halaman 14 : dinner

75 13 0
                                    

Lelaki dengan punggung berkeringat itu terlihat sedang bergelut dengan papan skate nya, lalu menghela nafas panjang. Ia lelah sedari tadi main sendiri.

Biasanya Erlangga main sama Derio di pinggir jalan komplek mereka, kadang di halaman rumah Derio. Duh, dia jadi rindu anak itu.

Rumahnya dan Derio hanya terhalang 5 rumah, Erlangga juga cukup dekat dengan Pasha, sayangnya Pasha tidak bisa bermain skateboard.

"Bang!" suara anak lelaki mengalihkan atensinya, ternyata Pasha. Erlangga mengangkat tangan kanannya tapi tak dilambaikan.

Pasha melajukan kecepatan sepedanya, dan berhenti tepat di dekat Erlangga.

"Ngapain bang?" tanya Pasha, basa-basi tentunya.

"Gali sumur," balas Erlangga, lagian udah tau lagi main skate, masih ditanya lagi ngapain.

Cengiran Pasha tunjukkan, Ia diam setelahnya. "Eh iya! Bang Derio pulang hari ini," ujarnya, Erlangga menengok cepat, wajahnya terkejut.

"Serius lo?" tanya nya, Pasha mengangguk sebagai jawaban.

"Kayanya ntar malem udah dirumah deh," balas Pasha, ini jam 4 sore. Erlangga tersenyum lebar setelahnya, Ia merangkul Pasha yang masih berada di sepedanya.

"Temen kita sembuh, Sha!" ujarnya, Pasha mengangguk setelahnya.

"Iya bang, dia kalo sakit ngomongnya suka ngelantur kemana-mana," ucap Pasha, Erlangga mengangguk setuju.

"Tu anak emang suka overthinking, demen banget bikin orang deg-deg an," imbuh Erlangga, Pasha manggut-manggut.

"Balik dulu bang! Mau mandi, ntar malmingan sama pacar soalnya," pamitnya, Erlangga mendorong pelan kepala Pasha dari belakang.

"Yeu bocah! Sekolah dulu yang bener, baru pacaran!" ujarnya.

"Lah, emang lu di sekolah bener bang?" tanya Pasha, kemudian melaju, takut di tahan, Pasha kan satu sekolah dengan Erlangga, jadi dia tau kelakuan Erlangga di sekolah.

Paling sering masuk BK deh, untung ngga sampe di skors.

Erlangga juga turut meninggalkan tempat itu, menaiki papannya menuju ke rumahnya guna mandi, badannya sudah lengket-lengket.

.

.

.

"Kamu juga harus belajar masak, Gland. Masa mau di kasih makan mie mulu itu perutmu," ujar Vera.

"Lah bentar, emang mama bisa masak?" ujarnya, Vera terdiam Ia menatap Gland dengan tatapan sengit.

"Waduh, lo ngeremehin gue nih?" sarkasnya, Gland terkikik. "Fakta bos," lanjut Gland, Vera memang payah dalam memasak. Justru Andy lebih mahir, tapi dirumah tetap dimasakin bibi.

Meski begitu, Andy dan Vera masih harmonis meski sempat cerai.

"Mama bisa masak, kok." bela Vera.

"Masak apa?"

"Masak air lah," balasnya, lalu tertawa terbahak-bahak, namun sang putri tak ikut tertawa membuatnya terdiam kikuk.

"Ngga lucu ya? Iyalah, yang lucu suami gue!" ujarnya, Gland mendengus, lalu membuat wajah lucu, seolah mengejek ucapan Vera barusan.

Vera sedang di kost an Gland, hanya mau bertamu, lalu mengecek stok makanan dan uang saku Gland masih atau sudah habis.

"Ya lucuan pacarku," timpal Gland.

"Minimal udah sah, bos!" balas Vera, tak kalah sombong, Gland menghela nafas, keduanya lalu tertawa.

***
19:00 WIB

"Kak Gland mana? Ngga ikut ya?" tanya Derio setelah mamanya datang, dan mengemasi barang-barang yang selama ini Derio pakai di rumah sakit.

"Dia ada kelas malem, satu jam lagi baru bisa nemuin kamu," balas Rita.

"Udah kangen rumah belum kamu?" tanya Rita, Derio mengangguk cepat, dan terlihat antusias. Tentu Ia rindu semuanya.

"Tapi belum boleh main skate ya," tegur sang Mama, Derio mengangguk faham setelahnya, meski sedikit sedih.

"Tunggu sampe obat kamu abis, nggausa dipaksa-paksa ya? Derio kan udah gede, udah kelas 2 SMA loh." imbuh Riska.

"Pait banget lagian," keluhnya.

"Kalo manis bukan obat dong," balas Riska, lalu terkekeh. Kopernya sudah ditutup, Riska mengecek lemmari di sisi kanan Derio kemudian, takut-takut ada yang lupa di masukin.

Mereka berjalan pulang setelah Riska membayar biaya inap Derio, aniway Riska bawa mobil.

Singkatnya, mereka sudah dirumah, dan menurunkan koper Derio.

"Biar aku aja, ma."

"Bisa?" tanya Riska meyakinkan.

"Bisa lah!"

Riska lebih memilih mengurusi urusan rumah tanpa art, Ia sengaja memilih rumah yang tak terlalu besar, juga tak terlalu kecil.

Maka dari itu, Derio ini cukup mandiri karena dari dulu sudah diajarkan disiplin oleh kedua orangtua nya.

Derio menaruh beberapa pakaian kotor ke cucian, dan membawa sebagian baju bersih ke kamarnya. Setelahnya turun kebawah.

"Mau makan apa? Biar mama masakin," ujar Ruska, Derio sedikit berfikir. "Terserah mama, yang penting berkuah!" ujarnya, Riska tersenyum lalu mengangguk mengiyakan.

Derio berjalan ke arah ruang tamu yang di depan sofa terdapat televisi, dan mulai menonton tv disitu.

Tok tok tok

"Gland disini~" ketukan pintu sekaligus teriakan seorang perempuan mengalihkan atensi Derio dan Riska yang sedang memasak.

Derio berlari kecil, sesekali melompat, sudah tak sabar bertemu kekasihnya.

"Halo kakak sayang— eh?! Tante!" kejutnya kala melihat siapa yang berdiri di dekat pacarnya, Ia menyodorkan tangan kemudian.

Vera yang faham juga ikut menyodorkan tangannya, dengan sopan Derio meraihnya dan menempelkan punggung tangan Vera ke dahi nya.

"Silahkan masuk tante, kak." ujarnya, sedikit tersenyum seraya mengedipkan satu matanya ke Gland.

"Eh, astaga! Mama Gland ya ini?" kejut Riska, Ia mengelap tangan nya yang basah karena baru saja mencuci tangan.

Ia membersihkan sisa sisa air di apronnya sebelum bersalaman dengan Vera.

"Iya tan, saya bawa mama. Hehe," celetuk Gland, Riska tersenyum mendengarkan penjelasan Gland.

"Wah! Kalau gini kita sekalian makan malem bareng aja!" usul Riska, Gland dan Derio saling tatap dan tersenyum seraya mengangguk kemudian.

"Kalau nggak keberatan ya boleh saja," ujar Vera, lalu terkekeh. Kalau sama yang seumuran apalagi baru kenal, Vera jadi lebih kalem, tapi kalo udah sama circle nya... Beuh! Katcaww

"Udah mau matang, saya tinggal goreng makanan ringannya, mama Gland makan gorengan kan?" tanya Riska, Vera mengangguk mengiyakan.

"Apa aja saya makan, kecuali makan temen," balas Vera bercanda kedua wanita dewasa itu tertawa kecil kemudian.

"Perlu dibantu nggak, jeng?" tanya Vera, mmenawarkan diri. Riska menggeleng ribut.

"Nggak usah, jeng. Tinggal goreng sedikit, duduk dulu di meja makan, nanti saya tinggal bawa ke meja," balas Riska, Vera mengangguk.

Mereka bertiga, Gland, Vera, dan Derio (yang daritadi senyum senyum mulu) berjalan menuju meja makan, dan duduk disana.

Tak lama makanan datang, Vera menjejerkan beberapa lauk di samping kanan-kiri nasi.

"Selamat makan," ujarnya setelah melepas apron dan ikut duduk.

Mereka berempat makan bersama dan sedikit berbincang kemudian. Malam ini malam paling seru bagi Gland dan Derio, melihat interaksi kedua orangtua nya yang selalu melempar jokes ibu-ibu membuat mereka ikut tertawa juga.

#end

Udah durestuin ini mah!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Derio Is Adorable | GXBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang