Maybe

185 31 27
                                    


Luhut Aritonang itu anak kedua Bu Rupa, seorang Bintara dengan pangkat Sersan Dua. Lebih muda dari Sonya tapi secara sikap sepertinya lebih dewasa. Luhut anak yang kalem tapi bukan pendiam, wajahnya kotak khas Batak, hidungnya tak terlalu mancung namun malah menjadi poin plus karena terlihat sangat serasi di wajahnya yang manis dan sedikit tampan. Sonya tak terpesona, wajah seperti itu pasaran sekali, dia bisa menemukan Luhut-Luhut yang lain sekali lima dalam satu hari yang sama.

Luhut jarang ada di rumah atau membantu ibunya menjaga warung, anak itu tidur dan berkembang di barak tempat biasa seorang tentara hidup dan bernyawa. Tapi hari ini sepertinya Luhut sedang punya long weekend seperti orang kebanyakan, karena kata Bu Rupa anak keduanya itu sedang libur sejak sabtu kemarin.

"Kau siapanya Luhut Pandjaitan, Hut?" tanya Sonya ketika ia melihat Luhut sedang melayani pelanggan yang menginginkan tempe orek dan ayam goreng.

"Bukan siapa-siapaku, mbak, namanya aja yang mirip." jawab Luhut kalem.

"Harusnya kalau mau cari nama yang mirip sama orang pemerintahan, cari yang lebib keren, Hut, Amien Rais contohnya."

Luhut hanya tertawa menanggapi ocehan Sonya.

"Mbak Sonya di Surabaya sama siapa?" Setelah selesai melayani pembeli, Luhut menaruh capitan lauk di tempatnya lalu duduk di samping Sonya yang sejak tadi memang hanya diam bersantai di kursi kayu panjang dekat dapur.

"Em..." Sonya bingung mengatakannya, karena ia pun belum pernah mengakui bahwa dirinya sudah bersuami pada Bu Rupa, ia takut tak diterima bekerja jika berterus terang tentang statusnya.

"Mbak Sonya punya suami, dek." Tiba-tiba Bu Rupa muncul dari dapur memberi jawaban pertanyaan Luhut. Luhut manggut-manggut, Sonya heran dari mana Bu Rupa mengetahui bahwa dirinya sudah bersuami?

Tanpa berbalik badan, Bu Rupa yang sedang menata ayam goreng baru matang membuka suara lagi, seakan tau isi pertanyaan yang ada dalam benak Sonya. "Kan orang kantor Pak Daan itu sering makan disini mbak Nya, kemarin pas mbak Nya libur mereka ngegosipin istri si bos." sambil terkikik geli Bu Rupa bercerita.

"Saya takjub lho mbak, ternyata mbak Nya anak kolongmerak tapi kok mau kerja gini sama saya?"

"Konglomerat kali, mak." Luhut membenarkan ucapan si amak yang meleset. Bu Rupa tentu saja tak mendengarnya.

"Papa saya bangkrut, bu, sekarang saya jadi gembel."

Wajah sumringah dan ceria Luhut berserta Ibunya hilang seketika mendengar ucapan Sonya. Padahal Sonya bohong tapi mereka pasti tak tau kalau itu hanya sebuah dusta belaka dan pasti akan ditanggapi dengan serius oleh ibu beranak tersebut. Luhut mengulurkan tangan mengelus lengan Sonya pelan-pelan.

"Yang sabar ya, mbak.." tutur Luhut dengan suara nelangsa dan wajah dibuat sebersimpati mungkin.

Sonya sungguh ingin tertawa keras-keras karena kebohongannya yang sukses, sekali mendayuh dua ikan besar ia dapatkan. Tapi segera ia telan lagi tertawaannya karena tiba-tiba warteg didatangi sosok jelangkung yang berdiri di ambang pintu dengan menjulang dan wajah datar. Wangi parfum mahalnya menyeruak mengalahi aroma lauk pauk yang beraneka ragam, kaos putih lusuh yang dipakainya masih terlihat berkilauan di antara cat warteg yang kuning kusam.

"Ngapain lo?" tembak Sonya pada jelangkung satu itu.

"Makan lah, gak mungkin boxing bareng Jefri Nichol disini." Daan menyahut ketus lalu duduk di bangku kosong depan etalase menu layar sentuh.

Bu Rupa mengambil alih pelayanan, wanita itu bertanya si bos hendak makan siang dengan lauk apa, Daan menunjuk tongkol balado, perkedel kentang, bakwan jagung, ayam goreng lengkuas, sayur bayem, tempe bacem, sambal dan tak lupa minta es teh tawar sebagai minumnya.

Into You, I MeltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang