Pagi hari setelah kejadian itu, vila terasa sunyi. Biasanya, suara-suara dari percakapan pagi dan aroma kopi panas mengisi ruang makan setiap pagi, namun hari ini suasananya terasa lebih hening, seolah ada yang hilang. Harin adalah yang pertama menyadari ketidakhadiran Seungcheol, tatapannya memancarkan keheranan saat ia memeriksa ruang makan yang hanya dihuni oleh Jeonghan, yang tampak asyik menatap cangkir kopi di tangannya.
Harin mendekat, duduk di sebelah Jeonghan. “Kak Seungcheol mana?” tanyanya tanpa basa-basi.
Jeonghan mendongak sedikit, lalu mengangkat bahu, memberikan jawaban singkat, “Katanya ada pekerjaan mendesak. Dia pulang pagi-pagi.”
Harin mengerutkan alisnya, terlihat tak puas. “Tanpa sarapan? Dia bahkan tidak pamit…”
Jeonghan hanya mengangguk kecil, kembali menatap cangkir kopinya. Namun, dalam dirinya, pertanyaan yang sama terlintas—mengapa Seungcheol pergi begitu cepat, tanpa sepatah kata pun? Kilasan kejadian malam itu terputar kembali dalam ingatannya, adegan yang seolah tak bisa ia lupakan. Sentuhan mendadak itu, kedekatan yang membuatnya terdiam, dan tatapan yang penuh makna tapi tak terucap. Namun, di luar itu semua, ada kebingungan yang menyelimuti perasaannya. Jeonghan tak yakin apakah ini perasaan yang benar atau sekadar kekeliruan yang terjadi akibat anggur malam itu.
Di sisi lain, Seungcheol sudah tiba di kantor. Ia datang jauh lebih pagi dari biasanya, memilih berangkat saat langit masih gelap, seolah mencoba lari dari perasaan tak nyaman yang muncul sejak fajar. Berkas-berkas pekerjaan yang biasanya mengisi meja kerjanya dengan teratur kini tampak berantakan, menunjukkan kegelisahan yang menguasai pikirannya. Tatapan kosongnya tertuju pada layar komputer, jarinya menggerakkan tetikus tanpa arah, sementara pikirannya tak dapat lepas dari momen di vila.
Seungcheol memejamkan mata, mencoba fokus. Tapi semakin ia berusaha, semakin jelas bayangan Jeonghan di benaknya. Ia mengingat bagaimana Jeonghan tersenyum kecil malam itu, tatapan matanya yang seolah menantang sekaligus menyimpan sesuatu yang tak terucap. Lalu ciuman itu—singkat tapi menghanyutkan, meninggalkan rasa yang sulit diuraikan.
Seungcheol menghela napas panjang, merasa jantungnya berdegup tak karuan. “Ini gila,” gumamnya pada diri sendiri, memaksakan dirinya untuk menatap berkas laporan yang seharusnya ia selesaikan. Namun, setiap kali ia mencoba membaca, kata-kata di layar terasa kabur, seolah pikirannya menolak memproses apa pun selain ingatan tentang malam itu.
Seiring berjalannya waktu, rasa gelisahnya semakin memuncak. Ia berusaha menenangkan diri, mencoba mencari jawaban untuk semua yang ia rasakan, namun semua itu sia-sia. Pikiran tentang Jeonghan tetap menyelimutinya. Momen di vila terasa begitu dekat, memancing rasa bersalah dan keraguan yang tak tertahankan. Dalam usahanya untuk melupakan, ia bahkan mencoba membenamkan dirinya dalam setumpuk pekerjaan, berharap dapat menemukan ketenangan di dalam rutinitas. Namun, usaha itu terbukti sia-sia—segala hal kecil malah semakin mengingatkannya pada pria itu.
Menjelang sore, ketika jarum jam mendekati waktu pulang, Seungcheol tak tahan lagi. Dengan perasaan yang kacau, ia segera menuju apartemen Jihoon. Di dalam benaknya, hanya ada satu harapan: bahwa berada di dekat Jihoon akan membuatnya tenang. Bahwa bersama Jihoon, ia bisa menemukan kembali rasa nyaman yang biasa ia rasakan.
Begitu sampai, Jihoon menyambutnya dengan senyum lembut seperti biasa. Ruangan apartemen yang sederhana dan hangat seketika terasa seperti pelarian yang menenangkan. Mereka duduk bersama di sofa, berbicara pelan tentang hari yang telah berlalu, tentang pekerjaan, dan rencana kecil mereka yang tertunda. Jihoon menceritakan hal-hal sepele yang ia alami hari itu, berharap bisa mengalihkan perhatian Seungcheol yang tampak lelah. Seungcheol hanya tersenyum dan mendengarkan, mencoba mengingat mengapa ia selalu merasa damai di hadapan Jihoon.
![](https://img.wattpad.com/cover/381655054-288-k608455.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] The Heirs : Quiet Flames [Jeongcheol]
FanficSeungcheol baru saja kembali dari Berlin setelah belasan tahun tidak menginjak kampung halamannya, tetapi baru saja satu minggu berada disana, ia harus menghadapi perjodohan dengan teman masa kecilnya, Jeonghan. Bussiness partner. Love & Hate Rela...