Bab 6: Bumidra

9 1 0
                                    

Nina dan Amar berjalan mengikuti Kola dan Kora memasuki hutan. Karena sejak tadi mereka berada di bawah sinar matahari yang sangat terik, badan anak-anak itu kini hampir mengering sepenuhnya. Amar sudah berusaha menerangkan kepada Kola bahwa baju yang ia dan Nina kenakan bukanlah kulit yang dapat dilepas, namun konsep pakaian rupanya terlalu sulit untuk dimengerti oleh seekor burung rangkong yang seumur hidupnya tidak pernah sekalipun berbaju atau bercelana tersebut.

Hutan ketiga yang dimasuki oleh Nina dan Amar pada hari itu adalah yang paling megah di antara semuanya. Pepohonannya sangat tinggi seperti gedung bertingkat-tingkat sehingga anak-anak itu hampir tidak dapat melihat pucuknya. Diameter lingkaran pohon-pohon itu juga sangat lebar dan batangnya sangat kokoh. Amar memperhatikan bahwa beberapa pohon memiliki diameter yang cukup besar untuk menelan sebuah rumah kecil. Jauh di atas anak-anak itu, daun-daun tumbuh dengan begitu lebat sehingga hampir tidak dapat ditembus oleh sinar matahari. Nina dan Amar sangat terkejut ketika merasakan perbedaan keadaan saat sebelum dan sesudah mereka berada di dalam hutan. Panas matahari seolah menghilang begitu saja, berganti dengan kesejukan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Udaranya sangat bersih dan pemandangannya indah luar biasa. Beberapa detik saja berada di dalam hutan, lupalah Amar dengan semua kekhawatiran yang sempat mengganggu pikirannya.

"Lihat!" Nina berseru dengan takjub. "Hewan-hewan itu berdatangan kepada kita."

"Apa yang mereka inginkan?" kata Amar.

Kola tersenyum. "Jangan khawatir, mereka tidak bermaksud jahat," ujarnya. "Mereka hanya penasaran."

Dalam waktu singkat, keberadaan Nina dan Amar menarik perhatian seluruh hewan di hutan tersebut. Burung-burung, tupai, kancil, kelinci, kijang, monyet, lutung, kadal, dan banyak lagi hewan yang bahkan tidak pernah dilihat sebelumnya oleh Nina dan Amar perlahan berkumpul mengelilingi anak-anak itu. Beberapa hewan memberanikan diri untuk menyapa Nina dan Amar secara langsung, namun sebagian besar yang lain lebih memilih untuk bertanya kepada Kola dan Kora yang berada di depan. Nina tersenyum geli, sebab Kora terlihat sangat bangga sehingga burung itu mengangkat paruhnya sepanjang waktu.

"– Aku yang pertama kali menemukan mereka," Kora berkata kepada seekor kancil yang berwajah ingin tahu.

"– Mereka manusia," tukas Kola kepada seekor lutung yang sedang bergelayut di atas pohon.

"Ini jauh lebih seru daripada pergi ke kebun binatang manapun," kata Nina kepada Amar.

"Apakah kau memperhatikan bahwa hewan-hewan di sini berukuran lebih besar daripada hewan-hewan di dunia kita?" Amar berujar. "Coba kau lihat Kola dan Kora, badan mereka bahkan lebih besar daripada badan kita. Setahuku, ukuran burung rangkong tidak sampai sebesar itu."

Nina melihat sekeliling. Anak perempuan itu menemukan seekor tupai yang hampir sebesar kucing, lalu seekor kijang yang berukuran seperti kuda, serta seekor monyet yang berbadan lebih besar daripada badan orang dewasa.

"Kau benar," Nina menyadari.

Amar lalu memanggil Kola yang sedang hinggap di atas dahan yang berada di dekatnya.

"Kola, berapa jauh lagi tempat yang hendak kita tuju ini?" tanya anak laki-laki itu.

"Aku tidak pernah mengukurnya, tapi tidak jauh," jawab Kola. "Mungkin sekitar lima ratus kepakan sayap."

"Berapa jauhkah lima ratus kepakan sayap itu?" Nina bertanya.

"Kira-kira sama dengan seribu lima ratus langkah gajah."

Nina dan Amar saling berpandangan. Nina mengangkat bahunya.

"Kita ikuti saja," kata Amar kepada Nina. "Kalau lelah, kita bisa minta berhenti untuk beristirahat sebentar."

Kisah Bumidra - Buku 1: Hutan MuramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang