CHAPTER 3

132 27 3
                                    

Happy reading^^

.

.

Wanita yang sedari tadi membelakangi mereka pun berbalik. Dengan gerakan lembut, wanita itu membuka kacamatanya, dan seolah waktu terhenti sejenak.

"Tidak apa-apa," ucap wanita itu sambil tersenyum, namun senyumnya tiba-tiba pudar ketika mereka saling bertatapan.

Freen dan wanita itu saling menatap dengan kaget, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.

"Freen?" ucap Becca, atau yang akrab dipanggil Becky, dengan nada terkejut. Ekspresinya mencerminkan campuran antara keheranan dan rasa tidak percaya.

"Becca?" ucap Freen, suaranya sedikit bergetar. Ini adalah pertemuan yang tak terduga.

Melihat kebingungan di wajah kedua wanita itu, Nam menyelipkan pertanyaan, "Kalian sudah saling kenal, ya?"

Freen, masih belum lepas dari keterkejutannya, menarik Nam ke samping dengan ekspresi cemas dan berbisik, "Ini serius kita kerja sama dengan dia?"

Nam mengangguk pelan. "Iya, memangnya kenapa?"

Sebelum Freen sempat menjelaskan lebih jauh, Becky berdeham dengan lembut, menarik perhatian mereka. "Maaf, kalian sedang membicarakan apa, ya?" tanyanya dengan alis yang terangkat sedikit. "Ayo duduk dulu," tambahnya, memberi isyarat agar mereka duduk.

Freen pun duduk, dan Nam tetap berdiri di sampingnya, seolah ingin memastikan keadaan tetap terkendali. Becky tersenyum tipis ke arah Freen, lalu berkata dengan nada yang terkesan dingin namun sopan, "Sepertinya Anda tidak profesional, ya, Freen Sarocha Chankimha." Becky menggelengkan kepala sedikit, senyum sinis masih menghiasi wajahnya.

Freen, yang langsung merasa terpancing, berdiri dari tempat duduknya. "Maksud Anda apa berbicara seperti itu?" tanyanya, suaranya mulai terdengar sedikit tegang.

Nam segera menggenggam tangan Freen dengan lembut, mencoba menenangkannya. "Cukup, Freen. Jaga emosimu. Jangan membuat ayahmu kecewa," bisiknya pelan, mengingatkan Freen akan tanggung jawab besar yang dia emban dan harapan ayahnya.

Mendengar kata-kata Nam, Freen menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Dia menatap Becky sejenak sebelum kembali duduk. "Maafkan saya," ucapnya dengan nada datar, meskipun ada rasa frustrasi yang masih tertahan di dalam hatinya.

Becky tersenyum kecil melihat reaksi Freen, lalu menganggukkan kepalanya seolah puas. "Bagus. Mari kita mulai pembicaraan kerja sama ini," ucap Becky dengan nada tenang, seakan ingin menegaskan bahwa dia kini berada di posisi yang lebih unggul.

Pertemuan bisnis mereka akhirnya selesai setelah melalui diskusi yang cukup panjang dan penuh ketegangan. Saat mereka berjabat tangan untuk menutup pertemuan, Becky menatap Freen dengan senyum tipis, seolah masih menikmati posisi unggul yang ia rasakan.

"Terima kasih karena sudah ingin bekerja sama dengan perusahaan saya, Freen," ucap Becky dengan nada yang penuh percaya diri.

Freen hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Tanpa berkata banyak, mereka berdua pun keluar dari ruangan itu dan melangkah meninggalkan kafe. Saat sudah di dalam mobil, Freen duduk dengan menghela napas panjang, menghapus sisa ketegangan yang masih terasa.

"Ah, akhirnya selesai juga," gumam Freen dengan nada kesal. "Males lama-lama ada di ruangan yang sama dengan dia."

Nam, yang duduk di sebelahnya, menoleh dan tersenyum simpul. "Tapi kamu berhasil menghadapinya dengan tenang, Freen. Ayahmu pasti bangga."

Enemy or Lover (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang