"Kenapa harus ditutup sih, Yah? Kehilangan pekerjaan nih akunya!"
"Adnan, ini demi kebaikanmu juga. Masih banyak pekerjaan lain yang bisa kamu kerjakan, berhubungan sama makhluk ghaib itu gak selamanya bagus. Bisa terperangkap kamu di dunia sana, nanti kalau kamu gak bisa balik gimana? Yang punya indra ke enam di keluarga cuma Mbah Kakung. Mau minta tolong ke beliau juga susah karena sudah pikun, ingat namamu saja tidak, gimana mau nolongin kamunya kalau kenapa-kenapa. Memangnya kamu mau jadi apa kalau masih bisa lihat mereka?"
"Jadi pebisnis yang menghubungkan dunia kita sama mereka, penyalur tenaga kerja lintas dimensi. Penyewaan Tuyul, Genderuwo penjaga kebun, Kuntilanak pengasuh bayi dan lain-lain."
Adnan teringat percakapannya dengan Ayahnya hampir dua tahun lalu, tentang ide bisnis gilanya yang sebenarnya hanya bercanda. Dia benar-benar bekerja dengan julukan 'Dukun Pengusir Arwah' karena murni untuk membantu dan menuntun para arwah yang bermasalah. Tapi sejak orang tuanya tahu akan pekerjaannya itu, mereka benar-benar tidak memberi restu.
Tapi, mata batin tidak akan tertutup jika bukan kemauan sendiri. Karena secara alami kemampuan ini didapatkan Adnan bukan karena berguru ilmu dan mencari wangsit, tapi bawaannya sejak lahir. Dia yang mengendalikannya, bukan orang lain.
***
Jems dan yang lain menyerbu masuk ke kamar Adnan, melihat berkeliling ke semua sudut karena menurut penuturan Gilang banyak barang yang berantakan. Tapi, tidak ada yang berubah. Semua benda tetap rapi di posisinya dan kini semua menuntut penjelasan Gilang, Maba itu hanya membuka lalu menutup mulutnya, kebingungan sendiri.
"Mana? Katanya berantakan?"
"Beneran berantakan kok tadi!" balasnya gigih, "Tunggu!" Semuanya terdiam merasa memang ada yang kurang.
"Bang Adnan?!" seru mereka bersamaan dan mulai berteriak-teriak memanggil Adnan yang nihil di kamarnya.
Beberapa segera keluar dan mencari Adnan di sepanjang koridor, membuka kamar-kamar yang kosong barangkali ia di sana. Mereka semua kebingungan karena Adann tidak ada di kamarnya, yang tadinya sudah kesal pada Gilang kembali dilanda kepanikan.
***
'Bagaimana arwah menjadi jahat? Aku tidak merasa jahat. Apa aku baru berbuat kejahatan?'
Adnan diam beberapa saat, karena ia masih berusaha menahan dirinya.
'Senior, sampai kapan kau pura-pura tidak mendengarku? Kukira salah satu alasanmu kembali ke sini karena ingin membantuku.'
Adnan menarik napas panjang dan mengembuskannya kasar, seakan menyindir makhluk lain yang sudah tidak bisa melakukannya. Yang disindir tertawa, setengah menangis atau bahkan keduanya. Merasa lucu sekaligus sedih juga.
'Usaha yang bagus, aku sangat tersentuh.'
"Apa yang menahanmu di sini?" tanya Adnan lalu menatapnya lurus dengan mata yang berkilat-kilat. Ia buru-buru mengejarnya karena laporan dari Gilang, setelah melihat kamarnya yang kacau dan kembali tertata dalam kedipan mata Adnan bergegas menyusulnya ke belakang asrama.
'Aku bisa melihat pantulan diriku di matamu, selama ini aku tidak bisa melihat bayanganku… .' kata si Tak Kasat Mata takjub dipandangi oleh Adnan, 'Ternyata kau–'
"Jawab aku, waktuku tidak banyak. Tidak … waktumu yang tidak banyak." ralat Adnan sambil mengerjap-ngerjap, si Hantu terdiam, Adnan melanjutkan ucapannya, "Kau ingin bebas, jadi apa yang belum selesai? Apa kau punya rahasia?"
'Kematianku … bukan seperti yang diberitakan.'
Adnan mendengar curahan hatinya, si Penghuni Lama kamar No. 13, mahasiswa muda semester tiga, meninggal karena … pacar barunya.
'Aku ingin ia dihukum sepantasnya, sebelum ia membunuh orang lain lagi yang tidak bersalah. Bukti itu ada di ponselku … aku membuangnya di sana.' Adnan mengeryit jijik, sungai di belakang asrama sangat kotor, lebih mirip air selokan yang bau. Bagaimana dia mendapatkan barang bukti itu tanpa harus berjibaku dengan sampah-sampah di sana.
'Kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana arwah menjadi jahat?' Adnan menatapnya iba, bagaimana mungkin dia tidak sadar kalau sudah meledak dan hampir merusak seisi kamarnya.
"Kau akan lupa fitrah dirimu, kau akan bergabung dengan kegelapan dan kau akan merusak segala hal. Kau baru memperlihatkannya pada seorang penghuni asrama, meskipun kau kembali mengaturnya, kejadian itu bisa kembali berulang. Kau … " Adnan mengalihkan tatapannya, "Kau terlihat cukup baik sekarang, kau mati karena dibunuh jadi kau menampilkan wujud terbaikmu di hadapanku, tapi wujudmu bisa berubah menyeramkan karena amarahmu. Ada amarah di dalam dirimu. Itu yang akan membuatmu jahat dan kau akan lupa dirimu yang sebenarnya."
'Aku akan jadi jahat, aku akan mencelakai mereka?' katanya dengan suara parau.
"Tidak–" Ia menghilang menyisakan Adnan berdiri sendirian di belakang asrama yang diliputi kegelapan, beberapa makhluk terkikik geli, beberapa kembali berani menggodanya, "Tidak ... aku akan membebaskanmu, akan kupikirkan caranya."
'Biarkan dia!' 'Dia bagian kami sekarang!' 'Kau tidak bisa berbohong lagi!' 'Akhirnya dia kembali hihihi' Suara-suara itu mulai mengejeknya, Adnan tahu dia tidak akan bisa menahan dirinya lebih lama untuk berpura-pura mengabaikan mereka. Tapi selama hampir dua tahun ini, ia berhasil mengelabui mereka.
"Jangan berani mendekat, atau kalian mati untuk yang kedua kalinya!" ancam Adnan membuat Bangsa lelembut itu mengerut.
***
"Bang Adnan?! Bang Adnan! JAUHARI! Bang Adnan! JAUHARI!"
Seisi asrama kacau balau, para penghuninya yang sisa beberapa kepala ribut sana-sini, yang tadinya sudah lelap dalam buaian mimpi terbangun karena kaget dengan kondisi terkini.
"Aduh mampus!" Hizam terduduk di tangga, Arsyid ikut duduk di sampingnya, "Gimana kalau Bang Adnan diculik Jin?!"
"Bukan salah gua!" kata Gilang tiba-tiba, "Gua hanya ngasih tahu! Gua gak tahu bakal gini keadaannya!" ucapnya frustrasi.
"Bisa aja yang diculik itu elu," kata Baim dengan nada menuding, "Tapi lu berhasil kabur duluan."
"Gua gak nyangka, tadi adalah makan malam terakhir gua barenga Bang Adnan!!" Arsyid mulai meraung, menangis keras-keras.
"Gimana ini?! Gimana cara kita lapor polisi?!" Malik mondar-mandir, Jems langsung menahannya karena ia pusing melihat kelakuan teman-teman asramanya.
"Pertama, kita harus tenang." kata Jems kalem, "ADNAN JAUHARI! LO DI MANA?!!!" teriaknya kemudian.
"Gua di sini … Gila Em, suara lu bikin gendang telinga gua mau pecah."
Adnan bingung karena langsung dicecar pertanyaan oleh mereka, belum lagi acara peluk-pelukan seakan mereka tidak berjumpa lama. Adnan hanya pergi beberapa menit atau mungkin itu sudah berjam-jam yang lalu karena jam dinding di lobi telah menunjuk angka empat. Itu bukan hal baru bagi Adnan, dia mungkin saja sudah menyeberang ke Dunia Lain tanpa ia sadari karena saking lamanya ia berpura-pura. Perbedaan waktu akan sangat terasa dan itu sebabnya ia tidak mendengar mereka sibuk mencari dirinya.
Sekarang ia bingung harus menyampaikan apa dan bagaimana agar mereka bisa membantunya menolong arwah penghuni kamar 13. Adnan harus sudah punya rencana, tanpa perlu membuka rahasianya. Cukup para Bangsa Tak Kasat Mata itu saja yang tahu bahwa ia hanya berpura-pura kehilangan kemampuannya.
*
Malik
Terima kasih sudah membaca!^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar 13
FanfictionTeror tengah berlangsung; mereka mencoba memecahkan kasus tanpa harus terlibat dengan entitas tak kasat mata. Meminta bantuan dukun terlalu mahal, apalagi petinggi agama yang hanya akan menceramahi mereka. Namun, seorang datang membantu, kebetulan y...