Seperti Malam Itu

10 4 0
                                    

Rose membaringkan Axel di ranjang. Kehangatan dan keheningan menyelimuti kamar, membawa ketenangan yang hampir sukar dijelaskan. Aku meraih piyama kecil dari dalam koper, bersiap untuk menggantikan pakaiannya, namun sambil menatapku seksama, Rose berkata, "Biar aku yang melakukannya."

Aku mengangguk, memberikannya ruang. Rose mulai melepaskan baju Axel, menggantinya dengan piyama. Semua itu dilakukannya dengan penuh kehati-hatian agar tidak membangunkan anak kecil itu, seakan peristiwa ini terlalu berharga untuk dirusak.

"Cara Axel tidur... begitu mirip denganmu," bisik Rose, kali ini senyumannya melebar, tatapan matanya memutar nostalgia. Untuk sesaat, ada angin segar menyeruak di antara kami, sebuah kenangan akan masa lalu yang tak pernah kami bicarakan sepenuhnya.

Aku menatapnya, merasakan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kedekatan sesaat. "Kau pasti melalui banyak hal sendiri, Rose..."

Rose mengalihkan pandangannya, matanya berkilat seolah mengusir bayang-bayang kelam itu. "Maafkan aku... Aku dulu tak berusaha lebih keras mencarimu ."
Aku menelan ludah, merasa bahwa pengakuanku itu bukan sekadar kata-kata.

"Tidak, Warren. . ini bukan salahmu, aku yang  tidak berniat memberitahumu. Saat aku tahu dia bernafas di dalam tubuhku... itu seperti sinar pertama dalam hidupku. Aku tidak pernah, walau sekejap, berpikir untuk menyingkirkannya, meskipun ibuku memintaku untuk menggugurkannya. Axel adalah alasanku bertahan..."
Kata-katanya meresap ke dalam hatiku, menembus lapisan ego dan keangkuhan yang selama ini menahan segala emosi.
"Aku juga, Rose. Setelah malam itu, aku tak pernah bisa berhenti memikirkanmu. Aku bahkan mencarimu di klub tempat kita bertemu, bertanya pada Brad, mencoba memahami ke mana perginya kau dan mengapa kau terasa begitu jauh. Hingga akhirnya aku sadar, aku telah jatuh cinta padamu sejak malam itu."

Rose terdiam, wajahnya memucat, namun bibirnya sedikit terbuka. Ada luka di sana, tetapi juga keinginan yang mengambang di matanya. Aku mengambil napas dalam, berusaha menenangkan diri, lalu perlahan mengeluarkan kotak kecil dari dalam saku jaketku. Di dalamnya, ada cincin berlian berbentuk mawar memantulkan sinar indah di bawah lampu kamar.

"Rose," ucapku .suaraku bergetar, harapan dan ketulusan berbaur didalamnya "Aku ingin memperbaiki segala luka yang pernah kau rasakan. Izinkan aku menjaga kau dan Axel... seumur hidupku."

Kata-kataku seolah menggantung di udara, tetapi Rose hanya mengalihkan pandangan, tampak seperti tenggelam dalam kebingungan dan rasa yang bergejolak. "Maafkan aku... sudah terlalu malam, aku harus pulang," katanya terbata, meraih tasnya, berusaha menjauh.

Aku tidak membiarkannya pergi. Langkahku mendekat, dan sebelum sempat ia menghindar, aku menahannya di depan pintu. Wajah kami begitu dekat, napasnya terdengar berat, sementara tatapan mataku berusaha mencari jawaban di balik keraguan yang mengurungnya.

"Jika malam itu bukanlah sebuah kesalahan, maka malam ini pun tidak," bisikku, lalu kubiarkan bibirku menyentuh bibirnya, lembut namun dalam, seakan aku ingin mengukirkan satu janji di sana. Ia memejamkan mata, membalas ciumanku dengan kehangatan yang sama, hingga kami merasa tak perlu lagi berucap, hanya mendengar detak jantung yang saling bersahutan di antara helaan napas kami.

Setelah beberapa saat, aku beranjak ke sofa, mengambil paper bag berona coklat yang telah kusiapkan. Aku kembali mendekatinya, menatapnya lekat.

"Jika kau menerima lamaranku... pakailah ini besok. Aku akan menunggumu di Cafe de l'Homme jam 10 pagi." Aku berhenti sejenak, memastikan kata-kataku sampai padanya. "Namun, jika kau tak mengenakannya, aku akan menghormati keputusanmu dan takkan mengusikmu lagi, kecuali demi Axel."

Rose menerima paper bag itu dengan tangan yang sedikit gemetar, dan sejenak kami hanya saling pandang, terdiam dalam kebisuan yang tak terdefinsikan. "Aku... permisi dulu," tukasnya pelan.

Aku membukakan pintu, Seperti bayangan yang perlahan-lahan mengabur dalam kegelapan, sosoknya menghilang di balik pintu, meninggalkan kegelisahan yang mungkin membuatku tak bisa terlelap nyenyak.
Aku menarik napas panjang, berharap bahwa malam ini akan lekas berakhir .

Love At Night For A MomentWhere stories live. Discover now