*Author POV
Singkat saja, cincin itu lenyap, tak di temukan, dryenn sudah melakukan banyak cara, bahkan membayar orang untuk membantu mencari, tetap saja benda itu hilang, bersamaan dengan senyum dan tawa Skylar yang kini tak pernah dyrenn lihat lagi, hanya ada rasa marah, kecewa dan benci setiap dyrenn mencoba dekat, dyrenn tak akan mengacau lagi, dia salah, dia pantas menerima itu
Sudah seminggu pula Skylar selalu tidur diluar, entah dimana, dia selalu pergi, pelatih mulai curiga dengan suasana mencekam yang terjadi tapi beliau menunggu dan memberi ruang pada dyrenn untuk menyelesaikan nya, dyrenn bertanggung jawab dan dia sedang berusaha, namun..
"Menyerahlah.. mungkin sudah ada yang mencuri, walau jika dilihat tak ada yang spesial, bisa saja Skylar marah karena itu cukup mahal"
Rinz yang sudah lelah membantu untuk hari yang kesekian akhirnya unjuk rasa, memang sepertinya sudah cukup hal ini di lakukan, Arthur dan yang lain bahkan sudah tak ada minat lagi, lebih baik cari cara lain untuk meminta maaf, benar-benar sangat membuang waktu
"Jika hal ini terjadi pada Arthur apa kau juga akan menyerah?"
Dyrenn tahu pasti apa yang temannya itu pikirkan, mereka memang tak pernah saling menyinggung, tapi entah dari mana pengetahuan itu muncul begitu saja
Si tampan tertawa ringan, "Arthur tak sekuno itu, dia berbeda"
"Sebaiknya kau berhati-hati" Dyrenn bangkit dari tempatnya, menegakan punggung yang terasa luar biasa pegal, "kau lihat aku? Skylar bahkan tak paham sedikitpun apa yang aku rasakan, tapi dia tetap pergi"
Rinz tak setuju, dia tak suka jika Arthur dan Skylar terus di samakan, mereka sangat berbeda dari segi manapun, dan lagi.. dryenn bicara seakan-akan dia sudah melakukan yang terbaik, nyatanya sampai sekarang pun tak ada penjelasan apapun pada Skylar, dasar pecundang.
"Sekarang kau berani mengguruiku, setelah apa yang sudah aku ingatkan padamu sebelumnya?" Rinz tak memberi penekanan pada kalimatnya, namun dyrenn cukup terpojok
"Berulang kali ku katakan untuk tidak serakah, kau tau pasti Skylar mencintai wanita itu, tak ada bantahan, sekuat apa usahamu, kau tak bisa memilikinya, tapi apa yang kau lakukan? Berusaha mengatur hidupnya? Seharusnya kau malu" rinz benar-benar tak peduli lagi jika temannya itu terluka, karena sebaik-baik nya seseorang adalah dia yang selalu mengingatkan temannya
"Jika aku jadi kau! Aku cukup puas melihat dia setiap hari, bicara dan sarapan bersama, atau berpelukan sebelum tidur.. Aku tak akan membiarkan dia terluka"
Dyrenn tertampar, keras sekali, rasanya dia ingin meninju sesuatu, tapi tak ada keberanian, rinz benar.. seutuhnya masalah ini terjadi karena dia yang tak bisa mengontrol perasaan nya lagi
"Aku mengerti jika kau cemburu, tapi seharusnya hanya sebatas itu"
Kini rinz mendekat dan merangkulnya, menuntun dyrenn ke balkon, menikmati dinginnya angin malam, menatap ribuan bintang yang nampak berpindah-pindah, jika saja keindahan itu bisa di raih, nyatanya mengatur logika saja sulit dilakukan
"Apa rencanamu selanjutnya?" Rinz mengambil rokok dalam saku, membakarnya, menyesap kuat, lalu melihat sekeliling jika saja ada orang lain yang melihat
"Entahlah.. berkemas mungkin?"
"Dia tak akan menyingkirkanmu, sejauh ini saat didepan kamera dan pelatih dia terlihat sangat profesional, tak ada yang tau bahwa dia sedang mengutukmu dalam hati"
"Tapi dia berubah, tak ada aktivitas yang rutin dilakukan lagi, dia benar-benar menghindar, seolah menyuruhku pergi tanpa dia bicara"
"Wajar saja, dia mengira kau mengincar wanita itu, pria mana yang akan diam saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUTSUJIN
FantasyMulutku diam, tapi hati dan otakku terus bicara, semuanya terasa menyenangkan dan sangat rumit, aku berusaha untuk terus berada dalam kewarasan ku.