TIN—TIN—TIN
Suara penanda mobil yang sedang diparkir mundur. Anasha ingin mengetahui siapa yang datang ke rumahnya, ia memanjat jendela kamarnya dan melihat kearah garasi, Bunda sama papa? Dari mana saja mereka?
Anasha memutuskan untuk tidak mempedulikan kedatangan mereka. Pun, mereka tidak akan mempedulikan keadaan Anasha yang terluka berat akibat ulah mereka berdua sendiri.
Dari kemarin, Anasha memilih untuk mengurung diri di dalam kamarnya, dan keluar kamar untuk membeli beberapa makanan untuk seharian juga beberapa camilan untuk menemaninya belajar.
Terdengar suara tawa bahagia dari arah luar kamar Anasha, itu suara tawa Reza dan Rani. anasha menghembuskan nafasnya kasar. "Hadehh, terserah, deh." ucapnya sembari menyeruput secangkir susu cokelat dingin yang berada di sebelah lembaran soal miliknya.
CEKLEK—NGIKK
Reza membuka kamar Anasha dengan wajah datar khasnya. Ia melihat keberadaan anaknya yang asyik menatap lembaran soal seolah tidak mempedulikan siapa yang membuka pintu. Ia melihat Anasha yang hanya diterangi oleh cahaya lampu belajar dan perban yang membalut kepala dan lengannya.
"Anasha, kamu ga usah lebay pake perban segala. Udah ketahuan banget kok, kamu yang dorong bunda," Sindir Reza seraya menatap sinis siluet gadis itu.
Si bajingan ini, semakin bodoh, ternyata. Anasha tetap berusaha fokus pada angka-angka yang tertera pada kertas putih di hadapannya.
Reza merasa kesal karena tidak direspon apapun. Ia menutup pintu kamar Anasha dengan kencang sehingga membuat rumah itu sedikit bergetar.
"Anjai gempa. Ga sekalian aja dibanting sampe copot?" batinnya sembari memutar bola matanya, malas. Jika kejadian ini terus terulang, ingin rasanya ia berkata pada seluruh dunia bahwa Reza dan Rina adalah pembohong handal yang pandai bermain drama.
Ia kembali mengarahkan fokusnya untuk kembali ke kertas yang akan dikumpulkan esok pagi di ruang guru sebelum bel kelas. Lombanya akan dilaksanakan tiga hari lagi, dan Anasha harus berangkat ke Jakarta dua hari lagi.
Pukul sebelas malam? Anasha harus pergi ke kamar mandi dan segera memejamkan matanya untuk beristiraha, seharusnya. Tapi Anasha masih duduk di kursi belajarnya serta menuliskan rangkuman.
Namun matanya sudah teramat berat untuk melihat, ia sesekali mengedip-ngedipkan matanya dan meminum susu yang berada di sebelahnya.
"Hoaaamm. Tidur aja kali, ya? Gue ngantuk bangett." Anasha memutuskan untuk pergi kekamar mandi untuk mencuci wajahnya lalu membersihkan diri.
Ia keluar dari kamar mandi dan naik ke atas ranjangnya yang nyaman. "Semoga pas gue bangun, ada mamah," harapnya.
TRING TRING TRING
Pukul lima pagi, Anasha harus segera bersiap-siap untuk berolah raga. Mata gadis itu masih sayu dan masih ada kantuk yang meliputi Anasha.
Ia turun dari ranjangnya yang berjalan kearah pintu kamar mandi. Hari ini, ia akan berencana berolah raga sendiri tanpa Asza. Karena Asza sedang ada urusan sejak kemarin malam.
Kini, Anasha berjalan melalui rumah-rumah tetangganya untuk pergi ke taman komplek. Ia memutuskan untuk berolahraga di dekat taman komplek karena di sana jarang di kunjungi oleh manusia saat pagi hari.
"Anasha, nitip buat mama kamu, dong. Ini tante ada sesuatu buat mama kamu." sapa Evellyn—tetangga Anasha.
Anasha berhenti sejenak dan menghampiri Evellyn yang sedang menjinjing sekantong makanan, kue beras? Makanan kesukaan Shafa yang juga kesukaan Asza.
"Tante, mama udah ga di sini, heheh." ucap Anasha dengan wajah tersenyum sopan. Evellyn benar-benar tidak tahu apa yang sudah terjadi dua bulan belakangan ini.
"Maksudnya? Shafa kemana, memangnya? Pulang kampung?" tanya Evellyn seraya mengangkat sebelah alisnya.
"M-mama sama papa udah pisah, tante..." jawaban Anasha tadi, benar-benar menjadi gemuruh bagi Evellyn. Evellyn adalah teman dekat Shafa sejak mereka SMP.
|| FLASHBACK ON ||
"Lyn, kamu kok ada disiniii?!" seru seorang perempuan dengan gaun putih yang berada di depan rumah putih nan mewah.
"SHAFA?! IH KAMU DI SINI JUGA?" tanya Evellyn yang malah belum menjawab pertanyaan Shafa. Shafa menghampiri Evellyn—sahabatnya dengan langkah yang ria. Sama dengan Evellyn yang berlari senang untuk berpelukan dengan sahabatnya.
"Kok kamu bisa di sini, Eveee?!" tanya Shafa yang kedua kalinya sembari menatap wajah sang sahabat. Evellyn memposisikan tubuhnya menghadap Shafa juga.
"Aku tinggal di sini sama suami aku, Shaa..." jawab Evellyn dengan santai. Shafa mengangguk pelan bertanda mengerti dengan perkataan Evellyn.
|| FLASHBACK OFF ||
"Kok Shafa ga bilang ke saya dulu?" tanya Evellyn dengan wajah bingung. Ia memikirkan apakah Shafa memiliki masalah dengannya sampai tidak ingin memberitahu hal sebesar ini.
"Sebelumnya, Aca minta maaf karena ga ngasih tau ini, tante... Mama sama papa juga pisahnya dadakan banget. Paginya ngomong, malemnya langsung pisah..." jelas Anasha dengan hati-hati.
Evellyn mengangguk mengerti dengan penjelasan singkat dari Anasha. Kalau boleh jujur, Evellyn merasa bersalah karena menanyakan hal tersebut kepada Anasha karena terkesan mengulik kehidupan gadis itu.
"Yasudah, nggak apa-apa, Anasha... Maaf, ya, tante jadi bikin kamu sedih. Ini makanannya buat kamu aja, ya." tutur Evellyn dengan lembut seraya memberikan sekantung makanan yang ia pegang.
Anasha berterima kasih kepada Evellyn disertai senyumannya. Hatinya masih terlalu awal untuk mengenang kembali hari dimana pertama kalinya Anasha mendengar 'perceraian.'
Anasha memutuskan untuk kembali kerumah dan membatalkan olahraganya. Ia ingin memberikan kue beras itu kepada Asza.
"Bang, gue punya kue beras, mau gaa?" Anasha menawarkan kue itu seraya melambai-lambaikan kue yang berada di tangannya dan siap dimakan oleh dirinya.
"Dapet dari mana, lu? Gue baru tau kalo ada yang jual kue beras?" tanya Asza sembari duduk di sebelah adik perempuannya.
"Gue dikasih sama tante Eve, katanya buat mamah. Tapi pas gue jelasin, kata tante Eve, kuenya buat gue aja. Kalo ada mama, sih... Langsung gue kasih mamaa." jelas Anasha sembari mengunyah kue beras.
Asza mengangguk paham dengan penjelasan adiknya. Sayang sekali sudah tidak ada Shafa di rumah, kalau ada Shafa, mungkin mereka akan menyantap kue beras sembari mentertawai candaan Asza yang cringe.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA UNTUK NASHA
Non-FictionLelah, itu bukan kata yang jarang bagi Anasha. Seorang gadis SMA yang harus menerjang pedihnya hidup diusianya yang masih membutuhkan kasih sayang orang tua. "Kamu nggak berguna banget, sih!" Adalah kalimat yang seringkali Anasha dengar dari lisan s...