Ini dia endingnyaaaa
Selamat datang di bab terakhir cerita Sada dan Gendhis.Jan lupa votee!!!
Ada typo? Kasih tahu aku!Happy reading👐
~
Sebenarnya, bagaimana cara dunia itu bekerja?
Yang Gendhis tahu, sesulit apa pun keadaannya kamu harus terus berjuang. Kemarin, hari ini, atau esok, hanya ada berjuang dan berjuang.
Lelah? Tentu saja. Sesekali mengeluh, tapi ingat, masih banyak hal yang harus disyukuri."Dhis, Lusi enggak masuk lagi, anaknya belum sembuh."
Gendhis mengalihkan pandangan dari hamparan perkebunan teh yang menghiasi pinggir jalanan.
"Astaghfirullah. Nanti sore kita jenguk ya.""Heem, bawain buah kesukaannya Gibran."
Gendhis mengangguk. Tak lupa dia juga mendoakan agar anak sahabatnya segera diberi kesembuhan.
Keheningan kembali menyelimuti, perjalanan menuju kebun memerlukan waktu setengah jam. Kabut pagi yang membawa hawa dingin belum juga pergi saat Gendhis harus membawa tubuhnya berangkat bekerja.
Lebih dari satu bulan semenjak dia diopname, akhirnya Gendhis memutuskan untuk kembali ke kampung. Tempat di mana dia dilahirkan, dan tempat di mana sang ibu dimakamkan.
Ternyata benar, sejauh apa pun Gendhis pergi, kampung ini tak akan bisa lepas dari hatinya, meski gedung pencakar langit, dengan segala fasilitas kota menggiurkan, namun di sini, di tempat ini, Gendhis merasa tenang dan nyaman.
Ada sahabat masa kecilnya yang setia menunggu kepulangannya, ada nenek, ada bapak, dan ada makam sang ibu. Hari-hari yang melelahkan akan mendapat penawar ketika Gendhis datang ke makam ibunya.
Satu lagi, di kota Gendhis tak akan bisa menghirup udara sesegar ini, juga hamparan kebun teh yang membuat Gendhis merasa lebih baik dari hari ke hari.
"Katanya sih gitu, ada investor dari kota. Jadi nanti lahan kosong itu mau dibuat villa."
Gendhis sedang menikmati waktu istirahat bersama teman-temannya. Seperti biasa, mereka berbincang akrab membicarakan hal yang tidak ada habisnya.
"Wah, aku mau buka tempat makan! Pokoknya mah, harus bisa memanfaatkan keadaan."
"Bener itu, pasti nanti desa kita jadi banyak yang mengunjungi. Kita harus bisa ambil peluang."
Rerata, kawan Gendhis telah berkeluarga, ada juga yang sudah beranak dua. Tapi itu semua tak membuat mereka berpangku tangan dengan hanya mengandalkan suami.
"Heem, aku mau buka jasa foto!" Gendhis tersenyum cerah, biarlah dia beda sendiri.
"Kalau gitu aku buka jasa penyewaan baju."
Semua tertawa, meski nanti kenyataan tak sesuai harapan, biarlah para wanita desa ini berangan. Semoga saja rencana pembangunan villa itu berhasil dilaksanakan.
"Eh, eh? Siapa tuh?"
Gelak tawa mereka terhenti, pandangan mereka mengikuti arah telunjuk Dina.
"Nah, itu dia yang katanya investor dari kota! Ibu siapa ya, aduh-"
"Ah, iya, Ibu Patris!"Wanita paruh baya yang sangat amat Gendhis kenali berbincang akrab bersama pemilik kebun. Keduanya baru saja turun dari mobil hitam, lalu berjalan masuk ke ruang kantor pemilik kebun yang tak jauh dari tempat istirahat para pekerja.
Kenapa? Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Apa Gendhis memang tidak diperbolehkan tenang?
***
Bus yang bertugas mengantar serta menjemput para karyawan di kebun teh telah siap sedia di tempat parkir. Jam menunjukkan pukul lima ketika Gendhis dan yang lain keluar dari gerbang utama. Tak lupa absen dulu agar pekerjaan hari ini dihitung oleh sistim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story: Our World II
Короткий рассказKumpulan cerita pendek jilid 2 area dewasa!!! cover by NonaVeeka edit by Canva fiksi semata #1 happy (9-11-2024)