04

1.1K 67 12
                                    

04. Tak berdaya

Setelah proses pembersihan selesai. Helen dan max bersiap untuk langkah berikutnya. Mereka ingin memastikan iel tidak memiliki kekuatan untuk melawan mereka, meskipun kesadarannya tetap utuh. Dengan merencanakan menyuntikan obat yang akan membuat iel lemah dan tidak memiliki kekuatan.

Pendar cahaya steril dari instrumen-instrumen itu memantul di mata Helen dan Max yang dingin dan tanpa berkedip. Pembersihan terakhir telah selesai. Iel terbaring di meja operasi, kanvas pucat tanpa rambut, tubuhnya menjadi bukti persiapan mereka yang teliti. Tetapi eksperimen sebenarnya belum dimulai. Tujuan mereka bukan hanya membersihkan; itu adalah untuk mengendalikan. Untuk mematahkan keinginannya tanpa memadamkan kesadarannya. Untuk mengubahnya menjadi boneka, sepenuhnya berada di bawah belas kasihan mereka.

Max, selalu menjadi ilmuwan yang teliti, menyiapkan jarum suntik. Cairan bening di dalamnya berkilauan samar di bawah lampu laboratorium yang tajam. Itu adalah agen paralitik, yang dikalibrasi dengan hati-hati untuk menimbulkan kelemahan yang hebat tanpa menyebabkan kematian. Alat yang sempurna untuk eksperimen mereka yang bengkok.

Helen, dengan efisiensi yang menakutkan, mendekati Iel. Dia memperhatikannya, matanya melebar karena ketakutan yang melampaui rasa sakit fisik. Itu adalah teror akan ketidakberdayaan sepenuhnya, pengetahuan bahwa takdirnya telah disegel, tubuh dan pikirannya berada di bawah belas kasihan orang tuanya sendiri.

"Ini akan memastikan kerja samamu," jelas Helen, suaranya seperti bisikan sutra yang menyangkal niat kejam di balik kata-katanya. "Ini akan membuat fase selanjutnya jauh lebih mudah bagi kita berdua."

Jarum itu menembus kulitnya, pelanggaran kecil yang memicu gelombang rasa takut yang dingin. Iel merasakan obat itu mengalir melalui pembuluh darahnya, kelumpuhan yang merayap yang mencuri kekuatan dari anggota tubuhnya, api dari semangatnya. Tubuhnya terasa berat, seperti timah, tidak responsif. Pikirannya, yang dulunya tajam dan panik, menjadi lamban, berawan.

Dia mencoba berteriak, memprotes, tetapi suaranya terjebak, jeritan bisu yang bergema di dalam pikirannya sendiri. Matanya, bagaimanapun, tetap terbuka, lebar dan dipenuhi dengan campuran ketakutan dan keputusasaan yang mengerikan. Dia sadar, sepenuhnya sadar, akan semua yang terjadi padanya.

Max dan Helen saling bertukar pandang puas. Obat itu bekerja dengan sempurna. Iel sepenuhnya sadar, tetapi sama sekali tidak berdaya. Tubuhnya adalah sebuah wadah, siap untuk digunakan, dimanipulasi, dan dikendalikan. Eksperimen sebenarnya, yang akan menguji batas ambisi mereka yang bengkok, akan segera dimulai. Keheningan yang mengerikan di laboratorium hanya dipecah oleh suara napas Iel yang tersengal-sengal, bukti kekuatannya yang memudar dan terornya yang tak tergoyahkan. Dia adalah boneka, dan mereka adalah dalang, siap untuk menarik benang-benangnya.

********

Iel hanya bisa menatap kosong, tubuhnya lemas dan pikirannya berkabut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Iel hanya bisa menatap kosong, tubuhnya lemas dan pikirannya berkabut. Kata-kata Max terasa jauh, seperti suara dari dunia lain. Dia mengerti bahwa mereka akan menghubungkannya dengan berbagai alat, tetapi rasa takut dan kelemahan yang mencengkeramnya membuatnya tidak mampu untuk melawan.

Obat itu bekerja dengan cepat, seperti gelombang dingin yang mengalir melalui tubuh Iel, membekukan semangatnya dan meredam keinginannya untuk melawan.  Sensasi yang dia rasakan bukanlah rasa sakit, tetapi lebih kepada ketidakmampuan yang mematikan.  Otot-ototnya terasa berat, seperti terisi dengan timah cair, membuatnya tidak berdaya.  Setiap gerakan, yang sebelumnya terasa begitu mudah, kini menjadi perjuangan berat yang melelahkan.

Pikirannya menjadi kabur, seperti melihat dunia melalui kaca yang buram.  Kata-kata yang diucapkan Helen dan Max terdengar samar, seolah-olah berasal dari kejauhan.  Dia masih dapat merasakan ketakutan, tetapi ketakutan itu terasa jauh, seperti kilatan petir di langit yang jauh.  Keinginan untuk melawan, yang sebelumnya begitu kuat, kini meredup, tergantikan oleh rasa pasrah yang mematikan.

Pandangannya mulai kabur.  Dunia di sekitarnya tampak melayang dan kabur, seperti lukisan yang tergores dengan goresan kasar.  Dia merasakan sebuah kehampaan yang dalam, sebuah ketiadaan yang meremukkan jiwanya.  Dia masih ada, tetapi dia merasa seperti hantu, sebuah bayangan dari dirinya sendiri.

Dia mencoba untuk berteriak, untuk memohon, tetapi suaranya hanya keluar sebagai desahan lirih yang tak bertenaga.  Dia ingin menggerakkan tangannya, untuk melindungi dirinya dari intervensi yang akan datang, tetapi tangannya terasa seperti batu, tidak responsif terhadap keinginannya.

Dia menyadari bahwa dia sedang terjebak dalam sebuah mimpi buruk, sebuah mimpi buruk yang dibentuk oleh orang tuanya sendiri.  Mereka telah merampas kendali atas tubuhnya, atas pikirannya, atas keinginannya.  Dia adalah sebuah boneka, sebuah objek yang tidak bernyawa yang siap untuk diutak-atik dan dipelajari.

Dan dia, Iel, tidak memiliki kekuatan untuk melawan.  Dia hanya bisa menunggu, dengan rasa takut yang mencengkeram hatinya, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

****

"Sempurna," gumam Helen, suaranya penuh kepuasan yang mengerikan.  Dia mengambil alat yang berkilauan itu, sebuah elektroda kecil yang terbuat dari logam krom yang dipoles hingga mengkilap, ujungnya tajam dan mengkilat di bawah lampu laboratorium.  Sinar-sinar cahaya memantul dari permukaannya yang licin, menciptakan pantulan-pantulan yang menyilaukan, seperti mata-mata kecil yang mengamati Iel dengan penuh keganasan.

"Alat ini," jelas Helen, suaranya seperti suara malaikat maut, "akan memungkinkan kita untuk memonitor aktivitas sarafmu dengan presisi yang luar biasa.  Setiap impuls, setiap reaksi, akan terekam dengan sempurna."  Dia mengusap elektroda itu dengan lembut, gerakannya penuh dengan ketelitian yang mengerikan.  Logam krom yang dingin terasa dingin di ujung jarinya.

Max, yang mengamati dengan saksama, mengangguk.  "Kita akan dapat melihat bagaimana obat itu mempengaruhi otakmu, Iel.  Bagaimana ia mengubah pikiranmu, perasaanmu, dan bahkan jiwamu."  Elektroda itu tampak seperti alat siksaan yang canggih, sebuah senjata yang akan digunakan untuk menyelidiki kedalaman pikiran Iel, untuk mengungkap rahasia-rahasia terdalamnya.

Iel merasakan napasnya tercekat di tenggorokannya.  Dia tidak mengerti secara detail apa yang akan dilakukan dengan elektroda itu, tetapi dia merasakan sebuah ketakutan yang jauh lebih dalam dari sebelumnya.  Itu bukan hanya rasa sakit fisik yang dia takuti, tetapi penghancuran jiwanya, penggalian pikiran dan perasaannya yang paling intim.  Elektroda itu bukan hanya sebuah alat ilmiah; itu adalah simbol dari ketidakberdayaan dan keputusasaannya.

"Sekarang," kata Max, suaranya rendah dan mengancam, "kita bisa memulai fase yang paling menarik."  Dia mengambil elektroda itu dari tangan Helen, dan Iel merasakan sebuah ketakutan yang membekukan jiwanya.  Dia tahu bahwa tidak ada jalan keluar.  Dia hanya bisa menunggu, dengan pasrah, kehancurannya yang akan datang.

_______________

Menurut kalian cerita ini aneh gak?
Aku lanjut atau tidak ya. Komen dong kalo mau lanjut, aku gak pd soalnya hihihi

Jangan lupa kalian vote dan komen biar aku tau kalian suka ceritaku atau tidak ya😵‍💫

Dibalik pintu terkunciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang