Sudah beberapa hari sejak Jake mengungkapkan perasaannya kepada Sunghoon. Waktu terasa berjalan lambat dan menyiksa. Sunghoon tidak memberikan jawaban pasti tidak menerima, tetapi juga tidak menolak. Bagi Jake, semuanya seperti berada dalam ketidakpastian yang membunuh perlahan.
Hari ini, Jake memutuskan untuk menghindari Sunghoon sepenuhnya. Ia sudah lelah berharap pada seseorang yang terus-menerus membuatnya merasa tidak cukup. Di sela-sela kegundahannya, Heeseung selalu hadir, menjadi bahunya untuk bersandar.
“Jake, mau bareng pulang lagi nggak?” Heeseung menyapa Jake ketika bel sekolah berbunyi.
Jake mengangguk kecil. “Iya, Hee. Gue nggak mau ketemu Sunghoon hari ini.”Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan sekolah. Di perjalanan, Heeseung terus berusaha membuat Jake tertawa dengan cerita-cerita konyolnya. Dan meski sesekali Jake tersenyum, Heeseung tahu luka di hati sahabatnya masih dalam.
"Jake, lo harus berhenti peduli sama dia," kata Heeseung saat mereka hampir tiba di rumah Jake. "Gue nggak bisa liat lo terus-terusan kayak gini."
Jake menghela napas panjang. "Gue tau, Hee. Tapi... semuanya nggak segampang itu buat gue."
Heeseung menatap Jake dalam-dalam, dan untuk pertama kalinya, ada ketegangan di antara mereka. "Jake, gue suka sama lo. Dari dulu."
Jake terdiam. Kata-kata itu menghantamnya seperti ombak besar yang tiba-tiba datang. Ia selalu tahu Heeseung peduli padanya, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa perasaan itu lebih dari sekadar persahabatan.
"Hee... gue nggak tau harus jawab apa," kata Jake dengan suara pelan.
Heeseung mengangguk pelan, memaksakan senyum. "Nggak apa-apa. Gue cuma pengen lo tau. Lo nggak sendirian, Jake. Ada gue."
Jake menatap Heeseung, merasa terjebak di antara dua hati Sunghoon, yang selalu ia cintai meski tidak pernah memberikan kepastian, dan Heeseung, yang selalu ada untuknya dengan perasaan tulus.
---
Malam itu, Jake berbaring di tempat tidurnya, pikirannya kacau. Setiap kali ia mencoba untuk melupakan Sunghoon, bayangan wajah dingin itu selalu menghantuinya. Namun di saat yang sama, Heeseung terus muncul dalam benaknya dengan senyum hangat dan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan dari Sunghoon.
"Kenapa harus sesulit ini?" Jake bergumam pada dirinya sendiri.
Ia meraih ponselnya dan membuka chat dengan Sunghoon, berharap ada pesan atau setidaknya balasan dari pria itu. Namun, tidak ada apa-apa. Sunghoon seolah menghilang dari hidupnya, dan itu membuat Jake merasa semakin tenggelam dalam kesedihan.
Lalu, sebuah pesan masuk dari Heeseung.
Heeseung: "Jake, kalo lo butuh temen, gue ada buat lo. Kapanpun."Jake menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. Ia tahu Heeseung tulus, tapi hatinya masih terpaut pada Sunghoon. Perasaan itu terlalu kuat untuk diabaikan, meski setiap detiknya hanya membawa luka.
---
Keesokan harinya di sekolah, Jake mencoba menghindari Sunghoon sebisa mungkin. Namun, takdir sepertinya punya rencana lain. Di lorong sekolah, mereka akhirnya bertemu. Sunghoon melihat Jake, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, ia menghampirinya.
"Jake," panggil Sunghoon, suaranya lebih lembut dari biasanya.
Jake menoleh, merasa jantungnya berdebar keras. "Apa?"
Sunghoon terlihat ragu, seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak tahu bagaimana memulainya. "Gue... Gue minta maaf soal kemarin. Gue nggak tahu lo ngerasa kayak gitu."
Jake merasakan harapan kecil kembali muncul di hatinya. "Terus? Apa artinya itu, Hoon?"
Sunghoon mengalihkan pandangannya, terlihat bingung. "Gue nggak tahu, Jake. Gue nggak pernah mikir soal perasaan kayak gini."
Harapan itu runtuh seketika. Lagi-lagi, Sunghoon memberikan ketidakpastian.
Jake menatap Sunghoon dengan tatapan penuh luka. "Gue capek, Hoon. Gue capek nunggu lo buat kasih kepastian."
Sunghoon terdiam. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi mulutnya seakan terkunci.
Jake menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di matanya. "Gue nggak bisa terus-terusan gini. Gue... Gue harus belajar mencintai orang yang bener-bener ada buat gue."
Sunghoon hanya bisa menatap Jake dengan ekspresi kosong saat pria itu berbalik dan pergi meninggalkannya. Untuk pertama kalinya, Jake memilih untuk tidak menunggu lagi.
---
Sore itu, Jake duduk di taman sekolah bersama Heeseung. Mereka berdua diam, menikmati kebersamaan tanpa kata-kata. Jake merasa lebih ringan, meski rasa sakit itu masih ada.
"Thank you, Hee," bisik Jake sambil menyandarkan kepalanya di bahu Heeseung.
Heeseung tersenyum kecil. "Gue selalu ada buat lo, Jake. Selalu."
---
To be continued...
---
KAMU SEDANG MEMBACA
A love left unspoken (Sungjake)
Short Story"Cinta tidak selalu datang dengan kata-kata, tapi kesalahan terbesar kita adalah memilih diam sampai semuanya terlambat."