Bab 8: Penemuan Amar

6 1 0
                                    

Amar tidak pernah menyangka bahwa akan tiba hari di mana ia merindukan pelajaran matematika di sekolahnya yang membosankan, atau kamar tidurnya yang sempit dan berbau apek. Kenyataannya, hari yang tidak pernah disangka-sangkanya itu jatuh pada hari ini, hari keempatnya di Bumidra – dunia ajaib tempat tinggal para hewan yang bisa berbicara.

Amar bukannya diperlakukan dengan buruk oleh para burung rangkong yang menjadi tuan rumahnya. Sebaliknya malah, burung-burung itu memperlakukan anak laki-laki itu dengan lebih baik daripada sebagian besar manusia yang pernah ditemuinya. Sebelum Amar merasa lapar, mereka telah menyajikannya buah-buahan terbaik yang ada di hutan. Di lain waktu ketika anak laki-laki itu hendak pergi berjalan-jalan, Kola dengan setia menemaninya. Kirana secara khusus meminta Kola untuk menemani Nina dan Amar jika anak-anak itu membutuhkannya, dan Kola menyambut tugas itu dengan senang hati.

Amar juga tidak sedang mengeluhkan pemandangan alam yang dapat ia temukan setiap saat dengan hanya bepergian sedikit saja dari rumah para burung rangkong. Pemandangan di Bumidra berkali-kali lipat lebih indah daripada pemandangan apapun yang pernah dilihat oleh anak laki-laki itu sebelumnya di dunia manusia, baik secara langsung maupun melalui perantara buku, majalah, ataupun layar televisi sekalipun. Jika sebuah tempat seperti Bumidra ada di dunia manusia, maka Amar yakin orang-orang pasti akan bersedia membayar mahal untuk berwisata ke tempat itu.

Namun di sanalah letak permasalahannya. Amar tidak berada di Bumidra untuk berwisata, dan ia bahkan tidak berada di dunia ajaib tersebut atas kemauannya sendiri. Kenyataannya, satu-satunya alasan mengapa Amar bisa sampai berada di Bumidra adalah karena ia tersesat. Anak laki-laki itu bahkan tidak tahu apakah ia bisa kembali pulang ke dunia manusia atau tidak, dan pikiran seperti itu yang membuat Amar merasa rindu dengan pelajaran matematikanya atau kamar tidurnya. Ia bahkan merasa rindu kepada pamannya, kendati orang itu hampir tidak pernah berbicara kepadanya atau mengajaknya pergi berjalan-jalan.

Pada dua malam yang pertama, Amar menangis setiap kali ia hendak tidur di malam hari karena didorong oleh rasa rindunya yang besar tersebut. Amar menyembunyikan tangisannya dengan menutupi kepalanya di bawah daun-daun yang sangat banyak, dan anak laki-laki itu hanya menangis ketika malam sudah sangat larut sehingga tidak ada yang dapat mendengarnya. Namun pada malam yang ketiga, Amar menyadari bahwa menangis sebanyak apapun tidak akan menyelesaikan masalah sehingga ia berusaha untuk lebih tegar. Malam itu Amar tidak menitikkan air mata barang setetes pun.

Tapi masalah Amar adalah masalahnya seorang diri, sebab Nina tidak mempunyai masalah yang sama dengan anak laki-laki itu. Kenyataannya, Nina seakan tidak mempunyai masalah sama sekali. Anak perempuan itu menghabiskan waktunya di Bumidra dengan bermain sepanjang waktu. Jika ia tidak sedang bersama Koba dan burung-burung rangkong kecil lainnya, maka Nina sedang pergi berjalan-jalan dengan Rantau. Keduanya telah menjelajahi begitu banyak tempat, sehingga di akhir hari yang keempat sudah banyak penghuni hutan yang mengetahui kabar tentang kedatangan anak manusia bernama Nina, namun sedikit sekali yang mengetahui tentang Amar.

Nina dan Amar tidur di tempat yang terpisah. Amar tidur di atas permukaan tanah, dimana ia membangun sebuah tempat yang sangat nyaman di kaki salah satu pohon. Anak laki-laki itu memenuhi tempat tersebut dengan semua hal yang ia butuhkan. Amar mengumpulkan daun-daun yang paling empuk sebagai alas tidurnya, sebuah batu yang besar untuk meja makannya, serta sebuah batu yang lebih kecil untuk tempat duduknya ketika ia sedang membaca. Selama empat hari itu, Amar menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca buku-buku panduan tentang alam bebas yang dibawanya. Hanya ketika ia sudah benar-benar jenuh, Amar pergi keluar untuk berjalan-jalan dengan Kola – karena biasanya Nina sudah menghilang entah ke mana ketika anak laki-laki itu berusaha untuk mencarinya. Namun lebih sering Amar hanya duduk sambil memandang di kejauhan dan berharap ia akan melihat Kora datang kembali. Empat hari sudah berlalu sejak burung itu pergi meminta izin lewat dan restu untuk bertemu dengan Sang Bijak, namun hingga kini belum ada kabar apapun yang terdengar lagi. Dalam pikiran terburuknya, Amar membayangkan jika ia harus menunggu sampai dengan datangnya musim hujan untuk bisa bertemu dengan Sang Bijak.

Kisah Bumidra - Buku 1: Hutan MuramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang