O3

4 3 0
                                    

"Terkadang, yang dibutuhkan untuk berubah hanyalah satu momen kecil yang ngasih kamu harapan."

Pagi itu, Karisa berangkat ke sekolah dengan perasaan yang beda dari biasanya. Ada sesuatu yang bikin hatinya bergetar, kayak ada semangat yang baru muncul, meskipun dia nggak sepenuhnya yakin apa itu. Di dalam kepalanya, percakapan kemarin sama Raisa masih terngiang-ngiang.

**
Tiba di sekolah, Karisa langsung bergegas ke kelas, melewati teman-temannya yang lagi nongkrong di lorong. Biasanya, dia bakal ikutan, tapi kali ini dia punya rencana sendiri. Dia bawa sketchbook-nya dan duduk di meja paling pojok, mulai mencorat-coret tanpa peduli sekeliling.

"Eh, tumben Isa serius amat?" celoteh Asep, yang baru masuk kelas. Teman-temannya pada ngelirik penasaran, heran ngeliat Karisa yang biasanya nggak pernah serius.

"Eh Isa, lo abis dimarahin Pak Hendra jadi tobat, ya?" goda Aldi sambil cengengesan.

"Heh Aldi taher, gue nggak setakut itu kali sama Pak Hendra! Gue cuma lagi pengen gambar aja" jawab Karisa sambil tetap fokus ke sketchbook-nya. Dia lagi menggambar taman yang indah, lengkap dengan detail orang orangnya dan jalanannya. Semua tersenyum kecil sambil ngeliatin dia yang asyik sendiri.

Namun, di balik canda dan ejekan mereka, ada rasa kagum tersendiri. Gambar Karisa bener-bener detail dan hidup. Teman-temannya diam-diam ngerasa, mungkin emang Karisa punya bakat lebih dari sekedar jadi trouble maker.

Pas bel masuk berbunyi, guru seni masuk ke kelas. Hari ini, mereka bakal belajar tentang teknik dasar menggambar potret. Karisa langsung antusias, mengangkat tangan tanpa ragu-ragu untuk nanya ini-itu ke guru.

"Ih, Isa, lo tiba-tiba rajin banget, sih? Tadi malem mimpi apa?" tanya Aldi sambil menaikan alis sebelah kanan

"Gue pengen jadi pelukis, Di! Sekalian mau buktiin kalo gue bisa jadi sesuatu yang lebih dari sekedar pembuat masalah!" jawab Karisa dengan percaya diri. Kalimatnya itu bikin seisi kelas terdiam sebentar, mungkin karena nggak nyangka Karisa bisa seambisius itu.

Pak Darman, guru seni mereka, tersenyum ngeliat semangat Karisa. "Kalau kamu serius, saya yakin kamu bisa, Karisa. Setiap orang punya potensi, tinggal gimana kita ngembanginnya" katanya sambil menepuk bahu Karisa.

Pelajaran seni hari itu berjalan dengan suasana baru. Karisa bener-bener fokus ke setiap teknik yang diajarkan. Sementara teman-temannya, yang awalnya ngeledekin, malah ikutan termotivasi. Mereka jadi pengen ngasih yang terbaik, meskipun nggak sepenuhnya ngerti apa yang bikin Karisa jadi begitu antusias.

Di akhir pelajaran, Pak Darman memberikan tugas ke seluruh kelas bikin potret diri mereka sendiri menggunakan teknik yang udah dipelajari. Karisa langsung menyambut tantangan itu dengan penuh semangat. Dia yakin, ini kesempatan buat dia nunjukin ke orang lain, dan mungkin ke dirinya sendiri, bahwa dia bisa jadi lebih baik.

***

Sepulang sekolah, Karisa nggak langsung pulang. Dia nyari tempat yang sepi buat duduk dan mulai ngerjain tugas potret dirinya. Di bangku taman kota yang sama, dia mulai menggambar wajahnya sendiri di sketchbook-nya. Setiap detail garis wajahnya dicurahkan dengan penuh konsentrasi.

Pas lagi asik, tiba-tiba Raisa muncul di depannya, duduk di samping tanpa izin. "Lo serius banget, Isa. Gambar apa sih?"

"Gambar potret diri gue, tugas dari Pak Darman, lo lupa?" jawab Karisa sambil terus fokus.

Raisa menyengir sebentar lalu mengintip hasil gambar Karisa yang udah setengah jadi. "Gue kagum sama lo, Isa. Lo emang berbakat."

"Ah, biasa aja kali," Karisa nyengir. "Gue cuma suka ngegambar aja ini mah."

Tapi jauh di dalam hatinya, pujian dari Raisa bener-bener ngasih semangat baru buat Karisa. Dia nggak pernah ngerasa seapresiasi ini sebelumnya. Dan itu bikin dia makin yakin buat ngejar mimpinya jadi pelukis.

***

Malamnya, di rumah, Karisa ngelanjutin gambarnya sambil ngelirik hasil-hasil karya pelukis terkenal yang dia simpen di ponsel. Salah satu favoritnya adalah lukisan-lukisan ekspresif yang penuh emosi. Dia pengen suatu hari nanti, orang-orang ngeliat karyanya dan ngerasa tersentuh, kayak gimana dia tersentuh ngeliat karya-karya pelukis itu.

"Suatu hari nanti, karya gue bakal bikin orang ngerasa kayak gini juga," bisiknya sambil tersenyum tipis, merasa lebih dekat dengan impiannya.

Melody Mimpi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang