12 - Who is Farhan?

64 5 2
                                    

Hari ini adalah hari dimana seminar tentang mental health diadakan aula universitas Dharma Bhakti. Beberapa mahasiswa terutama yang berasal dari fakultas psikologi datang menghadiri acara bulanan ini. Begitupun dengan Adira sudah mengambil posisi duduk di kursi bagian depan tempat acara seminar.

"Kusut banget mukanya. Cekcok lagi?" tanya Adira pada Gilsha yang baru saja mengambil posisi duduk disampingnya.

"Biasalah."

"Yang sabar ya, Sha. Mungkin aja itu love language nya kak Gerald buat lo." Adira mengelus pelan bahu sahabatnya itu.

"Love language nya nyiksa gue, Ra. Emang dasarnya mau bikin gue darah tinggi tuh kakak lo kayaknya!”

"Tapi gitu-gitu juga, lo suka kan sama kakak gue,” goda Adira.

“Udah-udah, ngga usah bahas si manusia ngeselin itu. Acara seminarnya udah mau mulai loh."

Benar saja. Acara seminar nya baru saja akan dimulai. Pengisi acara mulai mengisi seminar itu dengan sangat baik. Membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk selesainya acara. Peserta yang menghadiri seminar satu persatu keluar dari ruangan. Begitu pun dengan Adira dan Gilsha.

"Pulang sama siapa?"

Pandangan Gerald mengarah ke sekeliling. Tetapi orang yang ia cari tidak nampak batang hidungnya sama sekali.

"Arka ngga ikut acara seminar ini?" tanya nya.

"Ngga, kak. Hari ini ada urusan katanya. Tapi dia usahain buat jemput kok, kak Gerald pulang duluan aja sama Gilsha. Nanti Adira nunggu Arka jemput di halte.”

“Oke kalau gitu.”

"Ra, gue pulang sama lo aja ya. Kita naik taksi aja," pinta Gilsha tiba-tiba. Nampaknya, ia masih kesal dengan Gerald.

"Siapa yang nyuruh?” tanya Gerald tajam menusuk.

“Gue sendiri yang mau, kenapa?!” balas Gilsha tak kalah menusuknya.

“Gilsha Jovanka, lo pulang sama gue!”

Gilsha tak berkutik. Pasalnya, kalau Gerald sudah menyebutnya dengan nama panjang, itu artinya Gerald sedang tidak bermain-main dengan ucapannya.

“Ra, kak Gerald pulang. Kamu hati-hati nunggu Arka nya.”

Adira mengangguk patuh. Setelah mendapat persetujuan dari adiknya itu, Gerald menarik pergelangan tangan Gilsha untuk mengajaknya pulang. Kalau ditanya kenapa Gerald begitu percaya untuk meninggalkan adiknya seorang diri demi menunggu Arka, itu karena rasa percayanya pada Arka.

Gerald percaya bahwa Arka bukanlah laki-laki seperti Erland. Alias laki-laki yang tidak bisa meluangkan waktu untuk gadisnya. Gerald sangat mengetahui bahwa Arka adalah laki-laki yang paham cara menentukan prioritas nya.

“Pake!” Gerald memberikan helm nya pada Gilsha.

Namun, gadis itu sama sekali tidak menerimanya. Ia hanya menunjukkan raut kesal dengan kedua tangan berada di pinggangnya seolah menunjukkan kemarahan.

“Apa lagi?”

“Bisa-bisanya setelah lo tadi pagi bikin gue kesel, seenaknya aja sekarang bersikap seolah ngga terjadi apa-apa. Dasar manusia ngga peka!”

Gerald mengernyitkan dahi heran. Setelah ia mengingat kejadian tadi pagi, dirinya baru sadar bahwa sekarang Gilsha masih marah padanya.

“Lo marah sama gue gara-gara tadi pagi?”

“LO PIKIR GUE NGGA MARAH SETELAH LO NYINDIR GUE KALAH BATTLE BASKET SAMA LO! LAGIAN ITU BATTLE UDAH LAMA BANGET NGGA USAH LO UNGKIT-UNGKIT LAGI. KALO LO MAU GUE JUGA BIS–”

Laksana Awan [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang