-Jaksa Ko, adalah Jaksa kebanggaan Jo

14 7 0
                                    

Enjoy to my story

HAPPY READING

Jaksa Ko Young joo, selalu menjadi Jaksa kebanggaan Joshua. Sejak kecil, dirinya selalu menonton berita persidangan, ya, jika salah satu Jaksanya adalah Jaksa Ko. Namun sialnya, sang ibu selalu mematikan televisi atau bahkan memindahkan saluran, dan Joshua selalu merengek akan hal itu.

Namun dia bisa apa? Ibunya tidak pernah mengindahkan perkataannya. Pada akhirnya, Joshua hanya bisa kembali mengurung diri di kamarnya, di selingi isak tangis yang tertahan.

"Jo, ibu gak suka ya kalo kamu jadi Jaksa, ibu gak mau!" ucap Sang Ibu.

Waktu itu libur semester dan Joshua memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya yang terletak di Nam-dong Cheon, di kota Hwa-seong. Letaknya jauh dengan Seoul, mungkin membutuhkan waktu sekitar sembilan jam perjalanan. Hwa-seong sendiri bukanlah kota besar.

"Jo cuma mau jadi Jaksa, bu," ucap Joshua. Melihat Jaksa Ko Young Joo, dia tentu bangga, dan dirinya ingin menjadi seseorang yang bisa membantu orang lain.

"Halah kamu ini, jadi Jaksa gak ada pengaruh besar buat ibu sama ayah. Coba jadi Arsitek, orang-orang akan tau suatu saat nanti kamu berhasil membangun rumah untuk ayah dan ibu!" sarkasnya yang tentu saja, Joshua sakit hati mendengarnya.

"Jadi Jaksa juga, Jo bisa kok beliin ibu rumah," timpalnya yang waktu itu kelewat kesal, "lagi pula sekarang sudah tanggung, Bu, Jo sudah semester dua akhir."

"Hump! Terserah kamu ajalah, Jo, ibu gak peduli, berusaha sendiri aja kalo masih kekeh mau jadi Jaksa, ibu stop kirim uang buat kamu!" dan sang Ibu pergi begitu saja, meninggalkan Joshua yang termangu mendengar perkataannya.

---

Hilarious University of Seoul adalah universitas bernama yang terletak di kota Seoul. Berisikan kalangan mahasiswa-mahasiswi dari keluarga teratas, namun tidak sedikit juga yang masuk melalui jalur beasiswa. Salah satunya adalah Joshua.

Meski begitu, dia masih membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi dirinya, ibu dan ayah benar-benar lepas tangan atas dirinya. Mereka hanya mau membiayainya jika dia mau menuruti keinginan sang ibu, yang tidak lain adalah menjadi seorang Arsitek.

Saat itu siang hari, Joshua memiliki kelas siang hari ini. Itu akan di mulai pukul 13.30 dan bisa berakhir sekitar pukul 16.00 atau mungkin lebih cepat.

Tadi pagi, usai Sanha dan Jeonghan berada di kostnya, mereka memutuskan pulang ketika jam menunjukkan pukul 09.30AM. Jeonghan memiliki Aktivitas lain, sedangkan Sanha? Dia mengatakan akan berangkat dengan kekasihnya.

Ponsel Joshua berdering, tertera nama Jeonghan di layar. Dia menggeser tombol telepon berwarna hijau dan telepon langsung tersambung.

"Shua, dimana? Gue ke kost lo, lo malah gak ada," ucap Jeonghan dari seberang sana.

"Gue di halte, mau ke kampus sih ini Han," jawabnya, sesekali melirik Arloji untuk memastikan dirinya tidak akan telat datang.

"Ya ampun, lo tunggu di sana, jangan kemana-mana, gue otw," titah Jeonghan.

Joshua hanya bergumam sebagai tanggapan. Lalu dia mematikan telepon, kembali membuka buku untuk sekedar membaca beberapa materi.

Dirinya harus mendapat nilai yang sempurna sampai akhir, dia tidak mau membuat ayah dan ibunya kecewa. Meskipun tidak mendapat dukungan sedikit pun, hati kecilnya berkata jangan sampai dia membuat kecewa orang tuanya.

Hingga mobil BMW putih yang Joshua kenal itu milik Jeonghan tiba di depannya, kaca mobil di turunkan dan nampaklah Jeonghan dengan style yang berbeda.

"Masuk, Shua," titah Jeonghan.

Itu di angguki Joshua, dan dia masuk ke dalam mobil, duduk dengan nyaman di kursi penumpang.

"Lo kenapa gak nungguin gue sih," protes Jeonghan, dirinya sudah terbiasa bersama Joshua.

Joshua menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "ya sorry Han," helaan nafas terdengar cukup berat, "gue kayanya terlalu ngerepotin lo sama keluarga lo, Han," ucapnya.

"Ngomong apa sih Shua, gue kan udah bilang, repotin gue aja, gue seneng kalo lo apa-apa ngomongnya ke gue," jelas Jeonghan, tangannya terulur, menggenggam tangan Joshua dengan ibu jarinya yang mengelus punggung tangan Joshua. "Jangan repotin orang lain, repotin gue aja, dan jangan mikir kaya gitu lagi, ya," jelas Jeonghan.

Pikiran dari mana dia berpikir seperti itu?

"Han, makasih ya," senyum manis itu Joshua berikan, meski sebenarnya terlalu berat untuk sekedar tersenyum.

Jeonghan mengantarkannya hingga Fakultas hukum, dia mengusak rambut Joshua gemas. "Nanti kalo kelas lo udah selesai, telepon aja ya, gue jemput," titah Jeonghan.

"Iya deh, tar gue telepon lo, udah sana ah, lo juga bentar lagi ada kelas kan?" Jeonghan mengangguk, dia lantas kembali mengemudikan mobilnya menuju Fakultas kedokteran.

"Jo!" yang di panggil menoleh, ada Sanha setengah berlari kecil ke arahnya. Oh, jangan lupakan laki-laki tinggi dan tampan yang mengekori pria manis itu.

"Sama Jeonghan?" pertanyaan yang seharusnya tidak dia tanyakan.

"Heem," gumam Joshua.

"Udah jadi?" tanya Sanha dengan polosnya.

Joshua mengerutkan keningnya, "hah? Apaan maksud lo? Jadi apa?"

Laki-laki tinggi di belakang keduanya, Cha Eun Woo, tertawa pelan, "ternyata lo gak peka ya orangnya, pantes aja Jeonghan gak nembak-nembak lo."



TO BE CONTINUED

Ambisius [Yoonhong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang