Chapter 3

82 19 0
                                    

Di malam berikutnya, setelah ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat persembunyian para vampir, Jungwon duduk di salah satu sudut ruangan besar yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul.

Cahaya lilin temaram menerangi dinding-dinding batu tua, menambah kesan seram pada ruangan itu. Di tangannya, kalung berbentuk bulan sabit yang diberikan oleh Heeseung bergoyang lembut. Benda itu mengeluarkan kilau kemerahan yang samar, dan Jungwon tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kalung tersebut.

“Kenapa kamu terus memegangnya seperti itu?” tanya Sunoo, yang tiba-tiba muncul dari bayang-bayang.

Jungwon tersentak, nyaris menjatuhkan kalung itu. “Oh, aku hanya… penasaran. Kalung ini seperti memiliki energi aneh.”

Sunoo terkekeh, senyum cerahnya terlihat kontras dengan suasana ruangan. “Itu bukan energi biasa. Kalung itu memang memiliki sedikit sihir di dalamnya, untuk melindungimu.”

“Maksudnya, melindungiku dari apa?” Jungwon bertanya, merasa kecurigaannya semakin menguat.

“Dari para pemburu yang bisa mencium bau darahmu,” jawab Sunoo dengan nada yang masih riang, tetapi sorot matanya berubah serius.

Jungwon mengernyit, menatap kalung di tangannya. "Jadi, kalian benar-benar dalam bahaya?"

“Kita semua dalam bahaya, Jungwon. Terutama kamu,” kata Sunghoon, yang entah kapan sudah duduk di dekatnya. Wajahnya serius seperti biasa, namun ada kelembutan dalam pandangannya.

Ketika Sunoo dan Sunghoon mulai menjelaskan tentang dunia mereka, Jungwon merasa semakin terhanyut dalam kisah gelap yang mengelilingi para vampir ini. Mereka menceritakan tentang masa lalu mereka, bagaimana mereka semua dipaksa hidup dalam bayang-bayang sejak kehadiran para pemburu yang tidak pernah lelah mengejar mereka. Heeseung, yang paling tua di antara mereka, selalu menjadi pemimpin, memastikan mereka semua tetap aman. Jake dan Ni-ki kadang-kadang berani mengambil risiko, tetapi mereka tahu bahwa hidup mereka harus selalu dalam persembunyian.

Sambil mendengarkan, Jungwon tidak bisa mengusir perasaan aneh dalam dirinya. Ada perasaan iba, tetapi juga rasa takut. Mereka adalah makhluk abadi, hidup dalam kegelapan, dan membutuhkan darah untuk bertahan hidup. Tapi, ada sesuatu tentang mereka yang membuat Jungwon merasa terikat.

“Hei, apa kamu ingin melihat sesuatu yang keren?” Jay tiba-tiba muncul di belakangnya, mengangkat sebelah alis sambil tersenyum tipis. Wajahnya lembut namun penuh dengan teka-teki, sebuah kehangatan yang tidak terlalu menakutkan.

“Apa itu?” tanya Jungwon, meskipun sedikit ragu.

Jay menunjuk ke arah balkon yang menghadap ke hutan. “Ayo ikut. Aku akan menunjukkan tempat favoritku.”

Jungwon mengikuti Jay keluar, dan mereka berjalan ke arah balkon besar yang terbuat dari batu dengan ukiran-ukiran rumit. Dari sana, pemandangan hutan gelap terbentang luas. Bulan bersinar penuh di langit, memberikan cahaya dingin yang menciptakan bayangan pada pepohonan yang tampak seperti siluet-siluet menyeramkan.

“Dulu, aku biasa duduk di sini dan melihat bulan sambil berpikir, apakah aku akan selamanya hidup seperti ini,” kata Jay pelan, suaranya penuh dengan nostalgia.

Jungwon terdiam. Dia merasakan beban di balik kata-kata Jay, beban kehidupan yang tidak pernah bisa ia bayangkan sebelumnya. Sebagai manusia, dia selalu menganggap hidup adalah sesuatu yang memiliki akhir, sebuah batas waktu yang membuatnya menghargai setiap saat. Tapi untuk Jay, dan para vampir lainnya, waktu seperti tak berarti.

“Kamu tahu,” kata Jungwon akhirnya, “Mungkin ini terdengar aneh, tapi aku bisa mengerti kenapa kalian hidup di dalam bayang-bayang. Hidup abadi pasti berat.”

Jay menatapnya, sorot matanya penuh kekaguman. “Tidak semua manusia bisa memahami itu. Tapi kamu… kamu berbeda.”

Mereka terdiam sejenak, hanya mendengarkan angin malam yang berdesir. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru mendekat dari arah belakang.

“Jungwon, Jay!” panggil Heeseung, suaranya terdengar cemas. “Kita harus bersiap.”

Jay menegakkan tubuhnya dan menatap Heeseung dengan tatapan serius. “Apa yang terjadi?”

“Mereka sudah dekat,” jawab Heeseung, dan dalam sekejap, suasana yang tadinya tenang berubah menjadi tegang.

Jungwon menatap Jay dengan bingung. “Mereka? Siapa mereka?”

“Pemburu vampire,” jawab Jay singkat, tangannya mengepal. “Mereka mungkin sudah mencium jejak kita di sini.”

Tanpa berkata banyak lagi, Jay menarik tangan Jungwon dan membawanya masuk ke dalam ruangan. Para vampir lainnya sudah berkumpul di sana, masing-masing dengan ekspresi serius di wajah mereka. Jungwon bisa merasakan aura tegang yang memenuhi ruangan.

“Kita tidak punya banyak waktu,” kata Heeseung. “Mereka akan segera tiba. Jungwon, kamu harus ikut kami ke tempat yang lebih aman.”

“Apa maksudmu? Aku tidak bisa lari begitu saja!” Jungwon menolak dengan keras, meskipun dalam hatinya ketakutan mulai tumbuh.

“Kalau kamu tetap di sini, mereka akan menemukanmu. Kita tidak bisa mempertaruhkan nyawamu begitu saja,” kata Jake, nadanya lebih tenang, tetapi ketegangan di wajahnya jelas terlihat.

Sunghoon menghampiri Jungwon dan meletakkan tangan di pundaknya. “Kami sudah kehilangan terlalu banyak orang karena mereka. Kami tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi padamu.”

Tanpa menunggu persetujuan, para vampir mulai bergerak, membawa Jungwon menuju lorong-lorong gelap yang mengarah ke ruangan tersembunyi di bawah tanah. Di sepanjang perjalanan, Jungwon bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dia merasa seperti tengah berada di dalam mimpi buruk yang nyata.

Akhirnya, mereka tiba di sebuah ruangan bawah tanah dengan dinding yang dipenuhi simbol-simbol aneh. Di tengah ruangan terdapat lingkaran sihir yang tampak misterius, memancarkan cahaya biru samar.

“Heeseung, apa ini?” Jungwon bertanya, menatap lingkaran sihir itu dengan rasa takut dan penasaran.

“Lingkaran perlindungan,” jawab Heeseung. “Jika para pemburu berhasil masuk, lingkaran ini akan melindungi kita. Tapi, aku tidak yakin berapa lama itu bisa bertahan.”

Jungwon melangkah ke dalam lingkaran, perasaannya campur aduk antara takut dan takjub. Dia tidak pernah membayangkan hidupnya akan menjadi seperti ini, dikelilingi oleh makhluk-makhluk abadi dalam situasi yang berbahaya. Namun, di saat yang sama, dia merasa ada ikatan yang menghubungkannya dengan mereka, seolah takdirnya memang berada di sini.

Mereka semua menunggu dengan tegang, mendengarkan suara langkah kaki di luar. Setiap detik berlalu terasa begitu lama, dan Jungwon bisa merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Akhirnya, terdengar suara keras dari luar ruangan. Para pemburu telah berhasil menemukan tempat persembunyian mereka.

“Siapkan diri kalian,” kata Heeseung, suaranya tegas namun penuh keyakinan. “Kita akan melawan.”

Jungwon menggenggam kalung bulan sabit di lehernya, merasakan kekuatan yang mengalir dari benda itu. Dia tahu bahwa ini mungkin adalah malam yang paling berbahaya dalam hidupnya, tetapi di dalam hatinya, ada tekad untuk menghadapi apa pun yang datang. Bersama dengan para vampir yang kini menjadi bagian dari hidupnya, dia siap untuk melawan kegelapan yang mendekat.

---

Lumen in TenebrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang