06

813 185 7
                                    

Hendry selesai mengoles salep yang tabib berikan, dia turun dari kasur lalu melihat kearah Riel yang masih tengkurap tanpa suara.

"Aku tidak berniat menyakiti mu, aku hanya ingin kamu sembuh" Hendry menarik selimut kemudian menyelimuti setengah tubuh Riel.

"Kalau kamu tidak ingin hal ini terjadi lagi maka lakukan sendiri seperti yang ku lakukan tadi, kamu paham?" Tanya Hendry tapi Riel tidak menjawab.

"Hah.. " Hendry menghela nafasnya berat, dia langsung melangkah keluar kamar meninggalkan Riel seorang diri.

" ..aku tidak mengerti apa yang dia mau? Semua membuat aku bingung" gumam Hendry.

Hendry memilih fokus pada pekerjaannya, dia membiarkan Riel tidur di kamar sendirian selama tiga hari dan dia juga mencari informasi dari para pelayan Riel apakah permaisurinya ini sudah minum obat dan mengolesi salep, untungnya semua Riel lakukan hingga akhirnya dia bisa berjalan normal.

Hendry yang awalnya ingin memberi waktu untuk Riel sendirian tiba-tiba dihampiri oleh salah satu pelayan Riel saat dia berjalan menuju perpustakaan.

"Ada apa?" Tanya Hendry.

"Maaf kalau saya lancang paduka tapi beberapa hari ini yang mulia Riel selalu tidur dan makan sendiri, saya bisa merasakan kesepian dari pancaran matanya...ja-jadi apakah Anda berniat hari ini menemui beliau?"

Hendry menatap pelayan ini yang membuatnya semakin menundukkan kepala.
"Ma-maafkan saya yang mulia, saya lancang bicara seperti ini!"

"Ah ya.. " Hendry mengusap pelan lehernya.
" ..aku sudah hampir 4 hari tidak menemuinya, aku akan mampir sebentar"

Pelayan ini tersenyum senang, dia segera membawa Hendry ikut bersamanya karena saat ini Riel ada di kebun apel.

"Kenapa dia senang sekali datang kemari? Apa ada hal spesial ditempat ini?" Tanya Hendry.

"Kebun ini buatan dari raja terdahulu untuk yang mulia Riel" jawab pelayan Riel.

"Oh, begitu" Hendry mengangguk.

Keduanya terus berjalan menyusuri kebun apel hingga langkah kaki keduanya berhenti saat melihat Riel berdiri di salah satu pohon.

"Tinggalkan kami berdua, aku akan bicara dengannya" pinta Hendry.

Pelayan ini mengangguk lalu melangkah pergi, perlahan Hendry mendekat.

Entah apa yang terjadi, tiba-tiba angin berhembus kencang hingga menerbangkan topi milik Riel.

Hendry yang berjalan tidak jauh darinya langsung menangkap topi Riel.

"Harusnya kamu memilih topi dengan tali.. "
"Harusnya kamu memilih topi dengan tali agar tidak mudah tertiup angin" ujar Hendry.

DEG!

Riel meremas kedua tangannya didepan dada, barusan dia seolah melihat Tirta berdiri dihadapannya tapi ternyata bukan, hanya satu kalimat yang sama yang pernah Tirta katakan padanya dulu.

Hendry mendekat kemudian memasang kembali topi Riel sementara Riel terus menatap wajah Hendry.

"Kenapa? Apa ada yang aneh di wajah ku?" Tanya Hendry.

Riel mengelengkan kepalanya.
"Ti-tidak ada.. maaf yang mulia"

Hendry melihat kearah pohon apel.
"Ini hadiah atau apa? Kamu selalu datang kemari tapi hanya fokus pada satu pohon saja"

"Iya, ini hadiah" jawab Riel.

"Lihatlah pohon apel yang lain, mereka mulai berbunga dan sebentar lagi berbuah.. lalu.. " Hendry melihat pohon apel yang selalu Riel datangi.

" ..dia sepertinya gagal" ujar Hendry.

Riel meremas bajunya.
"Iya.. " suara Riel bergetar.
" ..Anda benar, aku pun merasa demikian"

Hendry melirik Riel.
'Apa aku salah bicara? Dia terdengar menahan tangis' batin Hendry.

.
.

Bersambung ....

Under the apple tree (Mpreg 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang