Bab 5

4 4 0
                                    

Setelah malam festival yang penuh kenangan, hari-hari Hana kembali ke rutinitasnya yang biasa. Namun, pikirannya terus terbayang-bayang pada peristiwa di festival, terutama momen-momen yang ia habiskan bersama Riku dan Yuki. Rasa hangat yang ia rasakan ketika bersama Riku bercampur dengan nostalgia yang muncul saat Yuki kembali hadir dalam hidupnya, membuat hatinya bingung dan bimbang.

Di hari Minggu pagi, Hana memutuskan untuk pergi ke kafe kecil di pusat kota yang sering ia kunjungi untuk mencari ketenangan. Ia memilih tempat duduk di sudut, dekat jendela besar yang menghadap ke jalan, dan memesan secangkir kopi hangat. Hana meraih buku catatannya dan mencoba menuliskan apa yang ada di pikirannya, berharap bisa memahami perasaannya dengan lebih jelas.

Namun, baru beberapa menit ia menulis, suara pintu yang terbuka membuatnya menoleh. Riku berdiri di pintu masuk kafe, tampak terkejut melihat Hana di sana. Senyum kecil tersungging di bibirnya ketika ia menyadari keberadaan Hana.

"Hana? Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini," katanya sambil berjalan mendekat. "Apa aku boleh duduk?"

Hana tersenyum dan mengangguk. "Tentu, silakan. Aku cuma ingin menulis sedikit sambil menikmati kopi."

Riku duduk di kursi di seberangnya dan memesan kopi untuk dirinya. Saat minuman mereka tiba, Hana merasa suasana di antara mereka sedikit berbeda dari biasanya. Ada sesuatu yang tak terucapkan, sesuatu yang seolah menggantung di udara. Mungkin itu karena obrolan mereka di festival belum sepenuhnya tuntas, atau mungkin karena Hana sendiri belum sepenuhnya memahami apa yang ia rasakan terhadap Riku dan Yuki.

"Bagaimana kabarmu setelah festival?" Riku memulai percakapan dengan nada ringan, meski ada nada kekhawatiran dalam suaranya. "Kamu terlihat agak murung."

Hana tertawa kecil, meski tawa itu terdengar agak canggung. "Aku baik-baik saja. Hanya saja, ada banyak hal yang sedang kupikirkan."

Riku memandangnya dengan serius. "Tentang Yuki?"

Hana terdiam sejenak. Ia tidak ingin mengelak dari pertanyaan itu, tetapi ia juga tidak tahu bagaimana menjawabnya. "Sebagian, mungkin," katanya jujur. "Aku tidak menyangka dia akan muncul tiba-tiba seperti itu. Membuatku... berpikir kembali tentang banyak hal."

Riku mengangguk, tampak berusaha memahami. "Aku bisa mengerti. Masa lalu kadang datang kembali tanpa kita duga, membawa pertanyaan-pertanyaan yang kita kira sudah kita jawab."

Hana menatap Riku, merasa terkejut dengan pemahaman pria itu. "Kamu benar. Aku tidak tahu apakah aku siap menghadapi semua itu lagi. Tapi, aku juga tidak bisa mengabaikannya begitu saja."

Riku menyandarkan punggungnya ke kursi dan mengambil napas dalam-dalam. "Aku tidak akan memaksamu untuk membuat keputusan cepat, Hana. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku di sini untuk mendukungmu, apa pun yang kamu pilih."

Kata-kata itu terdengar tulus, tetapi ada kegetiran yang terselip di dalamnya. Hana bisa merasakan bahwa Riku berusaha menahan diri agar tidak terlalu berharap, agar tidak terluka jika ternyata Hana memilih jalan yang lain. Perasaan ini membuat Hana semakin bingung, seolah-olah ada dua sisi dalam dirinya yang saling tarik-menarik.

"Aku hanya butuh waktu untuk memahami semuanya," jawab Hana, mencoba meyakinkan dirinya sendiri lebih daripada Riku. "Aku berjanji akan jujur padamu ketika aku sudah siap."

Percakapan mereka terhenti sejenak, dan kafe itu kembali dipenuhi suara-suara pelanggan lain yang sedang bercakap-cakap. Riku mengalihkan pandangannya ke jendela, tampak merenung.

"Kamu tahu," katanya tiba-tiba, "ada pameran foto di galeri minggu depan. Aku salah satu fotografer yang berpartisipasi. Mungkin kamu bisa datang."

Hana terkejut dengan undangan itu, tetapi ia merasa senang mendengarnya. "Tentu, aku akan datang. Aku ingin melihat karya-karyamu."

Lampion Cinta [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang