01. The Rose Garden

22 5 1
                                    

Musim semi telah menyelimuti kerajaan Obsidian dengan cahaya keemasan yang lembut. Taman istana yang membentang luas, dipenuhi lautan warna yang beragam. Udara yang segar membawa aroma bunga-bunga yang bermekaran-bunga lili yang lembut, melati yang harum, dan yang terpenting, mawar. Bunga-bunga itu tumbuh dengan subur di tempat ini, warna merah, putih, dan merah muda, kelopak-kelopaknya seperti beludru, dan aromanya memabukkan. Taman-taman itu hidup diberkati oleh senandung alam-bisik angin melalui pepohonan, nyanyian burung yang tersembunyi di antara dahan-dahan, dan kepakan sayap kupu-kupu yang sesekali melintas.

Namun di tengah-tengah dunia yang penuh warna ini, di sudut terpencil dekat Istana Bulan, ada keheningan yang menenangkan. Sebuah taman mawar tersembunyi di balik rerimbunan tanaman yang tinggi, pintu masuknya ditandai dengan lengkungan yang ditenun dengan tanaman merambat. Itu adalah tempat terpencil yang hanya diketahui oleh segelintir orang-sebuah tempat perlindungan bagi mereka yang mencari kedamaian di tengah kekacauan istana.

Armeria Vier Kraftvoll, putri bungsu keluarga kerajaan, adalah salah satu dari sedikit orang tersebut.

Di usianya yang baru sepuluh tahun, ia sudah menjadi sosok yang sangat cantik, meskipun ia sendiri tidak menyadarinya. Rambutnya yang panjang berwarna pirang keabuan tergerai di punggungnya bagai gelombang lembut, menangkap cahaya yang menembus dedaunan pohon. Matanya yang berwarna biru tua yang menawan memantulkan kejernihan langit, namun menyimpan kesedihan yang tersembunyi, beban yang terlalu berat untuk anak seusianya. Mengenakan gaun putih yang kontras dengan warna-warna cerah dari bunga yang sedang bermekaran, ia berlutut di rerumputan, tangannya yang mungil dengan lembut menggenggam tangkai bunga mawar, berhati-hati agar tidak terkena duri.

Dia sedang mengumpulkan bunga untuk ibunya.

Kalmia, salah satu selir raja yang dulunya merupakan sosok yang bersinar di istana. kini terbaring lemah di tempat tidur di sebuah ruangan di dalam istana Bulan, kekuatannya memudar setiap harinya. Meskipun Armeria telah diberitahu bahwa penyakit ibunya tidak dapat disembuhkan, ia tetap berharap bahwa keindahan bunga mawar dapat memberikan sedikit kedamaian bagi ibunya, sebuah pengingat akan dunia di luar dinding istana yang menyesakkan.

Dengan setiap mawar yang dipetiknya, Armeria membisikkan doa dalam hati, bibirnya nyaris tak bergerak. Ia tidak menangis-air mata adalah hal yang sudah lama ia pelajari untuk ditahan-tetapi hatinya terasa sakit dengan setiap kelopak bunga yang jatuh ke bawah ujung kakinya. Dunia di sekelilingnya masih hidup, namun orang yang paling ia cintai sedang menjauh, seiring dengan satu helaan nafas yang semakin lemah.

Saat ia meraih bunga yang mekar lagi, gemerisik langkah kaki yang lembut mengusik kesendiriannya.

Dari lengkungan pintu masuk yang teduh, seorang anak laki-laki melangkah menuju cahaya.

Augen Starksten, bertubuh jangkung untuk usianya yang masih lima belas tahun, berjalan memasuki taman, tertarik dengan keindahan yang tenang dan tampak kontras dengan aula istana yang sumpek. Rambutnya yang hitam, sehitam langit tengah malam tanpa bulan dan bintang, dibiarkan tergerai begitu saja di dahinya, dan matanya yang semerah batu rubi menatap pemandangan di hadapannya dengan tatapan yang teduh dan tenang. Dia berpakaian sederhana namun elegan, pakaiannya menjadi tanda garis keturunan bangsawannya.

Ini adalah kunjungan pertamanya ke istana kerajaan. Ia mendampingi kakeknya, Duke Sieben Starksten, dalam sebuah kunjungan resmi menemui raja. Tak sabar menunggu kakeknya yang sedang melakukan pembicaraan yang tidak ada habisnya dengan bangsawan yang lain dan muak dengan formalitas kehidupan istana yang membosankan, Augen menyelinap pergi, langkahnya membawanya masuk lebih dalam ke dalam taman, mencari ketenangan di tempat terbuka.

Dia tidak menyangka akan menemukan seorang anak perempuan di sini, apalagi sang putri yang sering dia dengar rumornya.

Awalnya, Augen tampak ragu-ragu, matanya menyipit saat ia memperhatikan anak perempuan itu dari kejauhan. Ia tampak begitu kecil, begitu lemah, sosoknya yang mungil hampir menyatu dengan bunga-bunga di sekelilingnya. Untuk sesaat, pemandangan sang putri -yang berlutut di tengah-tengah bunga mawar, jari-jari mungilnya yang putih mengusap kelopak bunga dengan hati-hati- terlihat hampir tidak nyata, seolah-olah anak perempuan itu adalah bagian dari taman itu sendiri, sesosok dari dunia mimpi.

The Liar PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang