Keesokan paginya, Karisa bangun dengan semangat yang sedikit berbeda. Dia masih Karisa yang terkenal bandel, tapi mimpinya semalam bikin dia mikir ulang. Pagi-pagi dia udah siap berangkat ke sekolah, walaupun masih ada sedikit rasa malas. Helm udah di tangan, tas selempang tergantung di bahunya, dan senyumnya udah menghiasi wajahnya.
Begitu sampai di gerbang sekolah, dia langsung disambut oleh teman-teman gengnya. Mereka semua masih heboh ngomongin balapan semalam. "Eh, Isa, lo keren banget semalem! Gue sampe speechless, cuy!" Puji Aldi, temennya yang selalu setia jadi supporter di setiap balapan.
"Hehe, biasa aja kali. Masih banyak yang bisa gue lakuin" Karisa nyengir sombong, sambil memutar helm di tangannya.
Saat mereka sedang ngobrol, tiba-tiba guru BK, Pak Hendra, muncul di belakang mereka. "Karisa! Ke ruang BK sekarang!" suaranya terdengar tegas. Semua temen Karisa langsung diem, sementara Karisa hanya bisa melongo.
"Waduh... apaan lagi, sih..." gumam Karisa, sambil melirik ke teman-temannya yang nyengir jail. Dia tahu pasti ini masalah balapan semalem.
Sesampainya di ruang BK, Pak Hendra udah nunggu dengan wajah serius. "Karisa, kamu tahu kenapa kamu di sini?"
Karisa menggeleng kepala. "Hmm... Enggak, Pak" jawabnya sambil berpura-pura polos.
"Kita udah dapat laporan soal balapan liar yang kamu ikuti. Banyak yang mengadu, dan ini udah di luar batas, Karisa!" Pak Hendra melipat tangannya di dada, sorot matanya tajam.
"Pak, itu cuma buat seru-seruan aja. Nggak ada yang kenapa-kenapa, kok," Karisa berusaha beralasan, sambil menatap pak Hendra dengan santai.
"Tetap aja, seru-seruan kamu itu bisa membahayakan diri kamu sendiri dan orang lain. Apa kamu sadar, Karisa?" Pak Hendra menggelengkan kepalanya. "Saya nggak mau lihat kamu di ruang ini lagi gara-gara masalah yang sama, ya."
Karisa terdiam sejenak, merasa ada sedikit rasa bersalah. Tapi nggak lama, dia langsung senyum lagi. "Oke, Pak. Saya nggak bakal balapan lagi... di sekolah."
Pak Hendra hanya bisa menghela napas, seolah-olah sudah menyerah. "Sekarang, kamu boleh kembali ke kelas. Jangan bikin masalah lagi, Karisa."
***
Balik ke kelas, Karisa langsung disambut oleh temen-temennya yang nungguin dia. Mereka ketawa-ketiwi melihat Karisa yang habis dimarahin.
"Eh Isa, lo dikeramasin kan tadi sama Pak Hendra?" canda Asep, temennya yang paling suka usil.
"Heh! Enak aja lo, udah biasa lah. Gue udah kebal!" jawab Karisa sambil ketawa.
Namun, di balik tawa dan candanya, Karisa sadar kalau balapan-balapan dan masalah yang dia bikin nggak bakal bisa ngerubah masa depannya. Kalau dia terus kayak gini, gimana bisa ngejar mimpinya jadi pelukis terkenal?
Di tengah jam pelajaran, dia duduk di pojokan kelas sambil ngegambar di buku catatannya. Dia mencoret-coret sketsa sederhana tentang balapan semalem. Ada gambar motor, ada gambar jalanan, dan ada juga bayangan dirinya sendiri.
"Lo ngapain, Isa?" tiba-tiba Raisa duduk di sampingnya.
"Cuma gambar aja, Ris. Lo tahu kan, gue suka gambar," jawabnya santai.
"Iya, gue tahu. Tapi sayang banget, Isa. Kalo gak lo seriusin, mungkin lo bisa jadi pelukis terkenal. Kenapa nggak lo fokusin ke sana?" Raisa menatap Karisa serius.
Karisa menghela napas. "Iya sih, Rai... tapi gue bingung mulai dari mana. Kadang gue ngerasa cuma bisa bikin masalah doang."
Raisa tersenyum dan menepuk bahu Karisa. "Nggak ada kata terlambat buat ngejar mimpi, Isa. Coba lo pikirin lagi. Lo bisa mulai dari hal kecil. Misalnya ikut lomba gambar atau belajar lebih serius tentang seni."
Karisa terdiam, mencerna kata-kata Raisa. Temennya ini bener juga, ya. Mungkin udah saatnya dia mulai berusaha lebih serius buat ngejar mimpi jadi pelukis.
***
Sepulang sekolah, Karisa memutuskan buat nggak langsung pulang. Dia jalan ke taman kota sambil bawa buku gambarnya. Duduk di bangku taman, dia mulai menggambar dengan lebih serius. Orang-orang yang lewat pada ngeliatin, tapi Karisa nggak peduli. Dia asik banget dengan dunianya sendiri.
Pas lagi asik gambar, tiba-tiba ada anak kecil yang mendekat. "Kak, gambarnya bagus banget!" katanya sambil senyum ceria.
Karisa terkejut, tapi senyumnya langsung mengembang. "Makasih, dek."
Anak kecil itu lalu berlari ke arah ibunya sambil bilang, "Ibu, aku mau belajar gambar kayak kakak itu!"
Mendengar kata-kata itu, Karisa merasa hatinya hangat. Mungkin dia emang trouble maker, tapi di balik semua itu, ada sisi dirinya yang bisa memberikan inspirasi untuk orang lain. Mungkin... udah saatnya dia mulai lebih serius buat ngejar impiannya.
Dengan semangat baru, Karisa tersenyum lebar. "Tunggu aja, dunia! Karisa bakal jadi pelukis terkenal suatu hari nanti" ujarnya dalam hati, sambil terus menggambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Mimpi.
RomanceDORR pasti penasaran sama kisah ini kan?? Jawab penasaran aja pliss hehehe :> yuk! Langsung cuss bacaa. "Aduh, ini dia..." gumamnya pelan. "Karisa!!" suara Maya membuat Karisa tersentak. "Siapa suruh ambil mangga tetangga? Bilangnya mau belajar ke r...