Sonya tak bisa menunggu dengan tenang di atas kursinya, ia bergerak-gerak resah karena tidak ada seorang pun yang ia kenal disini. Daan pergi lama sekali. Kakinya bergoyang-goyang, nafas gusar tak berhenti ia hembuskan karena sungguh, Sonya tak tau harus bagaimana. Apa ia kabur saja? kamar mereka hanya ada di lantai atas, ia bisa pergi dengan mudah lagipula tak akan ada orang yang menyadarinya. Tapi itu tidak sopan!Persetan dengan sopan santun, ia sudah bosan sekali, perutnya sampai melilit karena menunggu Daan yang tak kunjung datang. Sonya bangkit dari kursinya, dia benar-benar menuruti pikirannya untuk kabur dari acara yang belum selesai ini.
Namun ketika ia berbalik dengan cepat, dahinya tiba-tiba terhantuk sesuatu yang keras dan harum.
"Luhut?!"
Luhut ada dimana-mana, dia macam bentuk segitiga yang dijadikan lagu anak-anak.
"Mau kemana?"
Tak biasanya ia mendengar suara sedalam itu dari Luhut. Intonasinya datar tapi kok bisa terdengar sedikit menakutkan?
"Em, pulang?"
"Suamimu mana?"
"Di kamar mandi,"
Jawaban darinya seperti memancing sesuatu dalam diri Luhut. Pria itu memandangnya dengan aneh, wajahnya juga terlihat aneh karena ketika Sonya perhatikan, ia baru menyadari ada setitik darah pada sudut bibir Luhut dan bagian samping mata yang terlihat lebam. Tapi, Luhut itu seorang aparat jadi pemandangan seperti itu pasti sudah biasa bertengger di wajahnya. Sonya juga tidak mau memikirkannya lebih jauh.
Luhut mengambil duduk di kursi yang Daan duduki tadi. "Kalau suamimu ada di kamar mandi, kenapa kau malah mau pulang sendirian?"
"Aku, ng..." Sonya tergagap. Ia memilih duduk lagi, mencoba biasa saja terhadap Luhut yang terasa mengintimidasi. "Omong-omong kenapa kau disini, Hut?"
"Kapten Janu itu komandanku, Brigjen Yanuar itu rekan ayahku, aku mewakili beliau. Omong-omong, kau tak menjawab pertanyaanku."
"Aku bukan mau pulang ke Surabaya, tapi kami menginap di hotel ini juga, Hut, jadi yang kumaksud pulang itu aku mau ke kamarku, di atas." jelas Sonya karena Luhut terlihat sangat menuntut jawaban.
"Lama sekali ya suamimu di kamar mandi, apa kau tak curiga?"
Sonya tidak mengangguk, tidak juga menggeleng. Dia sangat tidak mengerti dengan sikap Luhut hari ini, apa udara Jogja membuat pria itu kesambet atau bagaimana?
"Nggak ada yang harus dicurigakan, Hut."
Luhut menanggapi ucapan Sonya dengan helaan nafas panjang. Bibirnya bergerak-gerak seperti hendak berkata tapi tidak ada suara yang keluar.
"Ceraikan saja suamimu itu, Sonya."
***
Beberapa menit yang lalu.
Daan tidak bisa berlama-lama meninggalkan Sonya sendirian. Ia harus segera kembali, tapi bagian dada bajunya penuh kekacauan. Basah dan kotor bekas make up Jane sangat terpampang jelas disana. Ia takut Sonya akan berpikiran macam-macam terhadapnya jadi ia memutuskan untuk membersihkannya dulu ke kamar mandi.
Setelah dirasa cukup bersih, meski masih sedikit basah dan kusut, Daan memilih untuk segera kembali agar Sonya tidak makin lama menunggu. Tapi, tepat di ambang pintu kamar mandi yang sepi, Daan mendapat sebuah hadiah yang mendarat perih di hidungnya, Daan langsung merasa matanya berkunang-kunang karena tonjokan itu keras sekali dan sangat sistematis seperti memang sudah direncanakan sebaik mungkin sambil dibaluti dendam tak berkesudahan.
"Itu yang kausebut dirimu suami, hah?! kau berselingkuh dari istrimu, bajingan?!"
Daan yang masih pening belum sempat mengelak dari serangan selanjutnya ketika kerah bajunya digenggam erat-erat. Daan mengerjap mencoba mengembalikan kesadarannya menatap pria yang kini tengah mengumandangkan angkara murka padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You, I Melt
RomansaKisah mereka yang berangkat dari suatu hal tidak menyenangkan dan berakhir serba membingungkan.