Sore itu, Seungcheol memandang layar ponselnya dengan tatapan penuh tekad. Setelah banyak kebimbangan yang ia rasakan, ia memutuskan untuk memberikan kesempatan ini sepenuh hati. Jihoon adalah orang yang sangat berarti baginya—hubungan mereka dulu berjalan dengan begitu alami dan penuh kehangatan. Kali ini, ia ingin membuktikan pada Jihoon bahwa ia benar-benar serius.
Seungcheol mengirim pesan singkat yang telah ia susun dengan hati-hati:
“Jihoon, bagaimana kalau aku jemput dari kantor nanti? Ada yang ingin aku bicarakan, dan kurasa kita perlu waktu untuk diri kita.”
Pesan itu singkat, tapi penuh makna. Ia menekankan kata kita sebagai isyarat bahwa ia ingin mereka kembali bersama, membangun kembali hubungan yang dulu pernah mereka jalin.
Beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi. Notifikasi itu menunjukkan balasan dari Jihoon, dan hati Seungcheol berdebar saat membacanya.
“Tentu, Cheol. Aku menunggu di lobi nanti, ya?”
Senyum tipis muncul di wajah Seungcheol. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa bahwa ini adalah langkah yang tepat. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk Jihoon, membuktikan pada dirinya sendiri bahwa perasaannya masih ada, bahwa hubungan mereka masih memiliki kesempatan.
---
Pukul tujuh sore, Seungcheol memarkir mobilnya di tepi jalan dekat lobi kantor Jihoon. Ia duduk di balik kemudi, menatap bangunan tinggi di depannya dengan perasaan penuh antisipasi. Dari kejauhan, ia melihat pintu lobi berputar dan mendapati sosok Jihoon melangkah keluar. Jihoon mengenakan kemeja biru muda yang membuatnya tampak segar dan bersemangat, membawa aura yang akrab di mata Seungcheol.
Jihoon melambai sambil tersenyum, dan Seungcheol balas melambaikan tangan, membuka pintu penumpang dari dalam. Jihoon masuk ke dalam mobil dengan langkah ringan, senyum kecil tetap terpancar di wajahnya.
“Terima kasih sudah menjemput, Cheol,” sapa Jihoon dengan nada lembut.
Seungcheol tersenyum kecil, merasa nyaman di dekat Jihoon. “Aku hanya ingin memastikan kita punya waktu yang berkualitas, tanpa gangguan.”
Jihoon memandang Seungcheol dengan mata penuh harap. “Kalau begitu, ke mana kau akan membawaku malam ini?”
Dengan senyum penuh misteri, Seungcheol melajukan mobilnya. Ia telah mempersiapkan makan malam di rumahnya, sebuah upaya kecil untuk mengembalikan momen-momen manis yang dulu sering mereka bagi. Dalam perjalanan, mereka berbincang santai, membicarakan hal-hal ringan seperti hari mereka dan pekerjaan. Keakraban itu, yang terasa seperti angin segar, membuat Seungcheol hampir lupa pada kebimbangan yang sempat menghantuinya.
---
Begitu mereka tiba di rumah Seungcheol, Jihoon tampak terkejut saat melihat meja makan yang sudah tertata rapi. Di atasnya terhidang beberapa hidangan yang akrab bagi mereka—menu makanan khas Jerman yang mengingatkan mereka pada hari-hari indah di Berlin. Jihoon menatap meja itu dengan senyum lebar.
“Kau mempersiapkan semua ini untukku?” tanyanya, setengah terkejut.
Seungcheol tertawa kecil. “Sebagian besar memang aku siapkan sendiri, tapi jangan tanya soal memasak, ya. Aku tidak ingin kau kecewa dengan rasanya,” jawabnya sambil menarik kursi untuk Jihoon.
Mereka duduk berhadapan, dan Jihoon mengangkat gelas untuk bersulang. “Untuk kenangan lama, dan untuk kesempatan baru,” ucapnya dengan tatapan penuh makna.
“Untuk kita,” balas Seungcheol sambil tersenyum, lalu menyentuhkan gelasnya ke gelas Jihoon.
Sepanjang makan malam, suasana terasa begitu nyaman. Mereka berbicara tentang perjalanan-perjalanan yang dulu mereka lakukan bersama, tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu di Berlin. Setiap kali Jihoon tertawa, Seungcheol merasa nyaman, seolah-olah mereka tidak pernah terpisah. Di momen-momen itu, ia mulai merasakan kembali kehangatan yang pernah ia rindukan.
![](https://img.wattpad.com/cover/381655054-288-k608455.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] The Heirs : Quiet Flames [Jeongcheol]
FanficSeungcheol baru saja kembali dari Berlin setelah belasan tahun tidak menginjak kampung halamannya, tetapi baru saja satu minggu berada disana, ia harus menghadapi perjodohan dengan teman masa kecilnya, Jeonghan. Bussiness partner. Love & Hate Rela...