05. Gifts of Remorse

8 3 0
                                    

Hari-hari setelah pemakaman Lady Kalmia kembali berjalan seperti biasa, semua kenangan akan dirinya menjadi gaung samar yang dengan cepat tenggelam oleh deru badai perang.

Di lorong-lorong istana, bisik-bisik tentang wafatnya Lady Kalmia telah menghilang. Digantikan oleh perbincangan yang cukup menegangkan dan berbagai perintah tegas dan mendesak seiring dengan peperangan yang semakin dekat.

Kerajaan Obsidian mempersiapkan diri dengan teliti. Baju besi dan pedang berdenting, strategi-strategi perang disusun di balik pintu tertutup. Di tengah-tengah semangat ini, ketidakhadiran Lady Kalmia hanya menjadi gumaman pelan di antara beberapa orang yang benar-benar mengingatnya.

Pada suatu sore di musim panas, dengan cuaca yang cerah namun penuh dengan kesibukan, Pangeran Lucian ein Kraftvoll duduk di ruang kerjanya yang berada di dalam Istana Putra Mahkota. 

Sinar matahari masuk melalui jendela-jendela yang tinggi dan melengkung, memancarkan cahaya keemasan di atas perabotan kayu berwarna gelap dan rak-rak yang dipenuhi dengan buku dan gulungan kertas yang tertata rapi. Sang pangeran duduk menghadap meja kayu mahoni yang megah, tangannya dengan cepat berpindah dari satu dokumen ke dokumen lainnya, memeriksa dan menandatangani dengan cermat. 

Sebagai putra sulung mendiang Ratu Verbena, sang pangeran mewarisi rambut keemasan dan mata biru cerahnya. Parasnya yang lembut diperindah dengan senyumnya yang ramah, sementara pemikirannya sangat tajam dan penuh strategi layaknya pemimpin yang telah berpengalaman.

Lucian adalah seorang pria yang memperhitungkan setiap langkahnya dengan hati-hati. Walupun senyumnya hampir tidak pernah hilang dari wajahnya, namun dia selalu penuh dengan kewaspadaan. 

Sang putra mahkota sangat menyayangi adik perempuannya, Armeria. Namun, ada saat dimana dia memilih untuk menjaga jarak. Sikapnya tersebut dilakukan sebagai tindakan perlindungan terhadap mata awas ratu saat ini, Frau, yang mengamati setiap gerakan mereka dengan penuh kecermatan.

Untuk menjaga adiknya tetap aman dari kejamnya para penghuni istana, Lucian jarang sekali menunjukkan kasih sayangnya kepada sang adik. Namun, di dalam hatinya, sang adik merupakan salah satu orang yang sangat dia percaya.

Sore hari itu, ketika Lucian masih tenggelam dalam tumpukan dokumen urusan negara, laporan militer, dan surat-surat diplomatik yang tak ada habisnya, sebuah ketukan lembut terdengar di pintu ruang kerjanya. 

Sambil mendongak, Lucian berseru, " Masuklah."

Pintu terbuka dan menampakkan Lady Adriana Bauer, tunangannya. Putri dari Duke Bauer. 

Adriana adalah seorang gadis yang tenang dan cerdas, yang dikenal di seluruh lingkungan istana karena ketegasannya dan keberaniannya yang tak tergoyahkan. Rambutnya yang lurus dan hitam legam tergerai di atas bahunya. Mata abu-abunya yang tenang dan jernih, membawa binar kecerdasan. 

Banyak yang menghormatinya karena sifatnya yang tenang dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai situasi di lingkungan istana dengan keterampilan yang sempurna. Aura di sekelilingnya lembut tapi tegas; dia adalah sosok yang dikagumi.

Adriana memasuki ruang kerja.

"Yang Mulia," gadis itu menyapa. Senyum tipis tersungging di bibir saat dia mendekati meja sang pangeran. "Saya harap saya tidak mengganggu anda."

"Lady Bauer," jawab Lucian dengan sedikit senyum ramah. "Tidak sama sekali. Silakan duduk."

Adriana meraih kursi di dekatnya, matanya mengamati banyak dokumen yang terhampar di meja. "Anda sudah bekerja sejak subuh, saya kira?"

Senyum Lucian berubah masam. "Aku tadi sudah beristirahat sejenak untuk minum teh, aku bersumpah."

"Apakah Anda sudah makan siang, Yang Mulia?" tanya Adriana lagi, nadanya lembut namun tegas.

The Liar PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang