Bab 5: Dua Ekor Burung Rangkong

9 1 0
                                    

Siang itu matahari bersinar dengan sangat terik. Dua ekor burung rangkong sedang terbang rendah, mengawasi daerah perbatasan di antara hutan yang sangat lebat dengan padang rumput yang luasnya tidak dapat diterka.

Burung-burung itu bukan hanya burung rangkong biasa. Mereka adalah burung rangkong papan, jenis yang paling besar di antara semua famili burung rangkong. Ciri khas burung rangkong papan adalah tonjolan seperti cula yang terdapat di bagian atas paruh mereka yang panjang dan berbentuk melengkung ke bawah.

Burung rangkong papan adalah burung yang sangat gagah. Mereka dapat tumbuh hingga lebih tinggi dari satu setengah meter dan memiliki bentangan sayap yang sangat lebar. Bulu mereka berwarna hitam dan putih, sementara paruh mereka berwarna kuning cerah.

Dua ekor burung rangkong papan yang sedang terbang rendah pada siang hari itu memiliki ciri yang tidak berbeda dengan yang telah dijelaskan di atas. Satu-satunya hal yang cukup penting untuk penulis sebutkan di sini adalah ukuran mereka yang bahkan lebih besar lagi daripada semua burung rangkong papan yang dapat kau lihat di kebun binatang manapun. Kenyatannya, mereka mungkin adalah dua ekor burung rangkong papan yang paling besar di dunia kita. Namun di dunia ini, mereka hanya burung rangkong papan biasa. Kedua burung itu bahkan masih belum sepenuhnya dewasa.

Burung rangkong papan yang satu bernama Kolaka atau Kola, demikian ia biasa dipanggil. Sedang burung rangkong papan yang satunya bernama Koraka, dan jika kau menebak bahwa nama panggilannya adalah Kora, maka kau tidak salah. Kemiripan di antara keduanya tidak hanya berhenti sebatas nama. Penampilan mereka juga sangat mirip. Satu-satunya perbedaan antara Kola dan Kora adalah bercak berwarna kuning yang hanya terdapat di bawah leher Kola. Seandainya bercak tersebut dimiliki (atau tidak dimiliki) oleh keduanya, maka Kola dan Kora adalah kembar identik. Namun saat ini mereka sudah cukup senang dengan memegang predikat sebagai kembar biasa, sebab tidak banyak burung rangkong yang cukup beruntung untuk ditetaskan sebagai saudara kembar. Kenyataan tersebut membuat Kola dan Kora cukup menonjol di antara burung-burung rangkong yang lain, dan itu adalah hal yang bagus, sebab populasi burung rangkong di dalam rombongan mereka begitu banyak.

Rutinitas membosankan yang sedang dijalani oleh Kola dan Kora pada siang hari itu berubah menjadi menarik ketika Kora melihat pemandangan yang sangat tidak biasa di bawah mereka. Ia kemudian mengabarkan hal itu kepada Kola, lalu keduanya meluncur turun untuk menghampirinya.

Keheranan, ketakjuban, dan ketakutan bercampur aduk di dalam benak Kola dan Kora ketika mereka berdiri mengelilingi pemandangan yang aneh tersebut.

"Apakah kau pernah melihat benda-benda yang seperti ini sebelumnya?" tanya Kora dengan bingung. Burung itu menjaga jarak cukup jauh dari benda-benda yang ia maksud.

Kola memberanikan diri untuk memajukan kepalanya dan melihat lebih dekat. "Belum pernah," ia mengakui. "Dan aku rasa mereka bukan benda, tapi makhluk hidup."

"Makhluk hidup? Kalau begitu makhluk apakah mereka menurut sangkaanmu?"

"Mungkin semacam monyet. Lihat, mereka mempunyai tangan dan kaki yang hampir sama panjang. Dan tidakkah wajah mereka sangat mirip dengan monyet?"

"Entahlah," kata Kora sambil mengusap-usap paruhnya. "Apakah mereka tidak lebih mirip dengan singa? Yang satu ini mempunyai surau yang sangat panjang seperti surau singa."

Kola tertawa. "Yang benar saja. Apakah kau pernah melihat seekor singa yang tidak bercakar dan tidak bertaring?"

Kora maju satu langkah. "Benar juga," ujarnya lega setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa tangan dan mulut makhluk-makhluk aneh tersebut tidak bercakar dan tidak bertaring seperti yang dikatakan oleh Kola. "Jadi mereka bukan pemakan daging?"

Kisah Bumidra - Buku 1: Hutan MuramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang