Happy reading^^
.
.
Pagi yang sejuk menyelimuti kota, dan Freen, dengan setelan hitam elegannya, tampak siap memulai hari. Setelah memeriksa penampilannya sekilas, ia melangkah keluar dari rumah dan menuju mobilnya. Ia melaju menuju kantor dengan tenang, menikmati keheningan pagi sebelum rutinitas kerja dimulai.
Sesampainya di perusahaan, Freen memarkir mobilnya dengan rapi, lalu keluar dan berjalan masuk ke gedung kantor. Di sepanjang lorong, beberapa karyawan yang melihatnya langsung menyapanya dengan senyum ceria
"Pagi, Khun Freen!" sapa mereka dengan ramah, nada hormat namun penuh antusiasme.
Freen hanya membalas sapaan mereka dengan senyum tipis, cukup untuk menunjukkan bahwa ia menghargai keramahan mereka. Senyuman kecil dari Freen sudah cukup membuat suasana hati karyawan yang menyapanya lebih cerah.
Setelah melewati lorong dan beberapa sapaan hangat, Freen akhirnya tiba di ruangannya. Ia menggantung jasnya dan menyiapkan diri untuk tenggelam dalam pekerjaan yang sudah menantinya hari ini, sambil tak lupa menyeruput kopi yang sudah siap di mejanya.
Freen mulai menyalakan komputernya dan mengeluarkan beberapa berkas yang perlu diselesaikan. Dengan fokus penuh, ia mulai meninjau laporan-laporan, memeriksa angka-angka, dan membuat keputusan penting. Setiap kali merasa lapar, ia mengambil camilan kecil yang sudah ia siapkan di mejanya, dan menyeruput kopi hangat setiap kali rasa lelah mulai muncul. Sesekali ia beristirahat sebentar, memijat pelipis atau meregangkan punggungnya, sebelum kembali tenggelam dalam tumpukan pekerjaannya.
Tanpa disadari, waktu berlalu dengan cepat. Freen akhirnya melirik jam dan mendapati bahwa malam sudah begitu larut.
"Sudah jam sebelas," gumamnya dalam hati, sedikit terkejut. Ia menghela napas panjang, menyadari betapa banyak waktu yang telah dihabiskan tanpa jeda.
Dengan teliti, ia mulai membereskan berkas-berkas di meja, menumpuknya rapi agar siap untuk keesokan harinya. Setelah itu, ia mematikan komputernya, melirik sejenak ke ruang kantor yang sepi dan gelap, lalu mengunci pintu ruangan sebelum melangkah keluar, membawa pulang kelelahan namun juga kepuasan tersendiri karena telah menyelesaikan pekerjaannya.
Dalam perjalanan pulang, Freen memutuskan singgah sebentar di minimarket 24 jam yang tak jauh dari kantornya. Setelah membeli minuman dingin untuk menyegarkan diri, ia duduk sejenak di dalam mobilnya, menikmati minuman tersebut dengan santai. Namun, tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah seorang wanita yang tampak mabuk berat di depan sebuah bar tak jauh dari tempatnya parkir.
Wanita itu berjalan terhuyung-huyung, kepalanya tertunduk, dan tangannya menutupi wajah, seolah-olah berusaha menyembunyikan sesuatu. Freen mengernyit, merasa ada yang familiar dengan sosok itu. Rasa penasaran mulai merayap dalam benaknya, dan tanpa pikir panjang, ia keluar dari mobil dan menghampiri wanita tersebut.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Freen lembut, penuh perhatian.
Pelan-pelan, wanita itu menurunkan tangannya, memperlihatkan wajahnya yang sembap dan mata basah bekas menangis. Freen tersentak saat menyadari siapa yang ada di hadapannya—ternyata, itu Becky. Ekspresinya terlihat sangat lelah dan sedih, jauh dari keceriaan yang biasa ia tampilkan.
"Becky?" Freen berbisik, tak percaya. "Apa yang terjadi? Kamu... kenapa di sini sendirian?"
Becky hanya diam, menatap Freen dengan mata sayu, seolah berusaha keras untuk menjawab, tapi tak ada kata yang keluar.
"Ayo, aku antar pulang," katanya lembut.
Becky mendongak dan berbisik pelan, "Freen..."
"Iya, ada apa, Bec?" tanya Freen, khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enemy or Lover (Freenbecky)
Roman d'amour(21+ gxg) Freen Sarocha Chankimha dan Becky Rebecca Patricia Armstrong adalah dua pewaris tunggal keluarga kaya raya yang sejak kecil bersaing untuk menjadi penerus terbaik. Setelah berpisah bertahun-tahun, mereka kembali bertemu sebagai CEO di peru...