke oke, gua cerita." Mereka kembali menunggu ucapan Jems, "Ada rumor baru, katanya almarhum meninggal bukan karena kepingin mati bunuh diri tapi karena diteror oleh seseorang." Jems berkata dengan tampang serius, kedua orang lainnya masih menunggu kelanjutannya, dengan nada suara yang didramatiskan Jems melanjutkan ceritanya.

Kamar 13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang