My Dear~5 end

1.3K 169 16
                                    

Halooo
Ending niiih
Mana suaranyaaaa duhai rakyat watty👐

Btw, cerita ini terinspirasi dari sebuah laguu
Judulnya Masing-masing
Monggo didengerin lagunyaaa

Bagus banget buat ngegalau. Cerita lagunya sedih, apa akhir cerita ini juga sedih???

Nah, monggo dibaca🤗

Tapi vote dulu yaaa

Komen juga kalau ada typo, atau plot hole

Happy reading👐

~

"Coba kamu pikir, Akbar! Pantas tidak kalau Juwita semarah itu?"
"Selama ini dia hanya memendam semua sendiri, Akbar! Sendiri!"

Dena menatap putranya yang terdiam membisu. Niat hati ingin menyambangi sang anak, dia dan sang suami justru menonton pertunjukan yang begitu memalukan.

"Istrimu pasti juga ingin merayakan hari jadinya seperti orang lain, diberi ucapan selamat, mendapat banyak hadiah, dan didoakan. Tapi apa, Akbar? Kenyataannya, hari di mana Juwita lahir, itu juga hari di mana ibunya meninggal!"
"Kalau dia meniup lilin di kue itu, pasti dia berpikir, sama saja dia merayakan kematian ibunya!"

Kepulangan pangdam ke rumah dinas, membawa serta anak dan menantu. Sayangnya tak ada raut bahagia yang terpancar, atmosfer aneh membuat orang-orang yang bekerja di rumah dinas itu ikut merasakan hawa ketegangan.

"Papa sudah katakan padamu, Akbar! Semua juga sudah Papa tanyakan padamu! Kamu sanggup atau tidak, dan kamu jawab 'ya'!"
"Lalu mana sekarang bukti dari ucapanmu itu? Mana tanggung jawabmu sebagai seorang suami?"
"Memahami istrimu saja kamu tidak bisa! Melindunginya pun tidak becus! Kau harus tahu, Akbar! Di asrama sana hanya kamu yang istrimu punya! Jika dia salah bimbing dia dengan tegas, tapi jika dia benar, bela dia! Tidak ada salahnya membela apalagi posisinya benar!"

"Siap, Pa! Mohon maafkan Akbar yang tidak bisa diandalkan ini." Akbar duduk di sofa single, berhadapan dengan kedua orang tuanya yang duduk bersanding.

Dena menatap sang anak, sejak kecil dia dan sang suami mendidiknya sangat keras. Kesalahan sekecil apa pun pasti akan mendapat hukuman, hal itu membuat Akbar menjadi orang yang menjunjung tinggi kesempurnaan.

"Kamu ingat-ingat lagi, Akbar, barangkali ada hal yang kamu abaikan."
"Kamu boleh fokus pada pekerjaan, dan kariermu, tapi ingatlah sekarang kamu adalah seorang kepala rumah tangga."

"Siap, Ma!"
Rasa malu ketika dipanggil oleh danyon tak sebanding dengan perasaan Akbar saat ini. Malu, kecewa, dan marah pada diri sendiri!

"Fana? Gadis itu masuk ke kesatuanmu, kan?"

Akbar mendongak. Apa hubungan Fana dengan-

Dena tersenyum kecil, sudah dia duga!
"Apa harus Mama yang menyadarkanmu, Akbar? Pekalah pada perasaan istrimu!"

Akbar menelan ludah, lelaki itu terkesiap, seakan baru disadarkan oleh kenyataan.
"Ba-baik, Ma!"

***

Kenyang dengan nasihat dan wejangan yang diberikan oleh orang tuanya, Akbar kembali ke kamarnya yang ada di lantai dua. Lelaki itu membuka pintu dengan pelan, netranya langsung tertuju pada Juwita yang terbaring di atas ranjang dengan selang infus yang tertancap di pergelangan tangan.

'Bu Akbar mengalami dehidrasi, dan juga kelelahan. Saya harap setelah ini lebih diperhatikan lagi pola makan dan kontrol emosinya.'

Akbar mengambil tempat duduk di samping ranjang, lelaki itu mengamati wajah teduh Juwita.
"Maaf," lirih Akbar seraya menyentuh kening sang istri. Demamnya sudah turun.

Short Story: Our World IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang