4. Tidak ada jalan keluar.

669 52 1
                                    

Restoran tempat mereka bertemu malam itu memiliki suasana yang tenang, dengan pencahayaan lembut yang menciptakan suasana hangat dan intim. Restoran ini adalah salah satu tempat favorit Seungcheol dan Jihoon, jauh dari perhatian publik dan keramaian, cocok untuk pertemuan yang ingin mereka simpan hanya untuk mereka berdua. Sambil menunggu hidangan utama tiba, Seungcheol memandangi Jihoon yang sedang duduk di hadapannya, memperhatikan setiap detail wajah kekasihnya dengan penuh perhatian.

“Aku hampir lupa betapa sibuknya kau sejak kembali ke Korea,” kata Jihoon sambil tersenyum kecil, suaranya lembut namun penuh arti. “Aku khawatir kau terlalu lelah.”

Seungcheol tertawa kecil, meskipun ada bayangan kelelahan di wajahnya. “Mungkin aku memang lelah, tapi rasanya semua itu hilang setiap kali aku bersama denganmu,” jawabnya sambil mengusap tangan Jihoon yang ada di atas meja, ibu jarinya mengelus lembut punggung tangan pria itu.

Jihoon tersenyum hangat, menatap Seungcheol dengan mata yang penuh perhatian. “Seungcheol, kau tidak harus berjuang sendirian, kau tahu itu kan?” ujarnya. “Aku mungkin tak bisa melakukan banyak, tapi aku akan selalu ada di sini untuk mendukungmu.”

Kata-kata Jihoon membuat hati Seungcheol terasa lebih ringan. Di balik semua tuntutan keluarga dan tekanan yang ia hadapi setiap hari, Jihoon selalu menjadi sumber ketenangan dan kekuatan baginya. Bagi Seungcheol, kehadiran Jihoon adalah satu-satunya tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa perlu berpura-pura atau menjaga citra.

“Aku tahu, Jihoon,” balas Seungcheol, suaranya penuh kelembutan yang jarang ia tunjukkan pada siapa pun. “Kau tak tahu betapa berartinya kehadiranmu dalam hidupku.”

Mereka terdiam sejenak, membiarkan suasana kehangatan memenuhi ruang di antara mereka. Hanya suara pelan dari alunan musik klasik di restoran yang menyertai mereka. Jihoon menatap Seungcheol dengan mata yang berbinar, dan Seungcheol merasa seolah waktu berhenti, seolah-olah mereka berdua berada di dunia yang hanya milik mereka berdua.

Namun, di tengah momen penuh kehangatan itu, mata Seungcheol tak sengaja tertuju ke arah meja lain di seberang ruangan. Ia melihat sosok yang sangat ia kenal—Yoon Jeonghan—duduk bersama seorang wanita cantik dengan rambut panjang yang tergerai rapi. Jeonghan mengenakan setelan yang sederhana namun elegan, sementara wanita di depannya tampak anggun dalam gaun yang pas dengan lekuk tubuhnya.

Jeonghan sedang tersenyum lembut pada wanita itu, matanya memancarkan ketenangan dan perhatian yang tulus. Setiap kali wanita itu berbicara, Jeonghan mendengarkan dengan seksama, memperlihatkan ekspresi yang penuh perhatian. Sesekali, ia tertawa kecil, dan senyumannya yang lembut membuatnya terlihat sangat berbeda dari sosok dingin yang biasa diperlihatkannya.

Seungcheol merasa ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Meskipun ia berusaha untuk mengabaikan pemandangan itu dan memusatkan perhatiannya kembali pada Jihoon, pandangannya terus saja tertarik pada sosok Jeonghan. Ada perasaan asing yang mengusik dirinya, semacam kekosongan yang sulit ia jelaskan.

“Seungcheol?” suara lembut Jihoon membuyarkan lamunannya. Jihoon memandangnya dengan alis yang sedikit terangkat, menunjukkan kekhawatiran. “Kau melamun?”

Seungcheol segera mengalihkan pandangannya, mencoba tersenyum untuk menutupi kegelisahan yang tiba-tiba muncul. “Maaf, Jihoon,” katanya pelan, mencoba mengendalikan dirinya. “Aku hanya… sedikit lelah.”

Jihoon tersenyum tipis, memahami tanpa bertanya lebih lanjut. Ia menggenggam tangan Seungcheol dengan lembut, memberinya dukungan dalam keheningan yang nyaman. Bagi Seungcheol, dukungan tanpa syarat dari Jihoon adalah sesuatu yang sangat berharga, tetapi malam itu, hatinya terasa sedikit terganggu.

---

Pada kesempatan lain, saat Seungcheol sedang menunggu Jihoon di sebuah kafe kecil, ia melihat Jeonghan lagi. Kali ini, Jeonghan duduk di teras kafe bersama wanita yang sama, terlihat serius dan penuh perhatian. Wanita itu tampak sedikit cemas, dan Jeonghan meraih tangannya, mengusap punggung tangannya dengan lembut sambil berbicara pelan, seolah-olah berusaha menenangkannya.

[TAMAT] The Heirs : Quiet Flames [Jeongcheol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang