"Ya, sudah paham kan? Selain membersihkan sampah ini kita juga harus memisahkannya sesuai golongan …" Jems berteriak-teriak menggunakan toa memberi pengarahan, Hizam di sampingnya membantu memberi petunjuk."Sambil menyelam minum air nih warga, dapat penyuluhan gratis tentang pengolahan sampah." kata Gilang berbisik-bisik.
"Hal yang kayak gini patut dicontoh dari senior." kagum Arsyid.
"Asal jangan contoh ngambil jumlah semester sampai dua belas aja sih …" sindir Malik pada Jems, yang sukses membuat mereka hampir tertawa kencang.
Matahari hampir mencapai puncak kepala, tapi Adnan belum juga mendapat ponsel yang dimaksud. Ia berprasangka bahwa benda itu sudah hanyut atau kemungkinan tenggelam ke dasar sungai, tertimbun lumpur dan sampah yang lebih berat. Ia berkacak pinggang mengamati tumpukan sampah yang terkumpul, sampah elektronik sangat banyak, mulai dari yang seukuran baterai sampai sebesar kulkas dua pintu. Pencemaran lingkungan yang sangat buruk, seandainya sungai ini bersih seperti di desa-desa, setiap hari ia akan pergi memancing. Sungguh menghemat pengeluaran untuk lauk makanan.
"Eh, hape sape nih jatoh?" teriak salah seorang bapak-bapak, semuanya mendekat sambil memeriksa kantong masing-masing.
'Itu! Itu ponselku!'
Adnan buru-buru menghampirinya, anak-anak lain sudah menyahuti bahwa itu bukan punya mereka.
"Punya saya!" Si Bapak nampak tidak percaya, ia membolak-balik ponsel yang terbungkus waterproof berwarna kuning kecoklatan karena lama terendam.
"Beneran punyamu?" tanyanya tanpa menyembunyikan nada ragunya, anak-anak yang lain bahkan tidak yakin itu ponsel Adnan karena bentuknya sangat berbeda dari yang mereka ketahui dan ponsel itu juga sudah usang.
'Ponsel itu mati, aku tidak yakin itu bisa menyala atau tidak.'
"Mari buktikan sama-sama kalau bapak tidak percaya." kata Adnan diplomatis, beberapa orang ikut dengannya masuk ke asrama.
'Sandinya 090913.'
Setelah berhasil menyalakan ponsel itu, si Bapak menantangnya karena ponsel tersebut memiliki password. Adnan mengulang apa yang dikatakan si Arwah.
"Kan, saya bilang juga apa. Ini punya saya." Adnan mengambil ponsel itu dari tangan si Bapak, karena merasa skeptis si Bapak melihat Adnan beberapa kali lalu meninggalkan mereka. Baksos hari itu berakhir sesuai rencana dan Adnan mendapat apa yang ia butuhkan.
***
"Bang, hape lu ada dua?" tanya Arsyid saat mereka semua sedang beristirahat.
Jems dan Baim sibuk memesan es doger yang lewat, Gilang dan temannya sibuk bermain game online, Hizam sama halnya dengan Arsyid yang menuntut penjelasannya sedang Malik setengah tertidur di sofa. Adnan mengeluarkan ponselnya yang asli dan meletakkan kedua benda itu di atas meja.
"Gua mau jujur sama kalian … ." Hizam dan Arsyid mencondongkan badan penasaran, "Tapi tunggu yang lain, biar sekalian."
'Kau akan memberitahu mereka kalau aku di sini? Mereka akan ketakutan lagi!' Si Arwah menunjuk Gilang dan teman-temannya, yang awalnya memang sudah minggat dari asrama. Adnan menggeleng, Hizam dan Arsyid melempar tatapan kebingungan.
"Lu baik-baik aja kan, Bang?" tanya Hizam.
Jems dan Baim sudah bergabung dengan mereka ikut bingung, Hizam membangunkan Malik dan menyuruh Gilang berhenti bermain game dulu.
"Ada apa nih? Kalian tegang amat nungguin es doger dari kita." kata Jems jenaka berusaha mencairkan suasana.
"Em, lu tahu ini hape siapa?" tanya Adnan langsung memulai, Jems mengamati kedua ponsel di atas meja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar 13
FanfictionTeror tengah berlangsung; mereka mencoba memecahkan kasus tanpa harus terlibat dengan entitas tak kasat mata. Meminta bantuan dukun terlalu mahal, apalagi petinggi agama yang hanya akan menceramahi mereka. Namun, seorang datang membantu, kebetulan y...