Bab 1

6 4 0
                                    

Langit malam di atas kota Hikaru dipenuhi warna-warni lampion, yang terbang mengapung, membawa harapan dan impian dari setiap orang yang hadir di festival. Di tengah hiruk-pikuk kegembiraan, Hana berdiri memandang ke langit, masih terbayang-bayang kejadian malam sebelumnya ketika Riku, seorang fotografer yang baru dikenalnya, menabraknya secara tidak sengaja. Meskipun pertemuan mereka diawali dengan kekacauan kecil, ada sesuatu dalam diri Riku yang menarik Hana-sebuah ketulusan yang jarang ia temui dalam hidupnya yang penuh keraguan.

Malam itu, dia dan Riku akhirnya sepakat untuk bertemu kembali di festival. Hana awalnya tidak yakin apakah ini adalah ide yang baik; mengingat hatinya yang telah lama tertutup sejak kehilangan orang tuanya, membiarkan seseorang masuk ke dalam hidupnya terasa menakutkan. Tapi ada sesuatu tentang Riku yang membuatnya ingin mencoba. Mungkin itu caranya tersenyum, atau mungkin caranya membuat segalanya terasa lebih ringan dan sederhana. Dengan perasaan campur aduk, Hana melangkah menuju titik pertemuan yang telah mereka sepakati, di dekat gerbang masuk utama festival.

Riku sudah menunggunya di sana, berdiri dengan kamera tergantung di lehernya dan tangan dimasukkan ke saku jaket. Saat melihat Hana berjalan mendekat, dia tersenyum lebar dan melambai.

"Hai, Hana! Kamu datang tepat waktu," sapanya dengan nada ceria. "Aku takut kamu bakal berubah pikiran dan batal datang."

Hana tersenyum tipis, meskipun hatinya masih sedikit gugup. "Aku juga sempat berpikir begitu," jawabnya dengan jujur. "Tapi aku di sini sekarang."

"Dan aku senang kamu di sini," jawab Riku, lalu menunjuk ke arah stand-stand yang berjajar di sepanjang jalan festival. "Bagaimana kalau kita mulai dengan mencoba takoyaki? Kudengar mereka punya resep khusus malam ini."

Hana mengangguk, membiarkan Riku memandu langkah mereka. Di antara keramaian, mereka berdua berbagi takoyaki panas yang masih mengepul, sambil sesekali tertawa ketika Riku menceritakan berbagai kejadian lucu yang dia alami saat mengambil foto-foto pengunjung festival.

"Malam ini aku ingin menangkap momen-momen yang tidak biasa," ujar Riku sambil menunjuk ke kamera yang digantungkan di lehernya. "Bukan sekadar orang tersenyum di depan kamera, tapi momen-momen di mana seseorang terlihat benar-benar bahagia tanpa dibuat-buat."

Hana memandang Riku dengan rasa ingin tahu. "Kenapa momen-momen seperti itu yang kamu cari?"

Riku terdiam sejenak, lalu menoleh ke arah Hana. "Karena aku percaya, saat seseorang benar-benar bahagia, mereka memancarkan cahaya. Sama seperti lampion-lampion itu di langit. Mereka bersinar dari dalam."

Perkataan Riku membuat Hana terdiam. Ada sesuatu dalam kalimat itu yang menyentuh hatinya, seolah-olah dia berbicara tentang sesuatu yang lebih dalam, lebih personal. Hana teringat lampion yang ia terbangkan malam sebelumnya, membawa harapan akan kebahagiaan sejati yang dia rindukan. Mungkin, tanpa sadar, dia juga sedang mencari cahayanya sendiri.

Saat malam semakin larut, Riku dan Hana menemukan diri mereka berdiri di depan sebuah stand permainan tembak-tembakan. Riku, yang tampaknya memiliki naluri kompetitif yang tinggi, dengan antusias mengajak Hana untuk mencoba peruntungannya.

"Ayo, Hana! Ini kesempatanmu menunjukkan skill tersembunyi," candanya sambil menyerahkan pistol mainan kepadanya. "Jika kamu bisa mengenai tiga sasaran, aku akan menghadiahi kamu dengan boneka besar itu."

Hana tertawa pelan. "Aku tidak yakin punya skill apa-apa dalam hal ini."

"Tenang saja, aku akan memberimu tips," kata Riku sambil menepuk bahunya. "Yang penting fokus dan jangan terburu-buru."

Hana mengikuti arahan Riku, berusaha mengarahkan pistol mainan ke sasaran yang berputar. Tembakan pertamanya meleset, tapi tembakan kedua berhasil mengenai sasaran dengan cukup tepat. Riku bersorak mendukungnya, membuat beberapa pengunjung lain yang lewat ikut tersenyum melihat kegembiraan mereka.

Lampion Cinta [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang