"Kadang, satu tatapan bisa membekas, membuat kita terjebak dalam rasa yang mungkin hanya waktu yang bisa menjawab."
*
*
*Pagi itu, suasana di sekolah seperti biasa. Hiruk pikuk murid-murid yang sibuk dengan kegiatan mereka, berlarian di koridor, beberapa tertawa, ada juga yang sibuk berdiskusi tentang tugas yang hampir jatuh tempo. Di antara mereka, Thea duduk di bangkunya, memandang selembar tugas yang harus dikumpulkan ke ruang guru.
"Thea, kumpulin tugas kamu ini ke bu Sri di ruang guru, ya," ujar Bu Dini
Thea menghela napas panjang, "Sendirian, Bu?" tanyanya berharap ada teman yang bisa menemani.
"Iya, cepat sebelum jam berikutnya dimulai," jawab Bu Dini tegas.
Dengan terpaksa, Thea bangkit, membawa selembar tugas nya. Meskipun ruang guru tidak terlalu jauh, perasaan ga enak untuk pergi sendirian tetap ada. Setelah mengetuk pintu ruang guru dan menyerahkan tugas, Thea segera keluar, ingin cepat-cepat kembali ke kelas.
Ditengah perjalanan, tanpa sadar langkahnya bertabrakan dengan sesuatu, lebih tepatnya seseorang.
Bruk!
"Aduhh, hati-hati dong!" kata Thea dengan nada tinggi hampir marah, sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Ia terkejut oleh tabrakan itu. Ia menatap lurus, siap melampiaskan amarahnya, tapi semua hilang begitu dia melihat sosok yang berdiri di depannya.
Cowok dengan tinggi sekitar 180 cm, ber wajah tampan dan memiliki ekspresi yang datar, kulit putih ke kuning-kuningan dengan alis yang tebal. Seolah-olah kejadian barusan tidak penting sama sekali. Thea membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Dia hanya terdiam dan hanya bisa memandangi wajah cowok itu.
Saat cowok itu hendak melangkah pergi tanpa sepatah kata, mata Thea sekilas tertuju pada nametag yang terpapar jelas di seragam putihnya "Kendra Darwish"
Nama itu terpatri di benak Thea, bersamaan dengan tatapan datar cowok itu. Seolah tak peduli pada tabrakan tadi, Kendra hanya melirik sekilas, lalu dengan acuh berjalan pergi meninggalkan Thea yang masih terpaku di tempat.
Jantung Thea berdebar lebih cepat. Awalnya dia ingin marah, tapi entah mengapa, amarah itu menguap begitu saja saat melihat Kendra. "Kendra Darwish." gumamnya dalam hati, nama yang terasa asing namun tiba-tiba jadi begitu menarik.
Dia menatap punggung Kendra yang semakin menjauh, sementara perasaan tak terduga mulai merayap di hatinya. Bukan soal tugas lagi yang mengganggunya, tapi sosok cowok itu, dengan nametag "Kendra Darwish" yang kini sudah menempel di pikirannya.
***
Thea bergegas menuju kelas setelah kejadian itu. Pikirannya masih penuh dengan sosok yang ia temui sebelumnya. Jantungnya belum berhenti berdebar. Tanpa menunggu lebih lama, dia segera bertemu dengan teman-temannya yang sedang berkumpul di pojok kelas.
"Woii! kalian tau ga si" seru Thea dengan wajah penuh semangat, membuat semua temannya menoleh ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Hana sambil memandang penasaran.
Thea mengambil napas cepat sebelum melanjutkan. "Barusan gue ketemu cowok! Ganteng banget, tinggi, tapi gue ga pernah lihat dia sebelumnya!"
Semua mata terarah ke Thea.
"Siapa? Siapa?!" tanya Diva antusias.
"Gue juga ga tau! Tapi pas tadi keluar dari ruang guru, gue tabrakan sama dia. Terus, liat nametag nya, Kendra Darwish!" jawab Thea cepat, masih terbayang wajah tampan cowok itu.
Dara, yang sedari tadi mendengarkan dengan santai, tiba-tiba menyelutuk, "Oh, Kendra Darwish? Ya ampun, Thea, dia itu famous lho! Tapi bukan karena sering nongol ya, malah sebaliknya."
Thea menatap Dara dengan kening berkerut. "Famous gimana maksud lo?"
Dara mengangguk, sambil menambahkan, "Dia itu anak yang super tertutup. Bener-bener jarang banget ngobrol sama orang lain. Bahkan temannya pun gak banyak. Kendra hampir nggak pernah main sama teman-temannya di sekolah. Kalian jarang lihat dia, kan? Itu karena dia selalu diem, nggak banyak interaksi sama orang."
"Oh, iya! gue pernah denger sih soal itu," timpal Cinta.
"Katanya sih, meskipun dia ganteng, banyak cewek nggak berani deketin dia gara-gara sifatnya yang terlalu cuek."
"Tapi jujur sii, dia emang ganteng banget !" tambah Trisya sambil tertawa kecil.
Thea tertegun. "Serius, dia nggak pernah ngobrol sama orang?"
Dara mengangguk lagi. "Iya, dan kalau pun dia ngomong, biasanya cuma sama orang-orang tertentu. Itu pun jarang banget."
Thea masih tak percaya. Rasanya sulit membayangkan cowok seperti Kendra tidak punya banyak teman. Ganteng, tinggi, tapi.. cuek. Bayangan pertemuan singkat mereka tadi semakin kuat dalam benaknya. Meskipun Kendra tidak memperhatikannya, Thea tiba-tiba merasa ada sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang cowok itu.
"Wah, Thea, bisa tabrakan sama Kendra aja udah termasuk prestasi loh." canda Hana sambil tertawa.
"Diva menatap Thea dengan mata berbinar "Bau bau ada yang mau kasmaran nih."
Thea hanya tertawa kecil, meskipun di dalam hati, ada perasaan aneh yang mulai muncul, keinginan untuk mengenal lebih dalam siapa sebenarnya Kendra Darwish yang misterius itu.
***
Bel sekolah berbunyi, menandakan waktu pulang telah tiba. Thea segera mengemasi buku-bukunya, tapi pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Kendra Darwish. Tanpa sadar, matanya mengintai ke arah pintu gerbang sekolah, mencari sosok yang tadi pagi begitu memikatnya.
Dan benar saja, di antara kerumunan murid yang hendak pulang, Thea melihat Kendra berjalan cepat, hampir terburu-buru. Dengan tinggi badan yang menonjol, Kendra mudah dikenali, meski langkahnya seolah tak ingin diperhatikan.
"Sumpah, dia kalo jalan cepat banget si!" batin Thea. Dia merasa penasaran dan ingin tahu lebih banyak, tapi jarak antara mereka semakin jauh. Thea mencoba mempercepat langkahnya, tapi rasanya tak mungkin mengejar Kendra.
Tepat saat Thea masih fokus memperhatikan Kendra yang semakin menjauh, suara mesin motor yang nyaring tiba-tiba terdengar dari belakang.
"Bremmm!"
Motor sport hijau terang melesat cepat ke arah Thea.
"Woy, Thea! Pulang bareng yuk!" seru seseorang dari atas motor itu. Ternyata itu Bastian, cowok tengil yang selama ini selalu berusaha menarik perhatian Thea. Dengan motor Ninja-nya yang mentereng, Bastian menepi di samping Thea sambil menyeringai lebar.
Thea menghela napas, sudah hapal dengan gaya Bastian yang selalu sok asik.
"Ga, Bas, gue pulang sama yang lain aja." jawab Thea dengan nada tegas.
Bastian tak menyerah. Dia mulai melemparkan gombalan khasnya.
"Ayolah, masa lo selalu nolak tumpangan gue? Masa cewek secantik lo jalan kaki sih?" katanya sambil berkedip nakal.
Thea hanya memutar mata, sudah terlalu sering mendengar rayuan gombal Bastian. Dia tak pernah benar-benar serius dengannya. Bastian hanya suka bersikap tengil dan pamer, terutama di depan cewek-cewek.
"Udah, gue ga mau. Thanks ya, tapi gue udah janji sama temen-temen."
Bastian tertawa kecil, namun tetap memaksa.
"Ah, Thea, kapan sih gue bisa ngajak lo pulang bareng? Udah lama banget loh nawarin, ga pernah diterima."
Thea menggeleng sambil tersenyum kecil, "Mungkin gak akan pernah. Hati-hati di jalan, ya, Bas - ti - an."
Tanpa menunggu lebih lama, Thea melambaikan tangan ke arah teman-temannya yang sudah menunggu di gerbang. Dia mempercepat langkahnya, meninggalkan Bastian yang masih tersenyum di atas motornya. Bastian akhirnya pergi dengan suara motornya yang menggelegar, melaju cepat keluar gerbang.
Thea bergabung dengan teman-temannya, tetapi pikirannya masih sedikit terganggu dengan sosok Kendra yang tadi sempat dilihatnya. Ada sesuatu tentang cowok itu yang membuatnya semakin penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisku Yang Tak Terucap
Storie brevi"Setiap detik bersamamu adalah anugerah. Terima kasih telah berani menembus dinding yang kutinggikan dan membuatku percaya bahwa aku layak dicintai." - Kendra Darwish ⚠️DILARANG PLAGIAT