CHAPTER 4

126 26 1
                                    

Happy  reading^^

.

.

Pagi yang cerah menyelimuti kota dengan kehangatan, sinar matahari yang lembut memantul di gedung-gedung tinggi dan menyusup melalui celah-celah dedaunan, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Di dalam mobil yang melaju dengan tenang, suasana terasa berbeda. Freen, yang berada di kursi pengemudi, tampak fokus pada jalan di depannya. Ia mengemudi dengan hati-hati, jari-jarinya menggenggam setir sedikit lebih erat dari biasanya. Sekilas ia melirik ke kaca spion, memastikan setiap belokan dapat diambil dengan sempurna. Meski wajahnya tak menunjukkan banyak emosi, di dalam hati, ia menyimpan perasaan yang tak bisa ia ungkapkan—kegugupan yang mengintai sejak awal perjalanan ini.

Di sisi lain, Becky duduk diam sambil memandang keluar jendela. Matanya menelusuri pemandangan kota yang seakan bergerak perlahan di bawah sinar pagi. Meskipun suasana di dalam mobil terasa tegang, Becky tampak menikmati setiap detik yang berlalu, seolah tak terusik dengan kehadiran Freen. Ia mengamati gedung-gedung yang berbaris rapi dan orang-orang yang mulai memenuhi trotoar—semua tampak seperti sebuah lukisan hidup yang menenangkan.

Sesekali, Freen mencuri pandang ke arah Becky. Dalam keheningan yang melingkupi mereka, meskipun ada kecanggungan, ia mendapati kenyamanan yang aneh. Mungkin karena di antara mereka tidak ada tuntutan untuk berbicara, hanya diam dalam kebersamaan yang mendamaikan.

Akhirnya, Becky membuka suara, memecah kebisuan yang panjang. Suaranya lembut, hampir seperti gumaman, namun cukup untuk membuat Freen mendengarnya dengan jelas. "Kamu mengemudi dengan begitu hati-hati, Freen," katanya tanpa mengalihkan pandangan dari jendela.

Freen tetap fokus pada jalan di depannya. "Lebih baik berhati-hati daripada harus menghadapi masalah," jawabnya singkat, tapi dengan nada yang mengisyaratkan lebih dari sekadar kehati-hatian dalam berkendara.

Setelah perjalanan yang penuh keheningan dan sedikit percakapan, Freen dan Becky akhirnya tiba di kafe tujuan mereka. Kafe tersebut tampak hangat dan nyaman, dengan suasana yang ramah. Mereka memilih duduk di sudut ruangan, di salah satu meja yang menghadap ke jendela besar sehingga mereka bisa melihat jalanan kota yang mulai ramai. Tak lama kemudian, seorang pelayan menghampiri mereka, membawa dua buku menu.

Becky dan Freen pun membuka buku menu tersebut, masing-masing tenggelam dalam pilihan yang ada. Suasana kafe yang hangat dan ramai memberikan nuansa yang nyaman, dan aroma kopi serta makanan yang menggugah selera semakin membuat perut mereka berbunyi.

"Sudah kuduga pasti ada milk tea di sini!" ucap Becky dengan kegirangan, matanya berbinar-binar saat melihat daftar menu. Seolah menemukan harta karun, dia langsung melupakan semua yang ada di sekelilingnya.

Freen yang sedang memperhatikan buku menu dengan seksama, sekarang menatap Becky. "Kamu suka milk tea?" tanya Freen, mencoba menggali lebih dalam tentang kesukaan Becky.

Becky menganggukkan kepala dengan antusias. "Suka banget! Milk tea itu minuman kesukaanku," ucapnya, suaranya dipenuhi semangat. Freen tidak bisa menahan senyum saat melihat Becky yang begitu bersemangat.

"Kayak anak-anak aja," ucap Freen kecil, namun suara itu masih terdengar jelas oleh Becky.

Becky menoleh, matanya menyempit sedikit. "Ya, dan itu bukan hal yang buruk, kan?" katanya dengan nada bercanda, seolah mengabaikan komentar Freen. "Setiap orang berhak memiliki kesenangan sederhana."

Freen hanya mengangkat bahu, merasa bahwa terkadang hal-hal kecil bisa menjadi kebahagiaan tersendiri. Dia kemudian kembali memfokuskan perhatian pada buku menu, mencari pilihan yang pas.

Enemy or Lover (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang