Prolog
Gween berdiri di depan cermin besar di kamar yang dingin dan sunyi. Cahaya putih dari lampu menerangi wajahnya, menyoroti setiap perubahan yang kini membuatnya nyaris tak bisa mengenali dirinya sendiri. Hidungnya lebih ramping, dagunya tajam dan tegas, dan pipinya yang dulu penuh telah menjadi lebih tirus. Operasi plastik telah mengubah hampir seluruh fitur wajahnya, membentuk kembali seseorang yang dulu lemah menjadi sosok yang penuh tekad.
Ia menyentuh wajah barunya dengan jemari yang bergetar, merasakan permukaan kulit yang masih terasa kaku dan kering akibat penyembuhan. Sentuhan itu tidak hanya membangkitkan sensasi fisik, tetapi juga membuka gerbang memori kelam yang tak pernah benar-benar bisa ia lupakan. Wajah di cermin mungkin telah berubah, namun setiap garis dan lekuk di wajah baru itu mengingatkannya pada penderitaan yang ia alami, pengkhianatan yang menghancurkan seluruh hidupnya.
Gween menutup mata, membiarkan bayangan malam itu menyeruak kembali. Gween ingat bagaimana ia pertama kali menyadari perselingkuhan Kevin dan Laura. Laura adalah sahabatnya sejak kecil, dan Kevin adalah pria yang telah menjadi pusat dunianya.
Ketika ia pertama kali mengetahui rahasia mereka, hatinya terasa hancur berkeping-keping. Seolah-olah seluruh dunia berputar lebih lambat, saat ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri pengkhianatan itu terjadi.
Gween mencoba mengabaikan rasa sakit dan mengubur semua kecurigaannya. Ia berharap, meskipun nyaris mustahil, bahwa Kevin dan Laura akan menyadari kesalahan mereka dan memperbaiki semuanya. Namun, kenyataan semakin menusuk ketika ia menyadari bahwa perselingkuhan itu bukan sekadar kesalahan yang akan mereka sesali.
Laura dan Kevin tidak hanya berselingkuh, mereka juga mempermainkannya. Menjadikannya bahan cemoohan, dan berusaha membuatnya merasa tak berharga. Gween merasa dihancurkan, diabaikan, dan dikhianati.
Saat itu, ia memutuskan untuk tidak lagi diam. Dengan amarah yang menggelegak, ia memanggil mereka untuk bertemu, berharap ancaman untuk mengungkap kebenaran akan membuat mereka gentar. Namun, tatapan dingin yang ia lihat di mata Laura malam itu mengatakan sesuatu yang lain.
Laura berkata dengan suara dingin dan mematikan, "Jika kamu berani menghancurkan hidup kami, kami pastikan hidupmu takkan bertahan lama," Gween merasakan ketakutan yang aneh, tetapi amarahnya lebih besar daripada ketakutan itu. Ia menantang mereka, menolak untuk mempercayai bahwa mereka akan benar-benar bertindak sekejam itu.
Namun, ia salah. Sangat salah.
Malam itu juga, tubuhnya dihantam keras ke aspal di parkiran yang gelap. Kepalanya beradu dengan permukaan yang keras, memancarkan rasa sakit yang memekakkan, membuat pandangannya mulai buram. Dalam kabut kesadaran yang perlahan pudar, ia melihat Kevin berdiri tak jauh, menatapnya dengan dingin dan tanpa emosi. Pria itu menambah pukulan pada tubuhnya dengan balok kayu yang cukup besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cost Of Revenge (On Going)
RomanceSetelah berhasil selamat dari percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh sahabatnya, Laura, dan tunangannya, Kevin, Gween memutuskan untuk menjalani operasi plastik dan mengganti identitas menjadi Glenca. Sekarang, dia kembali dengan misi balas dendam...