"Suatu saat nanti, makam kosong itu. akan terisi jasadku kan, bunda?
Shaka Azzam.
....
DANDELION
.
.
.Jangan pergi bunda
💃💃💃
Lia, wanita yang sudah tidak lagi muda itu menatap pantulan dirinya di cermin. Bayang-bayang Raka yang sedang tertawa, tersenyum dan merajuk itu berputar bagai kaset rusak di dalam otaknya.
Sudah seminggu Raka pergi, namun rasa bersalah di dalam hatinya belum juga hilang.
"Aku gak salah," ucapnya pelan.
"Ya, ini semua bukan salah aku. Gak seharusnya aku merasa bersalah seperti ini."
"Jika saja, anak itu tidak meninggalkan Raka sendiri. Mungkin, Raka masih ada disini sekarang. Ya, semua ini karena anak itu."
Rahang Lia mengeras, pikirannya terbagi menjadi beberapa bagian. Lingkaran hitam di bawah matanya menjadi bukti bahwa selama seminggu ini, Lia tidak bisa tidur dengan nyenyak.
"Raka, maafin bunda..."
Tok tok tok
Suara ketukan pintu itu berhasil membuat Lia terkejut, cepat-cepat ia mengusap pipinya yang sedikit basah sebab air mata.
"Juan?"
"Bunda, sarapan sudah siap. Ayok sarapan bunda." ajak Juan lembut, wajah laki-laki tampak letih dan lesu, namun ia mencoba tetap kuat untuk sang bunda dan adik-adiknya.
"Raka, makan tidak?"
Juan menghela nafas.
"Bunda, jangan kaya gini. Kasian Raka disana, Raka pasti sedih lihat bunda kaya gini."
"Bunda kangen Raka,"
'lebih tepatnya, bunda sangat merasa bersalah.'
"Nanti kita ke makam Raka ya bunda, kita ziarah, kita doain Raka sama-sama."
Bunda terdiam, apakah harus? Ia malu bertemu Raka.
"Sekarang kita sarapan dulu, yang lain sudah nunggu bunda."
"Bunda gak mau ketemu anak itu, Juan."
Juan terdiam, mengingat salah satu adiknya yang sudah seminggu bunda kurung di dalam gudang.
"Anak itu, engga ada bunda---"
"Apa anak itu mati?"
Lia segera memotong ucapan Juan.
"Benar, anak itu sudah mati semenjak Raka meninggal. Iya kan? Makam kosong di sebelah makam Raka jadi buktinya."
Bolehkah Juan merasa sakit hati? Tidak, Juan hanya tidak bisa membayangkan rasanya menjadi Shaka. Bayangkan, kita masih hidup tapi sudah di buatkan makam atas nama kita oleh ibu kandung kita sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION (Slow Update)
ChickLit"Kamu tau? Abang itu ibarat bunga Dandelion." "Kenapa Dandelion?" "Karena mau sekencang apapun angin meniup bunga itu, bunga Dandelion akan tetap berada di tangkainya. Sama seperti Abang, mau sebanyak apapun orang menyuruh Abang pergi, Abang akan t...