Haru, seorang pemuda tinggi dengan tubuh ramping dan rambut hitam pendek yang sedikit acak-acakan, adalah sosok ceria dan optimis. Senyum lebar sering kali menghiasi wajahnya, memancarkan semangat yang penuh. Meski terkadang kurang peka, ia memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu berani berbicara langsung. Di antara hal-hal yang ia cintai, piano dan bundanya adalah yang terpenting dalam hidupnya.
"Jadi, kamu yang nyelamatin nyawa gadis itu?" tanya seorang wanita pemilik jaringan rumah makan terkenal sambil memeriksa laporan keuangan di laptopnya. Meski ia tampak sibuk mengelola cabang-cabang restorannya yang tersebar di seluruh kota, perhatiannya tetap fokus pada cerita putranya.
"Iya," jawab Haru dengan bangga, duduk di depan meja ibunya sambil membusungkan dada. "Kalau bukan karena Haru, dia pasti udah dibawa malaikat maut."
Ibunya terkekeh kecil mendengar keyakinan putranya. "Tapi, kenapa dia mau bunuh diri?"
Haru mengangkat bahu, ekspresinya berubah lebih serius. "Entahlah, mungkin ada masalah sama ibunya. Tapi yang jelas, tariannya... sangat indah." Ia tersenyum kecil, teringat pada momen Aurora menari di tepi pagar atap. Ada sesuatu yang begitu memukau dalam gerakannya, meskipun situasinya tragis.
Ibunya melirik dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Yang indah tariannya apa orangnya?" tanyanya, memicing sedikit dengan rasa curiga.
"Eh... dua-duanya," jawab Haru tanpa berpikir panjang. "Di atas pagar atap itu, dia melangkah seperti angin. Setiap gerakannya begitu halus, seolah-olah dia tidak pernah benar-benar menyentuh pagar. Seperti aliran air yang tak terputus, tapi lebih indah—anggun dan pasti." Suara Haru melambat saat ia menggambarkan Aurora, terpesona oleh keanggunan gadis itu.
Ibunya tersenyum penuh arti. "Bunda jadi ingin tahu, seperti apa Aurora itu."
Namun senyumnya segera memudar, berganti dengan ekspresi tegas. "Tapi Haru, berhentilah ikut campur dalam hidup orang lain. Setiap orang punya jalannya sendiri. Kamu tidak tahu apa yang mereka hadapi."
Haru mendesah pelan. "Aku cuma penasaran, Bunda. Kenapa orang yang diberkati dengan umur panjang malah menyia-nyiakannya dengan bunuh diri?"
Wanita itu, yang berhasil mengembangkan rumah makan menjadi salah satu yang paling terkenal di kota, menatap putranya dengan mata penuh kebijaksanaan, senyum lembut tapi sendu muncul di wajahnya. "Setiap orang punya lukanya sendiri, Haru," ucapnya lembut. "Luka yang mungkin tak selalu terlihat. Kita tidak selalu bisa mengerti apa yang terjadi di dalam hati seseorang."
Haru terdiam, merenungi kata-kata ibunya. Luka Aurora mungkin tak terlihat oleh mata, tapi itu jelas mempengaruhi hidupnya. Mungkin itulah yang membuat Haru tak bisa berhenti memikirkan gadis itu—bukan hanya karena tariannya yang indah, tapi juga karena ada sesuatu yang terluka dan tersembunyi di dalam dirinya.
Ibunya tersenyum tipis, sesaat melirik ponselnya yang menunjukkan laporan penjualan dari cabang terbaru. "Terkadang, mendengarkan sudah cukup. Biarkan dia yang menentukan jalannya sendiri."
![](https://img.wattpad.com/cover/379666300-288-k407082.jpg)
YOU ARE READING
Melody Haru
RomanceAurora, seorang balerina berbakat, terperangkap dalam kegelapan setelah kehilangan penglihatannya. Di tengah desakan ibunya untuk terus menari, Aurora merasa hampa dan muak. Segalanya berubah ketika Haru, seorang pemuda misterius yang gemar bermain...