chapter 8: A painful choice

61 7 0
                                    

Hari-hari setelah pertemuan menyakitkan itu berjalan lambat bagi Sunghoon dan Jake. Sunghoon berusaha kembali ke rutinitasnya, tetapi pikirannya terus menerus terjebak pada Jake. Setiap tawa dari teman-temannya terasa kosong, setiap momen kebahagiaan mengingatkannya pada masa-masa indah bersama Jake.

Di sekolah, Danielle terus berusaha mendukung Sunghoon. “Hoon, lo perlu untuk mengalihkan pikiran lo dari semua ini. Kenapa nggak lo coba ikut klub atau aktivitas lain?” saran Danielle saat mereka duduk di taman.

“Gue tahu, Dan. Tapi semua yang gue lakukan sepertinya nggak ada artinya,” jawab Sunghoon, dengan tatapan kosong.

“Lo harus memberi diri lo kesempatan, Hoon. Cobalah! Siapa tahu lo bisa menemukan hal-hal baru yang menarik,” kata Danielle, berusaha menghibur.

Setelah berpikir sejenak, Sunghoon mengangguk. “Oke, gue akan coba. Mungkin gue bisa ikut klub seni.”

“Bagus! Kita bisa ngelukis bareng. Itu akan membuat lo merasa lebih baik,” kata Danielle dengan semangat.

Sementara itu, Jake merasa semakin tertekan. Setiap kali melihat Heeseung, hatinya dipenuhi dengan rasa bersalah. Ia ingin mengungkapkan perasaannya kepada Sunghoon, tetapi takut akan konsekuensi dari keputusannya.

Heeseung mulai menyadari perubahan pada Jake. “Jake, ada yang mengganggu pikiran lo ya? Lo terlihat sangat berat.”

Jake terdiam, tidak tahu harus berkata apa. “Gue hanya... bingung.”

“Bingung tentang apa? Tentang hubungan kita?” tanya Heeseung, nada suaranya serius.

Jake mengangguk perlahan. “Gue merasa ada sesuatu yang hilang. Gue nggak bisa terus berpura-pura.”

“Heeseung, gue ingin lo tahu bahwa gue menghargai lo. Tapi kadang, cinta itu sulit,” kata Jake, suaranya bergetar.

“Lo mencintai Sunghoon, kan?” tanya Heeseung, dengan nada penuh pengertian.

Jake terdiam, lalu mengangguk. “Tapi gue juga tidak ingin menyakiti lo. Lo sahabat terbaik yang pernah gue punya.”

“Heeseung, gue tidak ingin membuat pilihan yang salah,” kata Jake, merasa tertekan.

“Heeseung, lo harus ikuti kata hati lo. Cinta itu bukan hanya tentang perasaan, tapi juga tentang kejujuran,” jawab Heeseung dengan bijak.

---

Kembali ke Sunghoon, setelah beberapa hari mencoba kegiatan baru, ia mulai merasa sedikit lebih baik. Klub seni memberi kesempatan baginya untuk mengekspresikan perasaan yang terpendam. Ia menemukan kenyamanan dalam menggambar dan melukis, mencoba menciptakan kembali kenangan yang indah meski hati ini terasa sakit.

Di suatu sore, saat ia sedang melukis di taman, ia tidak sengaja melihat Jake bersama Heeseung. Mereka terlihat akrab, tertawa, dan berbagi momen-momen kecil yang seharusnya ia miliki. Rasa sakit itu kembali menghantamnya, dan ia merasa terjebak dalam perasaan cemburu dan kehilangan.

Sunghoon menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk tetap fokus pada lukisannya. Namun, air matanya mulai mengalir saat ia menciptakan gambar yang menggambarkan perasaannya yang terdalam—cinta yang hilang, dan kerinduan yang tak terucapkan.

“Kenapa harus begini?” gumamnya, menyeka air mata dengan cepat.

Tak jauh dari sana, Jake merasakan ketidaknyamanan yang aneh. Ia melihat ke arah Sunghoon yang tampak sedih dan sendiri, dan hatinya terasa hancur. “Heeseung, gue harus pergi sebentar,” kata Jake, berusaha beranjak.

“Ke mana?” tanya Heeseung, tetapi Jake sudah berjalan menuju arah Sunghoon.

Sunghoon yang tidak menyadari kehadiran Jake terus berkutat dengan lukisannya. Ia terkejut ketika mendengar suara Jake. “Hoon,” panggilnya pelan, penuh harap.

Sunghoon menoleh, terkejut dan sedikit tertegun. “Jake,” jawabnya, suaranya rendah.

“Bisa kita bicara?” tanya Jake, mencoba menembus dinding ketegangan di antara mereka.

Sunghoon menatap Jake, matanya berkilau. “Tentang apa?”

“Tentang kita,” jawab Jake, merasa dadanya berdegup kencang.

“Gue pikir kita udah jelas. Gue nggak bisa terus seperti ini,” kata Sunghoon, berusaha menjaga suaranya tetap tenang meski hatinya bergejolak.

“Gue mau menjelaskan, Hoon. Gue... gue nggak mau kehilangan lo. Aku mencintaimu, tetapi semua ini terasa rumit,” ungkap Jake, jujur.

“Lalu kenapa lo terus sama Heeseung?” tanya Sunghoon, nada suaranya penuh dengan kemarahan dan sakit hati.

“Karena gue bingung! Gue ingin lo di samping gue, tetapi gue juga nggak ingin menyakiti Heeseung,” jawab Jake, air mata mulai menggenang di matanya.

Sunghoon merasakan sakit itu semakin dalam. “Jadi, lo mau gue menunggu? Atau lo mau gue pergi selamanya?”

“Gue tidak ingin kehilangan lo, Hoon. Tapi lo harus mengerti, ini semua sulit,” jawab Jake, merasa terjebak dalam rasa bersalah.

Sunghoon memalingkan wajahnya, tidak bisa melihat Jake lebih lama. “Gue lelah, Jake. Gue tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang cinta yang tidak pasti.”

“Lo harus percaya sama gue. Gue akan memperbaiki semuanya,” kata Jake, berusaha untuk menyentuh tangan Sunghoon, tetapi Sunghoon menjauh.

“Aku tidak bisa, Jake. Setiap kali kita bertemu, semua ini hanya membuatku semakin sakit,” jawab Sunghoon, air matanya mengalir bebas.

Di antara mereka, ada ketegangan yang tak terkatakan, dan keduanya merasa hancur. Sunghoon mengangkat tangannya, seolah meminta untuk memberi jarak di antara mereka.

“Sunghoon...” panggil Jake, tetapi kali ini, Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Jake. Ini sudah cukup. Aku tidak ingin disakiti lagi. Lo harus pergi.”

Dengan itu, Sunghoon berbalik dan pergi meninggalkan Jake, yang hanya bisa berdiri di tempatnya, merasa kosong dan hancur.

---

Jake merasa seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Ia ingin berlari mengejar Sunghoon, tetapi kakinya terasa berat. Air mata mengalir di pipinya, dan ia tahu bahwa ia telah kehilangan sesuatu yang berharga.

Dalam keheningan, Jake merasakan kepedihan yang mendalam. Ia sadar bahwa cinta yang ia miliki untuk Sunghoon adalah yang terkuat, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara memperbaiki kesalahan yang telah ia buat.

Sementara itu, Sunghoon merasakan hatinya hancur. Ia pergi ke tempat yang selalu menjadi tempat perlindungannya—taman di belakang rumahnya. Di sana, ia duduk di bangku dan membiarkan air mata mengalir, merasakan beban di hatinya semakin berat.

“Kenapa semuanya harus berakhir seperti ini?” gumamnya, merindukan masa-masa indah yang pernah mereka jalani.

Dalam momen keputusasaan itu, Sunghoon tahu bahwa ia harus membuat pilihan untuk dirinya sendiri. Ia tidak bisa terus berpegang pada cinta yang menyakitkan, dan kini saatnya untuk melanjutkan hidupnya meski dengan rasa sakit yang mendalam.

To be continued...

A love left unspoken (Sungjake) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang