Bab 6

1 1 0
                                    

Hana terbangun dengan perasaan campur aduk saat pagi datang. Pertemuan dengan Yuki hari ini mengisi pikirannya. Ia merasa perlu untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mengganggunya, dan hanya dengan Yuki ia bisa menemukan kejelasan.

Hana menyiapkan diri dengan hati-hati. Ia mengenakan pakaian yang sederhana, namun elegan—blus putih dan celana jeans favoritnya. Meski demikian, jantungnya berdegup cepat saat ia keluar dari rumah dan menuju kafe tempat mereka akan bertemu. Kafe itu adalah tempat di mana ia dan Yuki biasa menghabiskan waktu bersama di masa lalu. Kenangan manis dan pahit bercampur aduk saat Hana mendekati pintu masuk.

Saat Hana tiba, Yuki sudah ada di sana, duduk di meja dekat jendela yang menghadap ke jalan. Ia tampak sedikit gelisah, tetapi wajahnya menunjukkan senyum kecil saat ia melihat Hana. Mereka saling menyapa dengan hangat, dan Hana duduk di hadapannya. Kafe itu masih memiliki suasana yang sama seperti dulu, tenang dan nyaman, dengan aroma kopi yang menyebar di udara.

"Terima kasih sudah mau datang, Hana," Yuki membuka percakapan setelah mereka memesan minuman.

"Aku juga ingin bertemu denganmu, Yuki," jawab Hana, mencoba terdengar tenang meski hatinya berdebar. "Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan."

Yuki mengangguk, tatapannya sedikit memudar saat ia berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Aku tahu aku pernah mengecewakanmu, Hana. Aku tidak bisa memutar waktu dan mengubah apa yang terjadi. Tapi aku ingin kamu tahu, aku selalu menyesal tentang cara kita berpisah."

Hana mendengarkan dengan seksama. Yuki jarang berbicara tentang perasaannya secara terbuka, dan mendengarnya mengatakan ini memberinya sedikit kejutan. Namun, ada bagian dari dirinya yang tetap skeptis. “Kenapa baru sekarang kamu ingin berbicara tentang ini?” tanya Hana dengan nada yang lembut namun penuh dengan rasa ingin tahu.

Yuki terdiam sejenak sebelum menjawab. "Selama beberapa bulan terakhir, aku terus memikirkanmu, tentang kita. Ketika aku melihatmu di pameran itu, aku sadar bahwa aku masih peduli padamu, lebih dari yang aku duga. Aku tidak bisa mengabaikan perasaanku lagi."

Hana merasakan dadanya sesak. Semua perasaan yang pernah ia coba kubur kini mulai muncul kembali. "Tapi, Yuki, saat itu kita berpisah karena sebuah alasan. Kamu memilih untuk fokus pada kariermu dan meninggalkan hubungan kita. Itu sangat menyakitkan bagiku."

"Aku tahu," Yuki berkata dengan nada menyesal. "Itulah yang membuatku merasa bersalah. Aku terlalu terpaku pada ambisiku, sampai-sampai aku kehilanganmu. Aku tidak ingin membuat alasan, tapi aku berharap kamu bisa memberi aku kesempatan untuk menebus semuanya."

Hana menatap Yuki, mencoba mencari kejujuran dalam matanya. “Dan bagaimana aku bisa yakin kalau itu tidak akan terjadi lagi? Bagaimana aku bisa percaya kalau kamu tidak akan memilih kariermu lagi di atas segalanya?”

Yuki mengambil napas dalam-dalam, tampak berpikir sebelum menjawab. "Aku tidak bisa memberimu janji kosong, Hana. Tapi aku sudah belajar dari kesalahan itu. Sekarang aku menyadari betapa berharganya kamu dalam hidupku, dan aku ingin memperjuangkan kita. Jika kamu mau memberiku kesempatan, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama."

Ada keheningan di antara mereka saat Hana merenungkan kata-kata Yuki. Dia merasakan kejujuran dan ketulusan dalam suaranya, tetapi luka masa lalu belum sepenuhnya sembuh. "Yuki, aku tidak tahu apakah aku siap untuk kembali. Aku sudah mencoba melanjutkan hidup, dan sekarang… ada seseorang yang membuatku merasa bisa bahagia lagi."

Ekspresi Yuki berubah saat mendengar kata-kata Hana. “Riku, ya?” tanyanya dengan nada rendah, matanya tertunduk.

Hana mengangguk pelan. “Iya. Riku telah menjadi bagian dari hidupku. Dia memberi aku dukungan dan kebahagiaan yang aku butuhkan. Aku tidak bisa berpura-pura bahwa aku masih berada di tempat yang sama seperti saat kita berpisah.”

Lampion Cinta [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang