Setelah kemarin iel diberi istirahat sejenak untuk memulihkan tubuhnya. Sekarang orangtuanya max dan helen akan melanjutkan eksperimen mereka.
Max, dengan ekspresi dingin dan tanpa ampun, mulai mempersiapkan peralatan mereka. Seperangkat selang NGT dan kateter steril tergeletak di atas nampan baja, bersanding dengan plester perekat kuat dan beberapa alat medis lainnya.
"Ini untuk kebaikanmu, Iel sayang," kata Helen, suaranya terdengar seperti bisikan ular. "Agar tubuhmu lebih mudah beradaptasi dengan stimulus yang akan kita berikan." Ia mengambil selang NGT yang tipis dan lentur, ujungnya dilumasi dengan cairan bening.
"Tidak! Jangan!" Iel melawan, mencoba mendorong tangan Helen menjauh. Namun, Helen dengan mudah mencengkeram pergelangan tangannya, kuat dan tanpa belas kasihan.
"Jangan melawan, Iel," kata Max, suaranya datar tanpa emosi. Ia memegang kepala Iel dengan kuat, menahan gerakannya agar tetap stabil. "Ini akan lebih mudah jika kau tenang."
Iel merasakan tekanan yang semakin berat saat selang nasogastrik (NGT) itu dimasukan ke hidungnya. Sensasi pertama yang datang adalah rasa tak nyaman saat ujung selang mulai menyentuh lubang hidungnya. Iel menggeliat, meskipun tubuhnya tak mampu berontak. Rasa mual yang begitu kuat mulai merayap ke tenggorokannya saat selang itu semakin masuk, menusuk perlahan ke dalam tubuhnya. Setiap detik terasa seperti penyiksaan—terperangkap dalam tubuh yang tak lagi bisa ia kendalikan.
Helen melihat reaksi Iel dengan ketenangan yang mengerikan. Dia menatap putranya dengan penuh fokus, sambil memegang laringoskop di tangannya. "Iel, kita harus memastikan posisi selang ini tepat. Ini sangat penting agar kamu bisa menerima cairan dan nutrisi dengan baik," katanya dengan suara datar, seolah itu adalah rutinitas yang biasa baginya.
Max berdiri di sampingnya, memegang kepala Iel dengan hati-hati. "Jangan khawatir, Iel," katanya, meskipun ada ketegangan dalam suaranya. "Ini hanya prosedur untuk memastikan tubuhmu bisa bertahan lebih lama. Kami ingin kamu tetap hidup, sehat."
Iel merasa dirinya mulai terperangkap lebih dalam. Mereka mengarahkan kepala Iel ke atas, membuka jalur yang lebih luas untuk selang itu bergerak turun. Iel tidak bisa menghindar, tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa kaku, nyaris tak bisa bernapas normal saat selang itu bergerak lebih dalam lagi ke tenggorokannya. Rasanya seperti ada benda asing yang menghalangi jalan nafasnya, dan setiap kali selang itu bergerak lebih dalam, ia merasa semakin tercekik.
Laringoskop digunakan untuk memeriksa dengan lebih teliti, memastikan bahwa selang itu masuk dengan benar. Iel bisa merasakan alat itu, dingin dan keras, menyentuh tenggorokannya saat mereka mencoba melihat posisi selang dengan lebih jelas. Suara alat medis itu terdengar keras di telinganya, mengingatkan dia betapa jauh dirinya berada dari kenyamanan dunia luar.
"Bagus," kata Helen dengan nada puas, setelah memastikan bahwa selang itu berada di tempat yang tepat. “Sekarang, kamu bisa bernapas lebih mudah dan menerima makanan atau cairan jika diperlukan.”
Iel merasakan keputusasaan yang lebih dalam. Walaupun tubuhnya tampak diatur sedemikian rupa untuk bertahan, hatinya terasa semakin kosong. Mereka telah menguasai tubuhku. Aku bukan lagi manusia di mata mereka.
Setiap gerakan mereka, setiap alat yang terhubung dengan tubuhnya, hanya semakin menegaskan bahwa dia tidak lagi memiliki kendali atas dirinya. Iel hanya bisa menahan napas, merasakan kedalaman penghinaan yang tak terucapkan, dan berharap, meskipun dalam keterbatasannya, bahwa ada cara untuk mempertahankan keberadaannya yang utuh.
Namun, dalam diamnya, Iel tahu satu hal pasti: Meski tubuhku terikat pada alat-alat ini, aku masih akan berjuang untuk diriku sendiri.
******
Setelah memasang selang NGT dan kateter, Helen dan Max bersiap untuk tahap eksperimen berikutnya. Mereka menyiapkan cairan nutrisi berwarna putih susu dalam sebuah wadah steril. Helen mengambil jarum suntik besar, menghisap cairan nutrisi tersebut, lalu dengan hati-hati menyuntikkannya melalui selang NGT ke dalam lambung Iel.
"Kita akan mengamati proses pencernaannya," kata Max, mencatat setiap detail pada buku catatannya. "Perhatikan reaksi tubuhnya, catat setiap perubahan yang terjadi."
Iel merasa ada cairan dingin yang mengalir ke dalam perutnya. Sensasi itu sangat asing dan tidak nyaman. Ia tidak terbiasa diberi makan melalui selang, dan tubuhnya bereaksi dengan mual yang hebat. Perutnya terasa penuh dan sesak, dan ia merasakan dorongan untuk muntah. Namun, cengkeraman plester di hidung dan pipinya mencegahnya untuk melakukannya.
"Mual," gumam Iel, suaranya lemah dan hampir tak terdengar. Air mata kembali mengalir di pipinya.
"Normal," kata Helen, tanpa menunjukkan rasa simpati sedikit pun. "Reaksi tubuh terhadap zat asing. Kita akan mencatat tingkat mualnya."
Max terus mengamati dan mencatat setiap perubahan yang terjadi pada tubuh Iel. Ia memeriksa denyut nadi, tekanan darah, dan aktivitas otak Iel melalui monitor yang terhubung ke kepalanya. Ia juga mencatat setiap ekspresi wajah Iel, setiap gerakan tubuhnya, bahkan setiap tarikan napasnya.
Proses pemberian makanan cair berlangsung lama dan menyiksa. Iel merasa tubuhnya semakin lemah, perutnya terasa semakin penuh dan mualnya semakin hebat. Ia ingin melawan, ia ingin memberontak, tetapi tubuhnya sudah terlalu lemah untuk melakukan apa pun. Ia hanya bisa pasrah, menunggu eksperimen itu berakhir.
Setelah beberapa waktu, Max menutup catatannya. "Proses pencernaan berjalan lambat," katanya. "Tubuhnya menunjukkan reaksi negatif terhadap cairan nutrisi. Tingkat mualnya tinggi. Kita perlu mencatat semua data ini."
Helen menatap Iel dengan tatapan dingin dan tanpa ekspresi. "Eksperimen berikutnya akan kita mulai besok," katanya. "Kita akan mencoba rangsangan yang berbeda." Iel hanya bisa memejamkan mata, mencoba untuk melupakan semua rasa sakit dan penderitaan yang ia alami. Ia tahu bahwa ini baru permulaan, bahwa masih banyak lagi siksaan yang menunggunya di masa depan..
________Sorry guys baru lanjut..
ada yang nungguin cerita ini gak?
Kalian mau cerita ini dilanjut atau diunpud aja. komen dong😁
Oh ya kalian kalo ada ide eksperimen apalagi yang mau dilakukan ortunya iel, tulis dikolom komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik pintu terkunci
Teen FictionRumah yang tampak sempurna menyimpan rahasia gelap. Di balik senyum orang tuanya, Helen dan Max, tersembunyi kekejaman yang mengerikan. Gabriel, anak mereka, menjadi subjek eksperimen kejam di laboratorium rahasia rumah mereka. Setiap hari adalah...