Harusnya Akra tetap saja didalam kamar, namun sayang kerongkongan kering karna rasa haus membuat anak itu terpaksa melangkahkan kaki keluar kamar untuk ke dapur mencari minum.
"Heh anak haram!"
Sial! harusnya ia minum air kran didalam kamar mandi saja.
Akra tau sejak tadi tatapan tajam Bumi mengarah kepadanya, ia mencoba abai, tapi saat kakak kedua satu ayah nya itu bersuara Akra terpaksa berhenti melangkah.
"Benar-benar gak tau malu" Bumi mendekati Akra, saat kedua kakinya berdiri tepat satu langkah didepan Akra tangan itu terangkat, netra hitam Akra memejam tapi kemudian dia merasakan dahinya di dorong kasar sebanyak tiga kali.
"Harusnya lo gak usah hadir, harusnya lo tolak kemauan nenek, lo tau sehancur apa nyokap gua gara-gara lo dan ibu lo yang jalang itu?"
Tangan Bumi mulai mencengkram pipi Akra dengan kuat, Akra bahkan bisa merasakan kuku Bumi yang sedikit menancap di kedua pipinya.
"Lo itu kayak parasit!, dan gua pastiin parasit kayak lo bakal musnah!"
Bumi melepaskan cengkraman di pipi Akra dengan kasar, lalu melangkah pergi, meninggalkan Akra dengan respons fight or flight, jantungnya mengalami peningkatan denyut, rasanya Akra seperti kehilangan oksigen untuk ia hirup dalam beberapa saat, pelan-pelan ia mencoba kembali bernafas dengan tenang.
"Bang Akra!, kenapa?"itu suara Awan.
Awan mendekati Akra dengan raut cemas.
"Mukanya kenapa pucat gitu? Abang sakit? Mau ke rumah sakit?" tangan Awan terulur hendak memegang tangan Akra tapi anak itu langsung menepis tangan sang adik.
"Aku gak papa" setelahnya anak itu kembali melanjutkan jalannya untuk ke dapur.
Akra mengisi air dengan botol minum paling besar yang ia temui kitchen set, setelah botol itu terisi penuh anak itu bergegas pergi kembali ke kamar.
Akra membuka laci meja belajarnya disana ada puluhan cutter yang diam-diam ia beli saat berbelanja dengan pak Wahyu kala itu.
Akra menggulung celana hingga memperlihatkan paha dengan kulit tannya, Akra mulai menggores segaris disana dengan cutter, darah merembes menciptakan rasa lega yang dirasa pemuda itu.
Bumi benar, harusnya Akra tidak disini!
Akra mulai berfikir, apa takdir mengenaskan ini merupakan bentuk hukuman dari sang pecipta karna hadirnya ia merupakan hasil dari sebuah hubungan terlarang?
Anak haram.
Dua kata yang sudah tidak asing ditelinga Akra, dua kata yang sudah melekat pada dirinya sebagai bentuk penggambaran sebuah identitas.
Tok.... tok...
Suara ketukan pintu membuat Akra tersadar.
"Siapa?" Akra bertanya panik, ia belum membereskan noda darah yang menempel memenuhi kaki kirinya juga ada sedikit bercak di lantai.
"Ini saya pak Wahyu, Cakrawala" pak Wahyu memanggil Akra dengan sebutan Cakrawala tanpa embel tuan muda karna permintaan anak itu sendiri.
"Iya bentar pak!"
Akra buru-buru ke kamar mandi untuk membasuh kaki kirinya dan kembali menurunkan gulungan celananya. Setelahnya Akra membasahi handuk kecil dengan air, handuk itu diperas untuk kemudian membersihkan noda darah yang ada di lantai.
Setelah lantai bersih anak itu melihat penampilannya sendiri lewat kaca lemari, aman tidak akan membuat pak Wahyu curiga.
Akra membukakan pintu dan melihat pak Wahyu membawa beberapa paper bag di tangannya.
Kedua alis Akra menyatu, melihat pak Wahyu membawa banyak paper bag.
"Ini seragam sekolah kamu" pak Wahyu menyerahkan lima paper bag kepada Akra.
"Dan ini tas sekolah kamu" pak Wahyu menyerahkan satu paper bag paling besar pada Akra.
"Saya sudah mengurus kepindahan sekolah kamu, besok kamu bisa langsung masuk"
Akra masih terdiam.
"Cakrawala" tangan pak Wahyu terulur mengipas di depan wajah Akra.
"Ah iya, makasih pak Wahyu"
Pak Wahyu mengangguk lalu mengambil sesuatu dibalik saku jasnya.
"Ini kartu ATM dari tuan Hadyan disana sudah ada uang jajan kamu untuk bulan ini, pinnya adalah tanggal lahir kamu"
Cukup lama tangan pak Wahyu mengambang di udara dengan memegang kartu berwarna gold tersebut.
"Cakrawala"
"iya sekali lagi terimakasih pak" Akra mengambil kartu itu.
"Jika begitu saya permisi dulu"
Akra hanya mengangguk singkat, setelahnya kembali masuk kedalam kamar.
Jika ditanya siapa orang paling baik di keluarga Ardanta maka dengan jawaban pasti Akra akan menjawab kakek Hadyan, satu-satunya orang yang memang cukup peduli dengannya.
PT ARDT MILK adalah perusahaan susu milik Hadyan Ardanta.
Saat pemilik perusahaan susu tersebut mengunjungi sebuah sekolah negeri menengah pertama di kota Malang untuk memberikan sumbangan donasi kepada pihak sekolah, disanalah Hadyan pertama kalinya berjumpa dengan Cakrawala Albiruni Arzanta, ya awalnya adalah Arzanta bukan Ardanta.
Cakrawala si murid berprestasi pemenang olimpiade, Hadyan berenca untuk memberikan beasiswa kusus kepada anak itu karna rasa kagumnya terhadap sosok siswa cerdas seperti Cakrawala.
Namun saat melihat biodata anak itu, Hadyan mulai curiga karna nama ibu kandung dari anak itu juga nama belakangnya yang Arzanta
Nama Silvia Darava, bukanlah nama yang asing bagi Hadyan, hingga ia menyewa orang untuk menyelidiki anak itu dengan lebih intens dan dekat.
Fakta jika ternyata Cakrawala merupakan cucu kandungnya membuat Hadyan terkejut bukan main. Sudah sejauh itu hubungan putranya dengan Silvia hingga menghadirkan sosok Cakrawala.
Diskusi dengan istrinya Kaila, akhirnya Hadyan berencana membawa Cakrawala masuk dalam keluarga mereka.
Kaila tentu awalnya tidak langsung setuju, tapi setelah ancaman jika Kaila tidak setuju, maka Cakrawala akan mendapatkan warisan 80 persen dari kekayaan Hadyan, akhirnya Kaila terpaksa setuju.
Kemudian perundingan dengan keluarga putranya yang memakan waktu cukup lama untuk membujuk Livia.
Hingga akhirnya Cakrawala ada disini, bersama keluarga ayahnya.
Yang pasti ini adalah jalan cerita dari kehidupan kedua seorang Cakrawala.
Karna dikehidupan pertama anak itu tetap pada keputusan bulatnya, menolak keluarga Ardanta.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Warna Cakrawala
FanficCakrawala adalah nama yang indah dengan makna lengkungan langit, lengkungan langit dengan garis yang membatasi Bumi. Tapi takdir Akra tidak seindah namanya. Kelabu pekat yang menutupi warna takdirnya membuat Akra dengan berani meneguk segelas air ya...