1

265 48 106
                                    

Bau bangkai memenuhi indra penciuman Akra, saat ia membuka mata ternyata anak itu berada dalam gudang sekolah yang tak terpakai.

Ruangan itu sunyi, sepi, berdebu, dan bau.

Akra merasakan sakit di kepala, rasanya seperti ada gajah yang menduduki kepalanya.

Berusaha untuk sadar Akra mengingat-ingat kenapa dirinya ada didalam gudang sekolah lamanya dulu?

Akra melirik tubuhnya sendiri dan terkaget karna ia mengenakan seragam sekolah SMAnya dulu.

Kenapa ia bisa berada disini?

Harusnya sekarang Akra sudah beristirahat dengan tenang, harusnya Akra tidak ada lagi di dunia yang menyakitkan ini.

Tidak peduli dengan sakit kepala yang mendera, remaja laki-laki itu menampar pipinya sendiri. Merasakan sakit dan perih anak itu meringis kesakitan karna sepertinya pipinya lebam.

Memindai ruangan apek itu dengan penerangan ala kadarnya Akra menemukan kalender dengan gambar calon wali kota di tahun 20xx

Akra melemparkan kalender itu dengan ekspresi kaget.

Apa ini?

Harusnya sekarang tahun 20xx bukan 20xx.

Akra menekan kepalanya dengan tangan karna rasa pusing yang semakin menjadi.

Siapapun tolong Akra.

Pintu gudang terbuka dan menampilkan seorang bapak berseragam satpam.

"Akra"

Panggilan itu membuat Akra menoleh, itu pak Santo satpam sekolah yang dulu pernah menolongnya saat ia di bully dan dikunci dalam gudang sekolah.

Jantung Akra berdegup cepat.

BANGSAT!

Fakta macam apa ini?

Akra ingin mati.

Bukan kembali ke masa lalu.

"Akra kamu baik-baik saja?" pak Santo mendekati Akra dengan raut cemas.

"Pak Santo tolong katakan pada saya jika ini mimpi! Saya harusnya udah mati pak!" tanpa sadar nada suara Akra seperti membentak padahal anak itu hanya ketakutan dan kebingungan.

"Akra sini saya bantu, kamu harusnya melapor ke BK, jangan diam saja jika dirundung begini, bapak siap jadi saksi atas kasus bully yang kamu alami"

Ini bukan pertama kalinya pak Santo menemukan Akra dikunci dalam gudang.

Sudah tiga kali kasus ini terjadi, padahal Akra baru sekolah di SMA ini dua bulan yang lalu, anak itu baru lulus SMP tahun ini.

***

Akra hanya diam saat petugas UKS menanyai kondisinya, atas bukti lebam yang ada di pipi Akra dan saksi dari pak Santo akhirnya para pembully mendapatkan sanksi dari BK.

Setelah lebamnya di beri obat dan ditutup dengan kapas dan plester Akra diizinkan pulang dan tidak perlu mengikuti pembelajaran siang.

Akra pulang diantar pak Santo.

Motor supra milik pak Santo memasuki perkarangan rumah Arka, rumah kecil dengan halaman rumah yang tak terurus.

"Kamu istirahat ya, jangan dipikirin lagi yang tadi, anak-anak yang bully kamu udah dapat hukuman, sekarang kamu tenangin diri aja"

Pak Santo berkata panjang karna pria 50 tahun itu memang peduli.

"Makasih pak" Akra berterima kasih, hanya terimakasih tanpa kalimat tambahan.

Akra ling lung.

Setelah motor supra pak Santo menjauh Akra beranjak masuk kedalam rumah.

Di ruang tamu ia mendapati mama yang tertidur diatas sofa dengan tv menyala.

Dulu Akra selalu memandang mamanya seperti malaikat meski jahat, tapi sekarang Akra sadar wanita itu lebih mirip dengan iblis betina.

Mama menggeliat karna mendengar langkah Akra kemudian terbangun.

"Ini belum jam pulang, kenapa kamu udah di rumah?" nada suara mama terdengar sinis.

"Aku sakit ma, jadi izin pulang"

"Alah alasan, sana ganti baju, abis itu ke pasar"

Tanpa melirik lebam di pipi anaknya mama melanjutkan menonton tv karna kantuknya sudah hilang.

Akra itu kerja dipasar sebagai tukang angkut barang, gaji yang ia dapati tidak pernah ia nikmati sendiri karna mama akan selalu meminta penghasilan Akra.

"Heh! Ngapain kamu mandang saya begitu? Mau ngelawan kamu? Sana ganti baju abis itu ke pasar"

Akra masih diam ditempat memandangi mamanya.

"Sialan"

Dengan langkah lebar mama menghampiri Akra.

Plak!

Tamparan itu terdengar nyaring, mama tidak suka ditatapi Akra dengan ekspresi yang sepertinya melawan itu.

"Kurang ajar kamu! Kenapa kamu menatap saya begitu? Mau ngelawan kamu?"

Bugh! Bugh!

Sekarang tubuh Akra yang digebuk mama.

"SEHARUSNYA MAMA BUNUH AKU DARI DULU!"

Akra meradang membuat pukulan mama terhenti.

Memandang putranya dengan raut benci, mama tersenyum sinis.

"Kalo kamu mati, saya mau balas dendam dengan cara apa?"

"Saya sangat benci dengan ayah kamu Akra dia dan keluarganya sudah menghancurkan saya, dan kamu akan membalaskan setiap dendam yang saya punya kepada mereka"

Mamanya memang gila dari dulu.

Kenapa Akra baru sadar sekarang?

Tapi ironi dari itu semua tahukah mama jika Akra juga membenci papa dan keluarganya.

Tuhan....

Akra hanya ingin mati.

Bukan mengulang kesakitan seperti ini.

Dunia tidak menerimanya, kematian pun tidak merestuinya.

Akra benar-benar merasa dirinya seperti onggokan sampah kotor yang tidak diinginkan siapapun.

.

Tbc

Cakrawala Albiruni Ardanta 16 th

Cakrawala Albiruni Ardanta 16 th

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Garis Warna CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang